Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 2588 articles
Browse latest View live

Guru Besar Kehutanan UGM: Eksploitasi Bumi Sudah Melebihi Kapasitas Alaminya

$
0
0

Dalam sidang International Panel on Climated Change (IPCC) akhir 2014 lalu, dilaporkan pemanasan global yang melanda bumi saat ini dipercaya 95 persen akibat ulah manusia. Sebagai salah satu planet dalam gugusan tata surya, Bumi yang dapat dihuni makhluk hidup telah dieksploitasi secara berlebihan. Bahkan eksploitasi tersebut teleh melebihi kapasitas alaminya, sehingga kerusakan bumi saat ini semakin parah.

Prof. Dr. Cahyono Agus selaku guru besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta  pada Rabu, 22 April 2015 lalu mengatakan, bumi telah dengan suka rela menyediakan jasa lingkungan dan kehidupan berupa oksigen, air, pangan, energi, kebutuhan hidup lainnya secara gratis kepada seluruh makhluk hidup.

Hutan jati di Yogyakarta. Hutan menjadi paru-paru dunia yang menyediakan berbagai jasa lingkungan bagi manusia. Foto : Tommy  Apriando

Hutan jati di Yogyakarta. Hutan menjadi paru-paru dunia yang menyediakan berbagai jasa lingkungan bagi manusia. Foto : Tommy Apriando

Meskipun demikian, manusia sebagai khalifah di bumi ini justru telah mengeksploitasinya secara berlebihan. Oleh karena itu, munculnya kesadaran bila bumi tidak hanya memiliki daya dukung yang terbatas, namun juga terus mengalami penyusutan sementara permintaan terus membesar.

“Bumi saat ini boleh dibilang kewalahan melayani 7,2 miliyar jiwa manusia,” kata Prof. Cahyono.

Menurutnya, jika populasi penduduk bumi terus meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025, maka kebutuhan manusia sulit terlayani. Bahkan justru semakin menjadi tekanan terhadap bumi.

Sangat disayangkan, manusia masih terus menggantungkan ego cara bertahan hidup dengan terus mengeruk bumi secara rakus dan tanpa henti dengan kecepatan eksponensial. Menjadikan bumi semakin rusak, renta tak berdaya.

Sedangkan tingkat kesadaran manusia terhadap keberlangsungan kehidupan bersama tidak juga tumbuh, Maka hampir tidak mungkin untuk melihat nasib manusia di masa depan.

Meski telah merasakan dampak negatif hilangnya kenyamanan jasa lingkungan dan kehidupan oleh bumi, kenyataan upaya penyelamatan dan perbaikan kondisi bumi masih acuh dan tidak peduli terhadap nasib bumi, dan lebih menyalahkan dan menyerahkan kepada orang lain untuk memperbaikinya.

“Padahal seharusnya kita bisa ikut berkontribusi secara nyata untuk ikut menyelamatkan bumi ini. Kita tak bisa terus berdiam diri lagi. Kita harus rawat bumi seisinya untuk kepentingan seluruh makhluk hidup dalam jagad bumi biru yang bermartabat secara berkelanjutan,” tambah Prof. Cahyono.

Ia menambahkan, diperlukan konsep implementasi yang mampu memberi kesadaran, kemampun, wawasan dan konsep secara cerdas, luas, mendalam dan futuristik tentang lingkungan global kepada semua pihak guna mendukung pengembangan berkelanjutan.

Karena itu, konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Educational for Sustainable Development /EFSD) perlu dikembangkan melalui pendidikan formal, nonformal dan informal.

Konsep pendidikan EFSD merupakan instrumen kuat dan efektif untuk melakukan komunikasi, memberi informasi, penyadaran, pembelajaran dan dapat untuk memobilisasi massa/komunitas, serta menggerakan bangsa ke arah kehidupan masa depan yang berkembang secara berkelanjutan. Bahwa upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup di bumi ini perlu dikontribusikan secara nyata dalam setiap kehidupan sehari-hari.

Konsep ekonomi biru yang dikembangkan oleh Gunter Pauli dari ZERI Foundation  pada tahun 2009 telah memberikan kesempatan kreatif dan inovatif baru yang berkelanjutan, bersih dan bermartabat. Hal tersebut perlu dikembangkan menjadi revolusi biru, melalui percepatan proses siklus alami dalam pemberdayaan sumber daya alam tersedia, bahkan yang marjinal , terlantar maupun terbengkalai, agar mempunyai nilai tambah ekonomi, lingkungan, sosial budaya, teknologi, pengelolaan bagi kenyamanan kehidupan manusia.

“Planet biru kita terdiri atas samudera biru seluas 72 persen dan langit biru lebih dari 95 persen. Mestinya haus didukung oleh bumi biru, sebuah bumi hijau asri yang mampu mendukung terciptanya langit dan laut biru,” kata Prof. Cahyono yang juga ketua Green Network Indonesia Wilayah DIY-Jateng.

Ia menambahkan, langkah nyata seperti “Jagat Biru Rahayu”, yaitu mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan melalui penataan ruang biru, kampus/kota/desa biru, air segar, udara biru, pangan sehat, energi biru, ekonomi biru,  lingkungan asri, harmoni lingkungan kehidupan dan masyarakat sejahtera merupakan langkah pasti untuk membangun lingkungan dan kehidupan bermartabat.

“Paradigma baru peran hutan dan ruang hijau terpadu sebagai sumber oksigen, air kehidupan, pangan, pakan, pupuk, energi, pengatur suhu yang sangat penting bagi lingkungan dan kehidupan bersama perlu digalang. Mari galakkan gerakan “ruang tanam hijau” yang membutuhkan komitmen dan tanggung jawab individual  dan bersama yang  harus dikondtribusikan secara nyata,” tutup Prof. Cahyono.


Guru Besar Kehutanan UGM: Eksploitasi Bumi Sudah Melebihi Kapasitas Alaminya was first posted on May 1, 2015 at 7:29 am.

Menanti Rumah Untuk Anggrek Alam Di Hutan Pematang Damar

$
0
0

Adi Ismanto (34) tertegun melihat dua alat berat sudah berdiri angkuh merusak sekeliling Hutan Pematang Damar, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Bagaimana tidak, Hutan Pematang Damar yang sudah sejak tahun 2013 ini sudah diimpikan menjadi rumah bagi 80 jenis anggrek belum mendapatkan izin sebagai lahan konservasi sudah perlahan dihancurkan oleh perusahaan.

“Saya dan kawan-kawan kaget ada dua alat berat yang sudah masuk dan mulai membangun kanal di sekeliling Hutan Pematang Damar. Padahal ini adalah tempat yang sedang kami ajukan sebagai lahan konservasi anggrek kepada Bupati Muaro Jambi,” katanya.

Adi dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Gerakan Muaro Jambi Bersakat (GMJB). Sesuai dengan namanya dari organisasi masyarakat ini sakat yang dalam bahasa melayunya berarti anggrek dan pakis-pakisan hutan. GMJB yang beranggotakan 24 orang yang mayoritas berprofesi sebagai petani yang memiliki ketertarikan khusus dengan anggrek dan pakis-pakisan. Sejak 2008, awal terbentuknya GMJB berdiri atas keprihatinan  kondisi anggrek alam yang habitatnya terus berkurang akibat pembukaan hutan menjadi areal perkebunan.

Hutan Pematang Damar merupakan satu-satunya rumah bagi anggrek alam yang ada di Muarojambi. Foto : Elviza Diana

Hutan Pematang Damar merupakan satu-satunya rumah bagi anggrek alam yang ada di Muarojambi. Foto : Elviza Diana

“ Dulu Hutan Pematang Damar ini menjadi semacam hutan keramat bagi nenek moyang kami, tidak bisa sembarang orang bisa masuk ke hutan ini. Hutan ini menjadi sumber air untuk sawah-sawah yang meliputi empat desa di sekitarnya. Namun uang ternyata bisa merubah segalanya,” tambahnya.

Pada awalnya Adi dan warga lain yang hidup di pinggir hutan menjual anggrek kepada para pedagang dan para kolektor. Ternyata anggrek-anggrek yang mereka jual memiliki nilai yang tinggi, bahkan beberapa anggrek malah bisa dijual seharga Rp 1.000 per helai.

Namun keberadaan anggrek makin hari makin langka ini disebabkan maraknya pembukaan hutan menjadi kebun sawit dan akasia. Belum lagi banyaknya pemilik modal yang membeli kebun masyarakat. Kawasan Muaro Jambi dengan topografi yang datar memang sangat ideal dilirik pengusaha untuk pembukaan kebun. Belum lagi lokasinya yang dekat dengan pelabuhan Talang Duku sehingga memudahkan pengangkutan hasil panen nantinya.

“Kami berlomba cepat dengan alat berat yang hendak membuka hutan. Begitu ada informasi akan adanya pembukaan lahan, kami langsung menuju lokasi dan membawa anggrek-anggrek yang masih bisa diselamatkan. Kadang kami terlambat. Kami terap memunguti anggrek-anggrek dari pohon yang bertumbangan.” Jelasnya.

Anggrek-anggrek yang telah mereka selamatkan ini kemudian di rawat di rumah masing-masing anggota. Mereka pun mencatat nama setiap anggrek dengan penamaan lokal. Dan mencari nama latinnya dengan mencocokkan setiap foto anggrek dari buku koleksi anggrek yang mereka miliki. ”Kami bukanlah orang sekolahan, jadi untuk mencari nama masing-masing anggrek dengan melihat buku dan internet. Untuk mengingatnya kami menyiapkan nama lokal,” sebutnya.

Jenis Anggrek dendrobium species, salah satu anggrek yang ada di Hutan Pematang Damar, Muaro Jambi. Foto : Elviza Diana

Jenis Anggrek dendrobium species, salah satu anggrek yang ada di Hutan Pematang Damar, Muaro Jambi. Foto : Elviza Diana

Anggrek alam membutuhkan alam untuk tempat hidupnya, upaya yang mereka lakukan akan sia-sia jika anggrek tersebut tidak mendapati rumahnya. “Bagi kami, anggrek alam haruslah tetap berada di dalam hutan dimana ia seharusnya hidup. Bila ia dipelihara dengan campur tangan manusia, keindahan warna yang dipancarkan akan berbeda. Tak jarang malah angrek-anggrek ini malah mati,” Edwar Sasmita selaku Ketua GMJB menegaskan niat mereka menjadikan Hutan Pematang Damar sebagai lahan konservasi anggrek.

Pembuatan Kanal Menyebabkan Kekeringan

Pembuatan kanal untuk perkebunan sawit di hutan Pematang Damar mengancam keberlangsungan pertanian padi setempat. Pekan lalu, petani menjebol tanggul dan kanal, karena mengganggu aliran air yang menghubungkan sawah, hutan, dan sungai.

”Pembuatan jalan dengan alat berat menutup jalur air. Sawah kami jadi terendam. Kami menjebol jalan itu untuk melancarkan jalan air,” ujar Tukiran, Ketua Kelompok Tani Bina Usaha, Desa Jambi Kecil, Maro Sebo, M

Menurut Tukiran, persawahan tadah hujan seluas hampir 200 hektar di wilayah itu sangat bergantung pada hutan Pematang Damar yang selama ini berfungsi sebagai kawasan resapan air. Sejak terputusnya areal pertanian dan hutan oleh kanal sawit, limpasan air di musim penghujan tidak terkendali. Begitu juga pada musim kemarau, sawah dikhawatirkan kering.

Ia menegaskan, pemerintah semestinya menjaga wilayah itu sebagai kawasan pertanian, bukan malah mengalihfungsikannya menjadi kebun sawit bagi kepentingan swasta. Padahal, produksi padi di wilayah itu tinggi. Sawah tadah hujan di Desa Jambi Kecil misalnya, seluas 185 hektar, menghasilkan produksi 500 ton gabah per tahun.

Dua alat berat yang sudah beroperasi ini sudah membuka jalan dan kanal sepanjang 1 kilometer menuju Hutan Pematang Damar. Salah satu alat berat masuk dari Desa Jambi Tulo untuk membangun kanal yang mengelilingi hampir 200 hektar kebun sawit yang dikelola PT Agro Bumi Lestari. Alat berat lain masuk dari Desa Mudung Darat.

Tak hanya menimbulkan persoalan di sektor pertanian, tokoh masyarakat Desa Jambi Kecil, Suhadi, mengatakan, pembukaan kebun sawit di hutan ini menimbulkan masalah bagi penduduk di desa sekitar, berupa banjir dan kekeringan. Desa itu antara lain Jambi Kecil, Jambi Tulo, Bakung, dan Mudung Darat.

”Hutan Pematang Damar satu-satunya daerah resapan air bagi desa kami,” ujar Adi Ismanto

Menurut Adi Wakil Ketua GMJB, diperlukan kebijakan daerah terkait pengelolaan hutan Pematang Damar sebagai areal konservasi. Tujuannya agar hutan tak semakin rusak. ”Untuk menjaga fungsi ekologis dan menghindari terjadinya konflik horizontal di tingkat masyarakat,” tuturnya.

Hutan rawa Pematang Damar terletak di Kecamatan Maro Sebo dengan luasan sekitar 240 hektar. Selain menjadi penyangga kehidupan, hutan ini merupakan habitat asli anggrek alam dan kalong besar. Hutan Pematang Damar, merupakan satu-satunya kerajaan bagi anggrek alam yang tersisa. Ratusan jenis anggrek tumbuh subur menempel di batan-batang pohon. Bahkan satu pohon bisa hidup beberapa rumpun anggrek dari bermacam-macam spesies.

Salah satu jenis anggrek yang sangat istimewa di Muaro Jambi adalah anggrek macan (Grammatophylum specosum). Anggrek ini berbeda dengan lainnya, karena berukuran besar, ada yang bahkan mencapai ketinggian empat meter. Anggrek macan ini termasuk jenis langka dan masuk dalam daftar tumbuhan dilindungi.

 Menunggu Persetujuan Bupati

 Sejak awal tahun 2015, GMJB sudah mengajukan usulan ke Bupati Muarojambi untuk menetapkan Hutan Pematang Damat menjadi lahan konservasi anggrek. Hutan Pematang Damar yang luasnya sekitar 240 hektar ini dikelilingi sawah-sawah tua yang sebagian tidak digarap lagi. Hutan ini menjadi penyangga kehidupan bagi desa-desa sekitar. Dan juga menjadi daerah resapan air yang mencegah terjadinya bencana lingkungan seperti banjir dan kekeringan.

Masyarakat setempat memanfaatkan  rotan dan rumbia sebagai bahan untuk membuat tikar dan ambung. Tidak hanya itu, hutan rawa ini juga menjadi tempat hidupnya ikan lokal seperti ikan gabus. “Konservasi bagi kami juga harus memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar dan juga pemda. Hutan Pematang Damar dengan keanekaragaman hayatinya bisa menjadi daya tarik wisata pendukung selain Candi yang letaknya berdekatan. Diharapkan ini akan meningkatkan roda perekonomian juga untuk masyarakat setempat,” sebut Edward.

Senada dengan itu, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Muaro Jambi, Nur Subiantoro menambahkan hutan Pematang Damar potensial dikembangkan sebagai lokasi wisata alam dan minat khusus yang terpadu dengan kompleks percandian Muaro Jambi. “Jaraknya berdekatan, sehingga bisa kita manfaatkan dalam paket wisata,” tuturnya.

Hingga saat ini usulan tersebut  mendapat respon yang positif dari Bupati Muaro Jambi.  Ri’adus Solihin  Anggota DPRD Muarojambi dari Komisi B menyebutkan pemerintahan kabupaten sudah memberikan sinyal kuat untuk menetapkan hutan tersebut menjadi kawasan konservai anggrek. Semoga saja bupati tergerak hatinya untuk menyelematkan anggrek dari kepunahan.

 


Menanti Rumah Untuk Anggrek Alam Di Hutan Pematang Damar was first posted on May 2, 2015 at 4:48 am.

Indonesia dan Jepang Lanjutkan Kerjasama Perdagangan Karbon

$
0
0

Sebagai salah satu negara penghasil emisi terbesar di dunia, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi dengan menerapkan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).

Melalui Perpres tersebut, Pemerintah mendorong kepada semua pihak untuk bersama-sama menekan emisi hingga serendah mungkin. Dengan emisi yang rendah, maka tujuan untuk mewujudkan negara hijau bisa semakin dekat.

Bentuk komitmen Pemerintah juga semakin terlihat setelah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjalin kerja sama dengan Pemerintah Jepang  dalam kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui perdagangan karbon dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM) yang telah dimulai sejak 2010 dan terus berlanjut hingga kini.

Implementasi kegiatan JCM dengan melibatkan instansi atau perusahaan yang ada di Indonesia, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta maupun pemerintah daerah.

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Kepala Sekretariat JCM Dicky Edwin Hindarto mengatakan kerja sama Indonesia dan Jepang dimotori oleh masing-masing kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Perkonomian Indonesia dan Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Keuangan Jepang.

“Kerja sama ini merupakan government to government (G to G), tapi dalam implementasinya adalah business to business (B to B). Karena itu, dalam kerja sama ini pemda bisa ikut terlibat di dalamnya,” tutur Dicky sesuai pertemuan 2nd JCM yang digelar di Hotel Aryaduta, Jakarta pada minggu kemarin.

Selama lima tahun dilaksanakan kerja sama, Dicky menjelaskan, sudah 93 proyek yang menyelesaikan feasibility studies (FS) dan sejak 2014 sudah ada 15 proyek yang dilaksanakan. Bahkan, ke-15 proyek tersebut statusnya saat ini sudah terdaftar (registered) di Pemerintah Indonesia.

Seluruh proyek yang sedang dilakukan FS dan sudah dilaksanakan tersebut, adalah proyek baru dan atau proyek yang hanya melakukan penggantian teknologi saja.”Jadi tidak seluruhnya proyek baru, tapi ada juga proyek existing yang hanya dilakukan penggantian teknologinya saja,” tutur Dicky.

Insentif Subsidi dari Jepang  

Sebagai negara yang mendukung langsung menurunkan emisi di Indonesia, Jepang memberikan insentif  subsidi langsung untuk perusahaan ataupun instansi yang terlibat dalam proyek JCM. Namun, insentif yang diberikan bukan dalam bentuk dana melainkan dalam bentuk hibah teknologi langsung.

“Subsidi diberikan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. Tapi tidak dalam bentuk dana tunai, melainkan teknologi langsung,” ungkap Dicky.

Adapun, instansi atau perusahaan yang sudah melaksanakan proyeknya adalah:

  1. PT PLN dan Konsorsium Sharp yang melaksanakan proyek Remote Auto Monitoring System for Thin-Film Solar Power Plant in Indonesia.Dari proyek ini diharapkan bisa diturunkan Emisi Gas Rumah Kaca mencapai 1.433 tCO2 /tahun;
  2. PT Pertamina dengan Konsorsium Yokogawa yag melaksanakan proyek Energy Saving by Optimum Operation at Oil Refinery. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 3.400 tCO2 /tahun;
  3. PT Pertamina dnegan Konsorsium Azbil yang melaksanakan proyek Utility Facility Operation OptimizationTechnology. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 58.000 tCO2 /tahun;
  4. PT Semen Indonesia Tbk dengan Konsorsium JFE Engineering Corporation yang melaksanakan proyek Power Generation by waste heat recovery in cement industry. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 122.000 tCO2 /tahun;
  5. PT Midi Utama Indonesia Tbk dengan Konsorsium Lawson yang melaksanakan Energy Savings at Convenience Store. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 33 tCO2 /tahun;
  6. PT Primatexco Industri dan Konsorsium Ebara Refrigeration yang melaksanakan Energy Saving for air conditioning at texxtile factory. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 117 tCO2 /tahun;
  7. PT Yamaha Motor Parts Manufacturing Indonesia, Hokuriko Techno Co.Ltd., PT Matahari Wasiso Utama dengan Konsorsium Toyotsu Machinery Corporation yang melaksanakan proyek Energy saving through introduction of regenerative burners to the alumunium holding furnace of the automotive components manufacturer. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 856 tCO2 /tahun;
  8. PT Telekomunikasi Selular dengan Konsorsium ITOCHU Corporation yang melaksanakan proyek Solar power hybrid System installation to existing base transceiver stations in off-grid area. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 2.786 tCO2 /tahun;
  9. PT Nikawa Textile Industry, PT Ebara Indonesia dengan Konsorsium Ebara Refrigeration Equipment & System Co. yang melaksanakn proyyek Energy saving for textile factory facility cooling by high efficiency centrifugal chiller. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 104 tCO2 /tahun;
  10. PT TTL Indonesia dengan Konsorsium Toyota Tsusho Corporation yang melaksanakan proyek Energy saving by double bundle-type heat pump. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 170 tCO2 /tahun;
  11. PT Indonesia Synthetic Textiles Miles (ISTEM), PT Easterntex, PT Century Textile Industry Tbk (CENTEX), PT Toray Industries Indonesia (TIN) dengan Konsorsium Toray Industries, Inc. yang melaksanakan proyek Reducing GHG emission at textile factories by upgrading to air saving loom. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 566 tCO2 /tahun;
  12. PT Primatexco dengan Konsorsium Ebara Refrigeration Equipments & Systems, Nippon Koei yang melaksanakan proyek Energy saving for air conditioning and process cooling at textile factory. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 107 tCO2 /tahun;
  13. PT Adib Global Food Supplies dengan Konsorsium Mayeakawa Manufacturing Co., Ltd yang melaksanakan proyek Project of introducing High Efficiency Refregerator to a Food Industry Cold Storage in Indonesia. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 120 tCO2 /tahun;
  14. PT Adib Global Food Supplies dengan Konsorsium Mayeakawa Manufacturing Co., Ltd yang melaksanakan proyek Project of introducing High Efficiency Refregerator to a Frozen Food Processing Plant  in Indonesia. Dari proyek ini diiharapkan bisa diturunkan Emisi GRK hingga 21 tCO2 /tahun.

Semua proyek FS tersebut, ditargetkan dapat menenurunkan emisi GRK sebesar 289.713 ton setara karbondioksida per tahun.

Meningkatkan Kesadaran Perusahaan

Menurut Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, proyek JCM yang sedang dilaksanakan sekarang di Indonesia menjadi program bagus karena bisa membantu Indonesia untuk menurunkan Emisi GRK.

“Ini juga bagus untuk mendorong perusahaan untuk menjadi green company. Semoga ke depan ini bisa terus meningkatkan kesadaran para pemilik usaha ataupun instansi dan lembaga. Semoga ke depan bisa menjadi lebih besar lagi,” ucap mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) tersebut.


Indonesia dan Jepang Lanjutkan Kerjasama Perdagangan Karbon was first posted on May 3, 2015 at 3:43 am.

Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan

$
0
0
 *Jalal, Reader on Political Economy and Corporate Governance  Thamrin School of Climate Change and Sustainability. Tulisan ini merupakan opini penulis.

 

Setiap tahun, majalah Time punya ritual yang sangat penting.  Dewan redaksinya memilih seratus tokoh yang dianggap punya kontribusi penting mewarnai dunia sepanjang setahun terakhir, lalu meminta para tokoh lainnya—yang mengenal baik mereka yang terpilih—untuk menuliskan esai pendek soal jasa mereka yang terpilih.

Karena kontribusi mewarnai dunia adalah sebuah kategori yang sangat luas, maka mereka yang terpilih bisa jadi bukan tokoh panutan, namun pengaruhnya sangat kuat dan tak bisa diabaikan.  Untunglah, selama bertahun-tahun penulis mengikuti daftar yang dikeluarkan, sebagian besar isinya bukanlah para perusak dunia.

Demikian juga daftar yang dikeluarkan Time pada edisi 27 April – 4 Mei tahun ini. Ada banyak tokoh yang punya kontribusi positif terhadap dunia, walaupun tetap ada di antara mereka para tokoh yang sesungguhnya berbuat kerusakan. Pandangan para penulis esai singkat yang menjelaskan peran masing-masing tokoh sendiri sangatlah subjektif, terutama karena majoritas penulisnya memang mengenal sang tokoh secara pribadi dan sangat dekat.

Dengan pendekatan itu, sesungguhnya pembaca juga diundang untuk memberikan sudut pandang subjektif atas para tokoh terpilih ini.  Bisa saja kita tak setuju dengan daftarnya, tetapi bila setujupun kita bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.

Tulisan ini sendiri hendak menimbang beberapa tokoh yang masuk daftar tersebut dari sudut pandang keberlanjutan, CSR, dan bisnis sosial, sesuai dengan bidang yang penulis geluti selama ini.  Kanye West, yang menjadi sampul majalah ini—ataupun istrinya yang juga masuk daftar, Kim Kardashian—tak jelas benar bagaimana kontribusinya pada dunia keberlanjutan, jadi tak akan didiskusikan di sini.

Kanopi hutan hujan tropis.  Foto: Rhett Butler

Kanopi hutan hujan tropis. Foto: Rhett Butler

Diskusi pertama adalah tentang kontribusi Tim Cook, sang CEO Apple.  John Lewis, aktivis HAM dan anggota kongres dari Partai Demokrat di AS, yang menuliskan esainya melihat jasa Cook dari keberaniannya menyatakan diri sebagai homoseksual, dan memperjuangkan persamaan hak kaum lesbian, gay, bisexual and transgender (LGBT) di dalam dunia korporasi.  Lewis menyatakan bahwa Cook adalah tokoh tanggung jawab sosial perusahaan karena itu.

Namun, jasa Cook terbesar untuk keberlanjutan dan CSR sesungguhnya jauh lebih besar dari itu. Cook adalah satu-satunya CEO yang pernah menyatakan secara lantang pembelaannya terhadap energi terbarukan.  Pada RUPS Apple 2 tahun lalu, seorang investor mempertanyakan komitmen Apple pada energi terbarukan, yang menurutnya disandarkan pada pengetahuan yang belum solid tentang perubahan iklim, dan ini berpotensi mencederai keuntungan perusahaan yang akan berakibat pada menurunnya dividen yang diterima pemegang saham.

Cook tak ragu menjawab pertanyaan itu.  Bukan saja menyatakan keyakinannya pada perubahan iklim antropogenik dan tanggung jawab perusahaan untuk menurunkan emisi, dia juga menyatakan bahwa dia tak menginginkan adanya uang investor yang tak peduli pada dampak perubahan iklim di dalam perusahaannya!

Di tangan Cook pula penyelidikan asal-usul timah yang dipergunakan untuk membuat ponselnya dilakukan, dan membuat Apple mendarat di Provinsi Bangka Belitung, Indonesia. Dari sudut pandang ini, Cook telah mendorong konsep extended CSR untuk dipraktikkan secara sungguh-sungguh, terutama terkait dengan rantai pasokan.

Kisah Elizabeth Holmes bisa terbaca seperti para jenius teknologi informasi.  Ia men-DO-kan dirinya di tahun kedua dari Universitas Stanford.  Mungkin karena kesamaan kisahnya dengan para raksasa teknologi informasi seperti Bill Gates dan Steve Jobs dan generasi sesudah mereka, Henry Kissinger melihat Holmes sebagai seorang visioner teknologi.

Apa teknologi yang dikembangkan perempuan cantik berumur 31 tahun ini? Pengujian segala penyakit yang bisa dideteksi dari darah. Dan bukan sekadar metode pengujian yang baru, melainkan juga harus sangat murah dan bisa dikerjakan dengan mobilitas yang sangat tinggi.  Dia melakukannya karena percaya bahwa perawatan kesehatan adalah bagian dari HAM.  Theranos, perusahaan sosial yang dibuatnya, kini sedang berusaha keras agar layanannya bisa diakses oleh seluruh dunia.  Dengan bekal utama yang dimiliki Holmes—sebagaimana yang digambarkan oleh Kissinger—yaitu “…fierce and single minded dedication with great charm….” setiap pojok dunia bisa berharap pada keajaiban teknologi dan tanggung jawab sosial yang dibawa oleh Theranos.

Chai Jing adalah kisah berikutnya.  Sama dengan Ma Jun yang menulis esai tentang dirinya, ia adalah seorang jurnalis.  Memanfaatkan keahliannya dalam menggali dan mempresentasikan data, Chai Jing membuat film dokumenter mengenai polusi yang terjadi di negeri asalnya, Cina.

Film berjudul Under the Dome itu baru saja dirilis awal tahun ini, namun hasilnya luar biasa.  Bukan saja masyarakat Cina dan pemerintahnya yang sangat tertarik dengan film tersebut lalu bertindak untuk mengatasi polusi, seluruh dunia menyaksikannya dan juga bertindak di tempat masing-masing.  Dalam bilangan hari, penonton filmnya mencapai 200 juta orang!

Yang sangat dahsyat dari kisah Chai Jing adalah bagaimana kemampuan jurnalisme investigatif digabungkan dengan isu-isu ilmu pengetahuan dan kebijakan publik yang kompleks bisa benar-benar diterima dan menggerakkan orang.  Ma Jun menyatakan bahwa bukan hanya pemerintah Cina membuka pintu perdebatan publik tentang polusi untuk pertama kalinya lantaran film itu, namun juga orang-orang yang tadinya sinis dan indiferen kini mulai berubah menjadi pejuang penanganan polusi.

Jurnalisme juga merupakan latar belakang John Oliver.  Namun, berbeda dengan Chai Jing yang memanfaatkan film dokumenter sebagai media pendidikan massa, Oliver punya acara televisi yang sangat popular, Last Week Tonight, di saluran HBO.  Acara tersebut ia pergunakan untuk membawakan isu-isu yang sangat serius, dengan cara yang kocak luar biasa.

Penulis esai tentang Oliver, Elizabeth Bierman adalah pimpinan Society of Women Engineers yang mendapatkan manfaat besar karena diangkat di acara Oliver.  Namun, dari sudut pandang keberlanjutan, jasa Oliver tidak datang dari situ.  Setelah ia mendapatkan informasi bahwa sesungguhnya 97% ilmuwan perubahan iklim sepakat tentang penyebabnya yang antropogenik, dia melancarkan kritik terhadap acara-acara TV lainnya yang berupaya menghadirkan pandangan ‘seimbang’ antara yang percaya dan yang tidak.  Keseimbangan pandangan—atau cover both sides dalam istilah jurnalisme—diwujudkan oleh banyak saluran TV lain dengan cara menghadirkan masing-masing wakil yang percaya dan yang tidak.  Menurut Oliver itu adalah kebodohan luar biasa.  Maka, di acaranya ia tampilkan 3 orang yang tak percaya dengan perubahan iklim antropogenik di satu sisi, melawan 97 orang di sisi lainnya.

Oliver juga terkenal dengan kata-katanya yang tajam terhadap korporasi yang tak beretika.  Ia membongkar perilaku industri rokok yang menjual produk mematikan itu kepada anak-anak—yang ia ambil kasusnya di Indonesia—dan yang menuntut berbagai negara yang ingin mempromosikan kesehatan warganya, terutama dengan perjanjian dagang.

Ia tampilkan iklan terbaru Marlboro di acaranya itu, dan ia nyatakan bahwa iklan tersebut adalah horse shit.  Ia bilang tak pantas Marlboro Man menjadi ikon produk rokok—yang empat di antaranya sudah meninggal karena penyakit terkait rokok—dan mengusulkan Jeff the Diseased Lung sebagai gantinya. Paru-paru rusak berpakaian koboi, menurut Oliver, lebih tepat menjadi maskot Marlboro.

Industri gula dan farmasi yang juga banyak melakukan tindakan tak terpuji juga ia bongkar habis-habisan.  Dengan caranya itu penontonnya bukan saja menjadi lebih sehat tubuhnya lantaran tawa yang tak kunjung selesai sepanjang acara, namun juga sehat benaknya lantaran pengetahuan kokoh yang ia berikan.

Thomas Piketty adalah penulis handal, selain tentu saja adalah seorang ekonom yang sangat handal.  Seandainya ia ‘hanya’ seorang ekonom handal, tentu buku teksnya yang setebal hampir 700 halaman, Capital in the 21st Century, tak akan bisa terjual lebih dari 500 ribu eksemplar dalam waktu yang sangat singkat.

Apalagi, tema yang diusungnya, yaitu ketimpangan pendapatan, boleh dikatakan tabu bagi kebanyakan ekonom.  Hanya mereka yang sekelas Joseph Stiglitz dan Paul Krugman saja yang selama ini berani menyentuhnya.  Tapi, ekonom Prancis berusia 43 tahun ini memang istimewa.  Ia tak khawatir menjadi tidak popular—dan penjualan bukunya sudah membuktikan bahwa dia memang tak perlu khawatir—lantaran ia percaya betul pada kebenaran ilmiah yang ia upayakan.

Kalau Karl Marx meyakini bahwa ketimpangan yang semakin memburuk adalah keniscayaan Kapitalisme, maka Piketty lah yang bisa membuktikannya dengan data time series sepanjang satu abad terakhir.  Ia mendapati bahwa pertumbuhan ekonomi (growth) yang bisa dinikmati kebanyakan orang tumbuh 1-1,5% per tahun, sementara hasil dari investasi (return on investment) yang hanya bisa dinikmati oleh pemilik modal tumbuh 4-5% per tahun.

Namun ia tak berhenti di situ, ia juga mengusulkan secara terperinci bagaimana ketimpangan itu bisa dikikis dan keadilan bisa diperoleh.  Oleh karena itu, menurut Grover Norquist yang menulis esai tentang dirinya, “Perhaps Piketty has brough not Marx but John Rawls back to center stage.”  Tentu, perjuangan untuk mencapai keadilan ekonomi mustahil tanpa melihat derajat kedalaman ketimpangan yang terjadi.  Mungkin Piketty adalah titisan Marx dan Rawls sekaligus, dan oleh karena itu dari dirinya kita bisa belajar banyak tentang keberlanjutan ekonomi dan sosial.

Paus Francis adalah seorang pastor yang sangat menarik.  Bukan saja ia sangat rendah hati dengan pengakuannya sebagai manusia pendosa, ia menyampaikan banyak sekali hal yang sangat dalam dengan cara yang ringan, bahkan kerap penuh canda.  Humor bukanlah ciri khas Gereja Katholik sebelum Francis duduk di tahta Vatikan, namun kini rasanya menjadi hal yang alamiah.

Apa yang dilakukan Francis untuk keberlanjutan sangatlah dahsyat.  Ia menyatakan bahwa perubahan iklim harus diatasi oleh seluruh umat manusia, termasuk umat Katholik.  Ini bukan saja pertanda ia menerima ilmu pengetahuan yang menjadi basis klaim tentang terjadinya perubahan iklim, ia juga menyatakan pentingnya transformasi hati dan benak manusia untuk mengatasinya.  Isu perubahan iklim bahkan ia masukkan ke dalam agenda resmi Gereja mulai tahun ini.

Dan, ketika organisasi pendusta perubahan iklim nomor satu di dunia, Heartland Institute, hendak mencegah jangan sampai Gereja Katholik mengeluarkan agenda dan pernyataan resmi tentang perubahan iklim, Paus Francis tak menggubrisnya.  Dengan begitu, ia telah menggembalakan umatnya dengan bijak, menghindari bencana yang sangat membahayakan bukan saja umatnya, tapi juga seluruh umatNya.

Masih ada beberapa kisah lagi yang bisa dipandang terkait dengan keberlanjutan. Kisah Chandra Kochhar, misalnya.  Ia adalah CEO dari ICICI Bank, yang merupakan bank swasta terbesar di India.  Bukan saja ia bisa membawa bank tersebut menjadi semakin besar pendapatan dan keuntungannya, namun ia juga berhasil menghadirkan layanan perbankan ke pedesaan yang tadinya tak terjangkau.  Ia memecahkan masalah akses permodalan masyarakat desa di seantero negerinya.

Emma Watson bukan ‘cuma’ Hermione Granger di serial Harry Potter.  Ia kini telah menjelma dari penyihir cilik menjadi pembela keadilan gender melalui kampanye HeForShe-nya.  Ia mengajak kaum pria memerangi ketidakadilan gender, dan untuk itu, ia pun telah didaulat untuk menyampaikan pemikirannya di Davos.  Pidatonya di PBB  kini telah ditonton lebih dari 8 juta kali.

Vikram Patel adalah seorang psikiater yang sangat sadar bahwa orang-orang miskin yang mengalami masalah kejiwaan kerap tak bisa mendapatkan pertolongan psikiatri.  Ia mendirikan LSM bernama Sangath dan juga Center for Global Mental Health di London untuk keperluan tersebut.  Ia mengajari kepada kita semua rasa cinta dan hormat kepada mereka yang mengalami masalah kejiwaan.

Terakhir, remaja putri berumur 17 tahun yang telah dianugerahi Nobel Perdamaian tahun lalu, Malala Yousafzai, juga merupakan tokoh keberlanjutan dan keadilan yang penting.  Ia memperjuangkan pendidikan untuk anak-anak perempuan di negerinya, lalu menjadi ikon pendidikan untuk anak-anak di seluruh negara berkembang.

Kisah perjuangannya yang gigih itu bahkan tak berhenti ketika Taliban menembak kepalanya hingga ia terluka parah.  Dari Inggris, tempatnya menuntut ilmu sekarang, ia terus berjuang untuk keadilan dan hak memperoleh pendidikan. Ia adalah bukti nyata bahwa sesungguhnya tak pernah ada kata terlalu muda untuk menjadi agen perubahan dunia ke arah yang lebih baik.

Kisah-kisah di atas adalah tentang kemuliaan yang datang dari kesadaran mengenai keberlanjutan dan/atau keadilan serta usaha keras untuk mewujudkannya. Namun, seperti yang dinyatakan di bagian awal tulisan ini, pengaruh besar bisa juga berarti negatif.

Charles dan David Koch, atau yang lebih dikenal sebagai Koch Bersaudara, juga nangkring di daftar Time 100 tahun ini. Penulis esainya Rand Paul, adalah seorang senator AS dari Partai Republik yang telah menyatakan diri sebagai kandidat Presiden AS pada pemilu tahun depan. Yang dituliskan Paul tentang Koch Bersaudara bukan sekadar puja dan puji yang kelewatan, namun benar-benar adalah kebohongan luar biasa.

Di situ Koch Bersaudara dinyatakan terkenal di antaranya karena filantropi dan lobi yang konsisten untuk menentang special interest politics.  Ini jelas kebohongan luar biasa yang dinyatakan secara telanjang.  Terlampau banyak publikasi ilmiah yang sudah menemukan bahwa Koch Bersaudara adalah pendana utama organisasi-organisasi penyangkal (denier) dan penunda (delayer) tindakan atas perubahan iklim.

Studi Robert Brulle bertajuk Institutionalizing Delay: Foundation Funding and the Creation of US Climate Change Counter-Movement Organizations (2013) menemukan bahwa dana yang diguyurkan untuk aktivitas penyesatan informasi tentang perubahan iklim mencapai lebih dari USD900 juta setiap tahunnya, dan banyak di antaranya yang bisa dilacak kepada Koch Bersaudara.

Alih-alih philanthropy—yang dari asal katanya berarti cinta kepada kemanusiaan—apa yang dilakukan oleh Koch Bersaudara mungkin bisa dikatakan sebagai villainthropy, atau musuh dari kemanusiaan.  Koch Bersaudara memang musuh kemanusiaan, seperti juga Kim Jong Un dan Benyamin Netanyahu yang juga masuk ke dalam daftar Time 100 tahun ini.

 


Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan was first posted on May 4, 2015 at 2:03 am.

Sektor Perikanan dan Kelautan Kini Didukung Penuh Industri Keuangan

$
0
0

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk mendukung pembangunan sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman yang saat ini menjadi core dari program pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Komitmen itu dilakukan dengan menginisiasi pemberian kredit dari industri keuangan non bank (IKNB) untuk sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman.

Menurut OJK, saat ini sudah ada 12 perusahaan pembiayaan yang siap mengucurkan kredit untuk sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman. Selain itu, masih ada juga 20 perusahaan asuransi jiwa dan 2 asuransi umum serta 3 Perusahaan Penjamin Kredit Daerah (Jamkrida).

“Keterlibatan lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa memicu pemberian kredit untuk sektor kelautan, perikanan dan kemaritiman. Kita harapkan mereka ikut mengembangkan sektor tersebut yang masih belum banyak digarap,” ujar Deputi Komisioner Pengawas I IKNB Edy Setiadi dalam acara Media Briefing yang digelar, Senin (4/5) di Kantor OJK di Jakarta.

Nelayan melaut. Seraya melaut mereka sambil menjaga kawasan dari praktik-praktik merusak lingkungan. Foto: Indra Nugraha

Nelayan melaut. Seraya melaut mereka sambil menjaga kawasan dari praktik-praktik merusak lingkungan. Foto: Indra Nugraha

Dia menjelaskan, melalui inisiasi yang dilakukan OJK, pihaknya berharap kucuran kredit dari IKNB untuk sektor kelautan, perikanan dan kemaritiman bisa meningkat hingga 30 persen. Sehingga, pada tahun ini diharapkan akan ada penambahan sebesar Rp500 miliar atau total menjadi Rp2,2 triliun untuk kredit sektor tersebut.

“Pada tahun 2014 kredit dari IKNB yang dikucurkan untuk sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman mencapai Rp1,7 triliun atau baru 0,7 persen dari total pembiayaan IKNB,” ucap Edy.

Edy menjelaskan, seiring dengan komitmen dari Presiden Jokowi untuk mengembangkan sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman, OJK akan mengawalnya hingga bisa terwujud program nawacita seperti yang termaktub dalam core program pemerintahan sekarang. Menurutnya, program tersebut sangat bagus karena bisa mengangkat sektor tersebut yang selama ini masih dianaktirikan.

“Padahal, dengan garis pantai yang sangat panjang, potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar. Ini harusnya sudah dikembangkan sejak lama,” jelas Edy menyebut garis pantai Indonesia yang mencapai 95.181 ribu km atau terpanjang kedua di dunia setelah garis pantai di Kanada.

Petakan Potensi Bisnis Sektor Perikanan dan Kelautan

Menurut Edy, potensi bisnis di sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman saat ini sangat bagus. Teurtama, karena sektor tersebut memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari penelitian yang sudah digarap oleh tim pengawas IKNB OJK, potensi yang ada mencakup untuk pembiayaan modal kerja, investasi untuk kapal, alat tangkap ramah lingkungan, alat angkut kendaraan bermotor, mesin tempel dan peralatan tangkap, investasi untuk SPBU nelayan dan SPBU terapung, dan investasi untuk pembangunan pabrik mini pengolahan ikan.

“Itu adalah pembiayaan yang bisa dilakukan untuk sektor kelautan dan perikanan. Kita harapkan IKNB bisa merespon dengan baik, sehingga ke depan sektor tersebut bisa menjadi bankable. Kalau sudah demikian, perkembangannya akan semakin baik,” ungkap dia.

Edy menjelaskan, untuk tahap awal, IKNB akan membiayai sektor kelautan dan perikanan di 7 kota yang ada di berbagai pulau. Berikut rinciannya:

  1. Bali. Mencakup untuk pemindangan ikan, termasuk di dalamnya pengawetan ikan yang baru ditangkap dari laut;
  2. Yogyakarta. Pengelolaan dan pengalengan ikan di Bantul dan Sadeng;
  3. Batam. Pengembangan koperasi nelayan setempat;
  4. Makassar. Ini tentang industri galangan kapal (kecil) dan penjualan ikan serta kemasannya;
  5. Kendari. Pengembangan kawasan industri terpadu untuk perikanan dan kelautan, termasuk fillet ikan dan kemasan;
  6. Sukabumi. Penataan tempat pelelangan ikan; dan
  7. Sibolga. Pengembangan industri pengolahan ikan.

Sektor yang Terpendam

Walau menjadi program primadona saat ini, namun kenyataannya sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman diakui masih tertinggal perkembangannya dibanding sektor lain. Bahkan, sektor tersebut saat ini penggarapannya diakui masih belum maksimal oleh. Pengakuan itu diungkapkan Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis.

“Potensinya sangat besar di sektor tersebut, namun sayang masih belum digarap maksimal. Dengan bergulirnya nawacita, Presiden meminta agar industri keuangan baik bank dan non bank untuk ikut berkontribusi pada sektor tersebut,” tutur Irwan di Kantor OJK.

Menurut Irwan, saat ini industri keuangan sebenarnya sudah ikut berkontribusi untuk sektor tersebut. Industri keuangan bank (IKB) pada 2014 sudah mengucurkan pembiayaan untuk sektor tersebut sebesar Rp17,9 triliun atau baru 0,49 persen dari total pembiayaam perbankan nasional. Begitu juga dengan industri keuangan non bank (IKNB) yang baru mengucurkan Rp1,7 triliun atau baru 0,7 persen dari total pembiayaan IKNB pada 2014.

Namun, meski ada rujukan langsung dari Presiden, sektor perikanan, kelautan dan kemaritiman tetap menyimpan potensi resiko yang sangat besar dalam industri keuangan. Karena, sektor tersebut hingga saat ini masih sangat bergantung pada iklim yang selalu berubah.

“Tapi itu bisa disiasati oleh IKNB sebenarnya. Tinggal bagaimana sekarang siasat itu bisa berjalan baik. Yang terpenting adalah bagaimana pengawasannya bisa berjalan baik. Karena, sektor tersebut juga terdiri dari beragam pelaku. Ada nelayan, pengusaha dan industri perkapalan,” tandas dia.


Sektor Perikanan dan Kelautan Kini Didukung Penuh Industri Keuangan was first posted on May 5, 2015 at 2:12 am.

Inilah Perkembangan Komitmen PT Semen Padang: Perusahaan Komit Atas Kerusakan Rumah Warga

$
0
0

Warga komplek perumahan Home Owner (HO) di RW V, VI dan VII Ranah Cubadak, Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, sedikit bernafas lega pasca kegiatan inventarisasi dan identifikasi kerusakan mereka akibat debu pabrik semen padang beberapa waktu yang lalu yang dilakukan oleh tim terpadu. Tim itu mengunjungi 569 rumah warga untuk melihat jenis kerusakan dan mengumpulkan informasi mengenai debu pabrik PT. Semen Padang.

Tim melaporkan hasilnya kepada Para Pihak yang bersengketa dan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta pada Rabu (22/04/2015). Tim melaporkan didampingi perwakilan Biro CSR, Biro PU, Biro Hukum dari PT. Semen Padang, Bapedalda Kota Padang, Bapedalda Propinsi Sumbar, perwakilan warga komplek perumahan HO Ranah Cubadak, Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Andalas, WALHI Sumatera Barat dan difasilitasi oleh Deputi Bidang Penaatan Hukum melalui Asisten Deputi Penaatan Hukum KLHK.

 

Kepulan asap hitam keluar di salah satu pabrik PT. Semen Padang (27/08/2014), yang berdampak buruk bagi  masyarakat di sekitar pabrik. Foto: Riko Coubut

Kepulan asap hitam keluar di salah satu pabrik PT. Semen Padang (27/08/2014), yang berdampak buruk bagi masyarakat di sekitar pabrik. Foto: Riko Coubut

 

Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian proses penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan antara PT. Semen Padang  dan warga komplek perumahan HO Ranah Cubadak yang terdampak debu pabrik semen padang dan menimbulkan kerusakan rumah mereka.

“Kami menginginkan proses pelaksanaan penyelesaian sengketa lingkungan ini dilakukan secara maksimal sehingga masalah ini dapat teratasi dan tidak terulang dikemudian hari. Selanjutnya kami berharap kepada para pihak yang bersengketa, agar saling mendukung dalam percepatan pelaksanaannya perbaikan rumah-rumah masyarakat yang rusak nantinya,” kata Asisten Deputi Penaatan Hukum KLHK, Jasmin Ragil Utomo.

Dalam pertemuan tersebut Ragil juga kembali mengingatkan PT. Semen Padang tentang hasil kesepakatan bersama, dimana perusahaan diberikan batas waktu tiga bulan untuk menyusun rencana anggara biaya (RAB) perbaikan rumah masyarakat terdampak. Sehingga pada pertengahan Juli 2015, perusahaan mesti melaporkan pembuatan RAB tersebut kepada KLHK untuk ditelaah bersama kedua belah pihak, Tim Indentifikasi dan KLHK.

KLHK bersama Bapedalda Kota Padang dan Bapedalda Propinsi Sumbar akan mengawasi rangkaian pelaksanaan kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini hingga tuntas dan perusahaan tidak lalai dalam melakukan kegiatan produksi semen di daerah tersebut.

Jasmin mengatakan KLHK juga meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap operasional pabrik PT. Semen Padang serta menyarankan pemberian teguran atas kelalaian yang telah ditimbulkan.

 

Tim inventarisasi dan identifikasi mendengarkan penjelasan masyarakat tentang kerusakan rumah akibat dampak debu semen dari pabrik PT Semen Indonesia Foto: Riko Coubut

Tim inventarisasi dan identifikasi mendengarkan penjelasan masyarakat tentang kerusakan rumah akibat dampak debu semen dari pabrik PT Semen Indonesia Foto: Riko Coubut

 

Kepala Bapedalda kota Padang Edi Hasmi, merangkap ketua tim identifikasi dan verifikasi kerusakan rumah masyarakat, memaparkan sejak Oktober 2014, tim telah bekerja memeriksa 561 dari 569 rumah. Delapan rumah tidak diperiksa karena status rumah telah disita oleh pihak bank, berganti menjadi bangunan lain, dan telah dijual.  Teridentifikasi sebanyak 23 rumah dalam kondisi rusak berat, 515 rumah rusak sebahagian, 7 rumah rusak ringan dan 16 rumah dalam kondisi baik, artinya telah diperbaiki oleh pemiliknya.

Data tersebut telah disepakati PT. Semen Padang, masyarakat dan anggota tim. Agar perbaikan rumah nantinya sesuai standar, pelaksanaannya didampingi oleh tim independen dibidang teknik sipil.

“Setelah dilaporkannya hasil identifikasi dan verifikasi terhadap kerusakan rumah masyarakat komplek perumahan HO Ranah Cubadak kepada para pihak maka tugas tim ini telah selesai. Kami berharap perusahaan menindaklanjuti laporan tersebut,” kata Edi.

Bapedalda Kota Padang akan terus mengawasi pelaksanaan kesepakatan dan melakukan pengawasan operasional perusahaan, baik dalam bentuk kegiatan inspeksi lapangan, meminta laporan rutin serta melakukan pemantauan atas debu semen yang menjadi keluhan masyarakat.

Kepala Biro Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Semen Padang, Iskandar Z. Lubis menekankan bahwa segera memperbaiki rumah warga terdampak, dimulai dari rumah yang rusak berat. Maka jika berdasarkan hal itu, maka perusahaan akan dapat dengan segera memperkirakan owner estimate sebelum dilaksanakannya tender. Laporan dari tim Identifikasi dan Inventarisasi menjadi rujukan penyusunan anggaran perbaikan sesuai jenis kerusakan rumahnya.

Iskandar menambahkan bahwa perusahaan secepatnya menyusun anggaran, jika perlu tidak sampai tiga bulan. Dia berharap warga tidak berpikir negatif karena adanya proses pengajuan anggaran di perusahaan. Laporan tim segera disampaikan kepada direktur perusahaan.

Perwakilan warga merasa puas atas sikap pro-aktif KLHK menuntaskan permasalahan mereka secara efektif.  Korinto Santo, selaku koordinator perwakilan warga berharap perbaikan rumah dilaksanakan sesuai tenggat waktu yang disepakati, meski laporan yang selesai Februari 2015 baru dilaporkan. Dia berharap perusahaan memprioritaskan penyelesaian permasalahan ini.

Warga sepakat perbaikan dimulai pada rumah yang rusak berat lebih dahulu, kemudian langsung dilanjutkan dengan perbaikan rumah yang lain setelah tiga bulan penyusunan anggaran untuk keseluruhan perbaikan rumah terdampak.

 


Inilah Perkembangan Komitmen PT Semen Padang: Perusahaan Komit Atas Kerusakan Rumah Warga was first posted on May 5, 2015 at 4:11 am.

SD Ini Menebarkan Cinta Lingkungan Kepada Muridnya

$
0
0

Udara dingin dan kabut putih mulai turun di kaki Bukit Suroloyo, Wonolelo, Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Sabtu (02/05/2015). Terlihat aktivitas belajar mengajar di Sekolah Dasar Kanisius Kenalan.

Di sekolah yang terlihat asri dengan berbagai tanaman seperti terong, gambas, cabe, pisang dan singkong, FX Fri Harna bersama beberapa siswa Sekolah Dasar Kanisius Kenalan bersiap belajar membuat pupuk organik.

“Ini pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terintegrasi dengan Matematika Agraria dan Bahasa Agraria. Tujuannya mengenalkan mereka tentang lingkungan tidak hanya dalam teori di buku tapi praktiknya secara nyata,” kata Fri.

Aktivitas belajar guru dan murid SD Kenalan membuat pupuk organik dan mengemasnya. Photo : Tommy Apriando.

Aktivitas belajar guru dan murid SD Kenalan membuat pupuk organik dan mengemasnya. Photo : Tommy Apriando.

Pelajaran IPA didapat dengan mempelajari nama tetumbuhan untuk membuat pupuk, belajar fermentasi dan proses kimianya. Dengan menghitung takaran pembuatan pupuk, jumlah botol kemasan penampung pupuk cair, hitungan modal dan keuntungan penjualan, siswa belajar matematika.

Satu jerigen berkapasitas 20 liter berisi larutan pupuk organik siap dikemas. Murid-murid mengambil peran masing-masing. Ada yang menyaring endapan pupuk, menuangkannya dan memasukkannya ke dalam botol kemasan.

“Botol didapatkan dari hasil memungut sampah di jalan. Sembari berangkat sekolah beberapa murid dan guru memungut sampah dan memilahnya setelah sampai di sekolah,” kata Fri.

Bau rempah-rempah seperti jahe, kencur dan kunyit begitu terasa dari pupuk cair yang diproses selama tiga minggu. Pupuk cair yang diberi nama “Ji Thul” yang berasal dari kelompok anak tani “Wiji Thukul” SD Kenalan, terbuat dari bahan alam yang dirancang untuk mencukupi nutrisi tumbuhan secara berimbang dan ramah lingkungan. Setiap dua tutup botol air mineral dicampur dengan 10 liter air.

“Untuk sayuran dan tanaman hias seminggu sekali 0,10 liter tanaman. Untuk tanaman holtikultura seminggu sekali 0,25 liter dan untuk yang sudah berbuah 1 liter per minggu,” ujar Fri.

Dia bercerita, ide membuat pupuk organik dimulai tahun 2012. Berawal dari membaca buku tentang agraria dan pertanahan. Fri Harna dan guru-guru lainnya di SD Kenalan merasa perlu bertindak konkrit untuk menyelaraskan antara pendidikan dengan  lingkungan sekitar. Selain karena kondisi orang tua murid yang mayoritas petani dan letak geografis sekolah di lereng bukit yang rentan bencana longsor.

“Pupuk kimia akan memberikan dampak rusaknya kualitas tanah. Selain itu, mahalnya pupuk organik di pasaran menjadi tantangan untuk menunjukkan bahwa organik itu murah dan baik untuk lingkungan,” kata Fri Harna.

Pupuk organik cair Ji Thul buatan siswa SD Kenalan yang sudah dikemasi dan siap untuk dijual di pasar. Foto : Tommy Apriando.

Pupuk organik cair Ji Thul buatan siswa SD Kenalan yang sudah dikemasi dan siap untuk dijual di pasar. Foto : Tommy Apriando.

Mereka berharap dengan belajar pembuatan pupuk organik dan menjualnya ke pasar tradisional, mengajarkan murid untuk merencanakan hidup dan mengatur kebutuhan hidup. Dengan menjual pupuk ke orang tua dan orang lain di pasar, murid berinteraksi langsung yakni tawar-menawar.

Integrasi Pelajaran

SD Kanisius Kenalan berusaha menghindari konsep pembelajaran teoritis yang semu dengan mengaitkan pembelajaran langsung dengan lingkungan. Praktik menjadi keseharian murid dalam belajar.

“Di sekolah ini konsepnya adalah sekolah lingkungan, dan harapannya lingkungan terus lestari,” kata Fri.

Tidak hanya pupuk organik, murid juga belajar membuat kompos. Sampah hasil bebersih di sekolah dan sekitar rumah, dipilah oleh murid. Sampah organik dibuat kompos, dan sampah plastik dibuat kerajinan tangan dan dekorasi oleh murid.

Botol, kaleng, panci dan lainnya digunakan untuk alat musik. “Blekotek” nama kelompok musiknya. Semua alat musiknya dari barang bekas dan lagu-lagu yang dibawakan selalu mengusung tema lingkungan. Lirik dan aransemen lagu dibuat murid sendiri dengan arahan guru. “Lagu-lagunya lebih banyak tentang air, binatang dan alam,” kata Fri.

Y.O Maryono atau akrab disapa Pak Guru Simus mengatakan sabawana menjadi aktivitas rutin murid. Saba berarti berjalan-jalan sambil belajar dan wana berarti hutan. Kegiatan ini bertujuan agar murid melihat langsung kondisi hutan, satwa yang ada  di hutan, mengenal tumbuhannya dan tentu pesan lingkungan diajarkan kepada siswa. Menurut Simus, pembelajaran lingkungan menyatu dengan alam akan mendekatkan anak agar lebih peduli, memperhatikan, meneliti, mengamati, cermat melihat, tepat mencatat dan mendengarkan dengan rasa.

“Tahun 2014 Sabawana di Bukit Gajah Mungkur dan 2015 di Bukit Gempal,” kata Simus.

Bukit Gempal dipilih karena disana ada banyak kera (Macaca fascicularis) yang dianggap warga sekitar bukit sebagai musuh dan hama. Padahal persoalannya adalah karena tumbuhan pakan kera di atas banyak yang habis. Sehingga direncanakan kegiatan bersama masyarakat sekitar dan pemerintah untuk menanam tanaman pakan kera di atas bukit agar kera tidak lagi merusak tanaman warga sekitar.

“Selain berkurangnya tanaman pakan monyet, dampak karena semakin hilangnya predator juga menjadi soal,” katanya.

Tanaman sayuran siswa SD Kenalan menggunakan pupuk organik. Foto : Tommy Apriando.

Tanaman sayuran siswa SD Kenalan menggunakan pupuk organik. Foto : Tommy Apriando.

Selain Sabawana ada juga kegiatan tilik belik yakni melihat dan mengamati mata air. Ada banyak mata air di sekitar sekolah.  Pada awalnya warga sekitar bukit Suroloyo tidak tahu jika air dan sumber air harus dijaga. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam setahun, yakni disaat musim kemarau dan musim hujan. Adapun tujuannya agar murid bisa membandingkan kondisi air diantara kedua musim tersebut. Siswa akan mencatat, melihat langsung, membersihkan di area sekitar mata air dan mendoakan agar mata air terus baik dan lestari.

“Di lapangan murid diajarkan bagaimana bumi harus lestari, sehat dan berhemat energi dan air,” tambah Fx. Fri Harna.

Di Desa Wonolelo ada 3 mata air besar yang digunakan warganya.  Di Dusun Sawit ada 2 sungai besar dan 8 sumber mata air. Dusun Gempal ada 5 mata air. Selain mendata jumlah mata air, murid juga diajarkan menghitung berapa keperluan air setiap orang tiap hari, berapa jika harus beli dan bagaimana menjaganya agar terus lestari.

Aktivitas Remen Peken

Setiap Sabtu Legi, murid SD Kenalan akan melakukn “remen peken” yaitu beraktivitas di pasar tradisional untuk mencintai pasar tradisional.  Sebagai pelaksanaan pembelajaran lingkungan tema pasar,   kegiatan dilakukan dengan berbagai pendekatan, mulai dengan bermain musik blekothek dan menjual produk seperti hasta karya murid dan pupuk organik. Murid akan wawancara langsung dengan para penjual atau pedagang.

“Pasar tradisional sebagai ruang belajar, sosial dan ekonomi semakin surut. Mengenalkan kepada anak sebagai bentuk kecintaan dan mengangkat pasar sebagai ruang eduksi menarik,” kata Fri Harna.

SD Kenalan mempunyai konsep Balai Tani Anak Menoreh yaitu bangunan untuk pembuatan kompos dan kandang kambing.

Fri Harna melihat kelestarian bumi dan konsep belajar dekat dengan lingkungan adalah harga mati. Sekolah agar menjadi tempat belajar sekaligus memecahkan persoalan masyarakat sekitar yang berprofesi petani dan menjaga lingkungan.

“Apa yang kami lakukan ini belum sempurna dan dan memerlukan perbaikan. Harapannya dari waktu kewaktunya bisa menjawab persoalan yang ada dan saling berbagi untuk manusia, alam dan bumi ini,” tutup Fri.


SD Ini Menebarkan Cinta Lingkungan Kepada Muridnya was first posted on May 6, 2015 at 6:13 am.

Miris, Kakatua Diselundupkan Dalam Botol Plastik

$
0
0

Sebanyak 24 kakatua jambul kuning gagal diselundupkan ke Surabaya melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, setelah polisi dari Polres Pelabuhan Tanjungperak Surabaya mencurigai pelaku yang baru turun dari kapal KM Tidar jurusan Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta, pada Senin (04/05/2015).

Kasubbag Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya AKP Lily Djafar mengatakan, penangkapan pelaku penyelundupan kakatua ini setelah petugas kepolisian mendapati penumpang yang membawa 2 ekor burung yaitu kakatua jambul kuning dan bayan hijau, dengan dimasukkan ke dalam botol air mineral. Setelah diinterogasi dan dilakukan pencarian, akhirnya ditemukan 22 ekor lainnya di atas kapal dalam kondisi di masukkan dalam botol air mineral.

“Waktu kami tangkap ada yang hidup dan ada yang setengah mati, mungkin karena perjalanan 5 hari dari Papua dan Maluku Utara dan burung-burung itu disekap dalam botol air mineral,” kata Lily kepada Mongabay-Indonesia.

 

Burung kakaktua jambul kuning diselundupkan dalam botol  plastik air minum diamankan petugas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak  Surabaya. Foto : Petrus Riski

Burung kakaktua jambul kuning diselundupkan dalam botol plastik air minum diamankan petugas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Foto : Petrus Riski

 

Penangkapan pelaku penyelundupan satwa melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ini merupakan yang ketiga dalam dua bulan terakhir. Sebelumnya Polres Pelabuhan Tanjung Perak juga menggagalkan penyelundupan satwa yang dimasukkan dalam pipa paralon.

“Pelaku yang juga penumpang atas nama Mulyono, kita masih kembangkan kasus ini untuk mencari kemungkinan keterlibatan ABK atau yang lainnya, kalau terkait kami akan panggil juga untuk dimintai keterangan,” ujarnya.

Kepada polisi Mulyono yang berasal dari Mojokerto, mengaku mendapatkan dua burung yang dibawanya dari seorang teman di Ambon, dan akan memeliharanya sesampai di rumah. Sedangkan 22 burung yang ditemukan di atas kapal tidak diakui Mulyono sebagai miliknya.

“Tersangka dijerat dengan pasal 21 ayat 2 huruf a jo pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Juga akan dijerat dengan pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar,” tutur Lily.

 

Pelaku diinterogasi polisi dengan barang bukti burung  kakaktua dalam botol plastik air minum. Foto : Petrus Riski

Pelaku diinterogasi polisi dengan barang bukti burung kakaktua dalam botol plastik air minum. Foto : Petrus Riski

 

Saat ini barang bukti berupa burung kakatua jambul kuning telah diserahkan ke BKSDA Jawa Timur, untuk dilakukan penyelamatan terhadap satwa yang masih hidup. Polres Pelabuhan Tanjung Perak kata Lily, sedang berkoordinasi dengan Kepolisian tempat asal pengiriman burung ini agar memperketat pengawasan, untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.

“Disini ada X-Ray, tapi untuk barang-barang penumpang yang akan naik. Kalau barang penumpang yang turun tidak ada X-Ray, jadi itu karena kejelian anggota kami saja yang ada di lapangan,” imbuh Lily.

 

Lemahnya Pengawasan

Lembaga Protection of Forest & Fauna (Profauna) menilai masih maraknya penyelundupan satwa liar dilindungi melalui pelabuhan, merupakan bukti masih lemahnya pengawasan dan pengamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Kontrol terhadap penumpang khususnya barang yang dibawa harus diperketat, terutama pada pelabuhan tempat asal pengiriman satwa, seperti Papua dan Maluku.

“Kami mendesak otoritas pelabuhan di Papua, Maluku dan Maluku Utara untuk memperketat  kontrol terhadap penumpang di kapal, yang membawa barang yang diduga berisi satwa liar. Kami minta semua jenis satwa liar apapun itu harus ditolak. Kalau tidak ditolak, maka akan selalu terjadi penyelundupan,” papar Rosek Nursahid, Pendiri dan Ketua ProFauna.

Selain mendesak pengetatan pengawasan oleh otoritas pelabuhan, Rosek juga meminta Kementerian Perhubungan untuk mengeluarkan peraturan berupa surat edaran kepada semua pengusaha transportasi umum, seperti kapal laut, kereta api, dan bus umum, untuk melarang atau menolak penumpang yang membawa satwa liar.

“Pengangkutan satwa kebanyakan menggunakan transportasi umum, seperti bus, kapal, dan kereta api, tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi. Kalau tidak melibatkan Kementerian atau Dinas Perhubungan di daerah, kami khawatir upaya penyelundupan ini akan terus terjadi dan lebih parah lagi,” ungkapnya.

Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menurut catatan ProFauna merupakan salah satu jalur penting, dalam rantai perdagangan burung nuri dan kakatua asal Papua dan Maluku Utara. Dalam 5 bulan terakhir sudah terungkap 5 kali upaya penyelundupan satwa liar lewat Pelabuhan Tanjung Perak. Sebagian besar burung yang diselundupkan dari Indonesia timur ke Jawa, melewati pelabuhan Tanjung Perak yang kemudian didistribusikan ke jaringan perdagangan satwa di Surabaya, Malang, Jember, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.

“Pola dan metode itu sudah terjadi sejak 2002, dan ternyata tidak banyak berubah hingga 2015. Hal ini menunjukan masih lemahnya pengawasan di pelabuhan tempat asal burung tersebut,” tukas Rosek.

Selain sarat kekejaman terhadap satwa, upaya penyelundupan seperti itu rawan mengakibatkan satwa mati. Profauna memperkirakan 40 persen satwa yang diperdagangkan dengan metode pengangkutan seperti itu pada akhirnya mati.

“Pencegahan pengangkutan satwa liar menggunakan transportasi umum dengan tidak dilengkapi surat ijin, ini akan melindungi masyarakat dari potensi tertularnya penyakit zoonosis yang bisa menular dari satwa ke manusia,” tandasnya.

Sejauh ini pengamanan dan alat pendeteksi di pelabuhan belum secanggih di bandara, yang dapat mendeteksi barang-barang berbahaya dan terlarang dari penumpang. Banyaknya kejadian penyelundupan satwa yang terungkap di Surabaya, memungkinkan banyaknya kasus yang terjadi di daerah lain belum dapat terungkap.

Selain itu dengan terungkapnya kasus ini menandakan praktek perburuan dan perdagangan satwa liar di daerah asal pengiriman, juga sangat bebas dan tinggi intensitasnya tanpa ada upaya yang cukup serius dilakukan oleh pemerintah maupun aparat keamanan.

“Petugas harus dilatih pula untuk mengidentifikasi teknik-teknik penyelundupan satwa. Kalau tidak mereka tidak akan peka. Petugas di bandara, pelabuhan, stasiun dan terminal, harus dilatih mendeteksi indikasi kejahatan terhadap wildlife crime,” imbuh Rosek.

ProFauna lanjut Rosek juga menagih kembali komitmen Panglima TNI yang pernah menjanjikan akan melarang prajurit TNI untuk mengangkut, membawa atau pun memelihara satwa yang berasal dari Indonesia bagian timur.

“Kakatua dan nuri disana itu banyak yang dibeli oleh pejabat, baik pemerintah maupun militer, ini kenyataan yang masih terjadi. Kami menagih komitmen Panglima TNI,” pungkas Rosek.

 

 

 


Miris, Kakatua Diselundupkan Dalam Botol Plastik was first posted on May 6, 2015 at 10:21 am.

Perempuan Jogja Dukung Gerakan Perempuan Kendeng Penyelamat Sumber Daya Alam

$
0
0

Perempuan Rembang dan Pegunungan Kendeng mendapat dukungan dari para perempuan Yogyakarta yang tergabung dalam Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA). Bentuk dukungan berupa rangkaian acara yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta mulai 2 Mei 2015, sebagai rangkaian memperingati Hari Kartini.

Kegiatan yang dilakukan berupa pembacaan surat-surat Kartini, pameran dan lelang karya senin, penggalangan voucher donasi, pentas seni dan pemberian award bagi perempuan Rembang serta ada garage sale atau bazar. Ada 13 pekerja seni memamerkan dan melelang karta dan 25 stand bazar, selain itu ada penampilan seni dari berbagai elemen masyarakat dari Yogyakarta.

Perempuan Kendeng dan aktivis perempuan anti korupsi berdiskusi di Bentara Budaya Yogyakarta, 2 Mei 2015. Foto : Tommy Apriando.

Perempuan Kendeng dan aktivis perempuan anti korupsi berdiskusi di Bentara Budaya Yogyakarta, 2 Mei 2015. Foto : Tommy Apriando.

Panitia kegiatan dan anggota PIA, Laras Susanti kepada Mongabay mengatakan perjuangan perempuan masih sangat relevan hingga saat ini. Perjuangan perempuan Rembang menjadi inspirasi penting memperjuangkan ruang hidup orang banyak.

“Mereka adalah inspirasi tentang bagaimana perempuan menjadi penyelamat kehidupan dan memberikan sumbangsih untuk kemanusian, lingkungan yang lestari dan sumber daya alam,” kata Laras.

Praktek korupsi sendiri telah merambah ke semua lini kehidupan, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan pertambangan, yang membawa dampak sistematik terhadap perempuan dan anak Indonesia. Data Koalisi Anti Tambang menyebutkan bahwa sebanyak 4.672 atau sebanyak 43.87% dari total Ijin Usaha Pertambangan (IUP) tidak clean and clear.

“Koalisi juga menyebut, sebanyak 1.372 juga hektar izin tambang berada di kawasan hutan konservasi dan 13 IUP berada di kawasan hutan lindung,” tambah Laras.

Laras menambahkan, mengacu pada data koalisi, carut marut pengelolaan tambang menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp919,18 miliar dan yang memprihatinkan bahwa pengrusakan sumber daya alam berpotensi bukan hanya merusak lingkungan, namun juga merusak penghidupan.

“Pahit yang dirasa dari rusaknya lingkungan karena pertambangan adalah sebuah hal nyata dari praktek kesewenangan dan korupsi di sektor sumber daya alam,” kata Laras.

Pendirian pabrik semen dikhawatirkan akan merusak ekosistem Kendeng yang menjadi tempat hidup warga, yaitu 900 hektar lahan di Rembang, 2.868 hektar lahan di Pati, 1.700 hektar lahan di Grobogan dan 2.025 hektar lahan di Blora.  Pabrik semen juga bakal merusak kawasan karst yang berfungsi sebagai kawasan lindung seperti Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih di Rembang sebagaimana diatur dala  peraturan daerah RTRW Kabupaten Rembang No 14 tahun 2011 dan Keppres No 26 tahun 2011 tentang penetapan cekungan air.

Sementara data Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013 menunjukkan kekeringan di Pulau Jawa tertinggi dibandingkan pulau lain di Indonesia.“Dalam hal ini 136 juta jiwa atau lebih dari 50% penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa akan terancam kehidupannya,” kata Laras.

PIA berharap, pengelolaan sumber daya oleh pemerintah harus berbasis berbasis partisipasi masyarakat, tidak hanya kepentingan ekonomi.

Hasil karya seni yang di pamerkan dan di lelang di acara dukungan perempuan Jogja untuk perempuan Rembang. Foto : Tommy Apriando.

Hasil karya seni yang di pamerkan dan di lelang di acara dukungan perempuan Jogja untuk perempuan Rembang. Foto : Tommy Apriando.

Paramita Iswari dari Dewan Kehutanan Nasional kepada Mongabay merasa prihatin dengan eksploitasi di Jawa yang sudah sangat genting, yang menjadikan bencana alam sering terjadi.  Tingginya deforestasi, sejak hutan mulai dikelola Perum Perhutani tahun 1980-an,  menjadi penyebab tingginya bencana.

Paramita melihat ketidakjelasan terhadap status tukar menukar lahan hutan untuk pertambangan patut diduga sebagai bentuk korupsi disektor SDA dan kehutanan. Masih banyak usaha pertambangan di hutan lindung yang belum diselesaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia berharap masyarakat dijadikan subyek dalam proses investasi tambang.

Data KLHK, sampai Desember 2014 ada ijin pertambangan di kawasan hutan seluas 106.030,77 hektar di Pulau Jawa yang terbagi 15 izin seluas 4.117,36 hektar di hutan konservasi, ada 58 ijin seluas 32.961, 21 hektar di hutan linidung  dan hutan produksi 68.916,93 hektar ada 224 ijin dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 284.852,66 hektar.

Selain itu untuk ijin pertambangan di kawasan hutan konservasi ada 0,14 hektar di Jawa Tengah dan ijin pertambangan yang diindikasikan di kawasan hutan lindung di Jawa Tenga ada dua un produksi dengan luas lahan 40,96 hektar.

“Berdasarkan pasal 38 ayat 1 UU nomor 19 tahun 2004 bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Selanjutnya kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pla penambangan terbuka,” kata Paramita.

Sedangkan ada 5 unit ijin pinjam pakai untuk IPPKH Eksplorasi seluas 5.970, 86 hektar di kawasan hutan di Jawa Tengah,  persetujuan prinsip seluas 161,68 hektar dan operasi produksi hanya 4 unit dengan luas lahan 176,87 hektar.

Ada 275 IUP di Jateng, dan 132 IUP diantaranya tidak clean and clear (CNC).  Tercatat pemegang 43 dari 56 IUP berhutan kepada negara sebesar Rp1,5 miliyar.  Dari 275 pemegang IUP, 31 IUP belum memberikan jaminan reklamasi dan pasca tambang dan 15 IUP belum ada pasca tambang.

Semantara itu Gunarti dari Sedulur Sikep dan mewakili perempuan Kendeng mengatakan penolakan warga terhadap pertambangan semen karena ingin menyelamatkan bumi, lingkungan dan ibu pertiwi yang sudah menghidupi warga.

Gunarti menambahkan sejak jaman dulu, pertanian terbukti mencukupi dan mensejahterakan masyarakat, buukan dari pabrik semen. Dia berharap gubernur mengerti dampak pabrik semen dan potensi bencananya kepada masyarakat.

 


Perempuan Jogja Dukung Gerakan Perempuan Kendeng Penyelamat Sumber Daya Alam was first posted on May 7, 2015 at 1:24 am.

Inilah Enam Pohon Pereda Stres

$
0
0

Kehidupan di Jakarta dan kota besar lainnya menuntut aktivitas, mobilitas dan persaingan yang tinggi. Lingkungan di kota besar tersebut juga berpeluang untuk tercemar oleh berbagai aktivitas manusia.

Tuntutan kerja dan tingginya aktivitas di kota besar, meningkatkan stres bagi warganya. Secara sederhana bisa dilihat pada perilaku pengguna jalan yang temperamental dan ugal-ugalan. Perilaku tersebut ada pengaruhnya dari timbal dan karbon monoksida yang tinggi sebagai emisi dari gas buang kendaraan bermotor.

Keberadaan kawasan hijau perkotaan dapat membantu mengurangi tingkat stres warga perkotaan. Kesejukan dan kesegaran atas jasa biologis pepohonan akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, Nox dan lainnya dapat dikurangi dengan hamparan hijaunya tajuk pohon dan rerumputan. Ditambah lagi dengan kicauan burung yang ada di taman kota.

Ahli restorasi ekologi dan Dosen Departemen Geografi UI, Tarsoen Waryono mengatakan ada beberapa jenis tumbuhan yang secara morfologi dapat mengurangi stres. Biasanya berupa pohon dengan ukuran tinggi besar, dan dengan tajuk pohon yang lebar.

“Ciri pohon untuk pereda stres, salah satunya adalah agathis. Orang melihat pohon agathis, ada arsitektur antara batang dan daun, akan mulai cool down. Begitu juga dengan mahoni, pohonnya besar dan daunnya. Trembesi itu rimbun seperti payung. Penampakan morfologi tumbuhan seperti tajuk menyebabkan akan mempengaruhi psikologis manusia secara positif,” kata Tarsoen yang ditemui Mongabay pada diskusi yang diselenggarakan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) beberapa waktu yang lalu.

Berikut jenis tumbuhan pepohonan pada kawasan hijau perkotaan yang mampu mengurangi gejala stres :

 

1. Damar (Agathis alba)

Tumbuhan asli Indonesia ini terdapat menyebar di Maluku, Sulawesi, hingga ke Filipina (Palawan dan Samar). Di Jawa, tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah atau hars-nya.

 

Pohon damar. Sumber: Wikipedia

Pohon damar. Sumber: Wikipedia

 

Damar tumbuh secara alami di hutan hujan dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.200 meter diatas permukaan laut. Tinggi pohon bisa mencapai 65 meter dengan batang bulat silindris.

Pohon damar umum digunakan sebagai tanaman penghias taman, tumbuhan peneduh taman dan tepi jalan. Tajuknya tegak meninggi dengan percabangan yang tidak terlalu lebar.

 

2.  Mahoni (Swietenia macrophylla)

Pohon asli Hindia Barat ini dapat mencapai tinggi 35–40 meter, dengan diameter batang mencapai 125 cm dan berbentuk lurus berbentuk silindris.  Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Bakal tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.

 

Pohon mahoni. Sumber: fnews

Pohon mahoni. Sumber: fnews

 

Pohon ini berfungsi sebagai pelindung, penangkap air dan filter udara karena dapat mengurangi polusi udara sekitar 47% – 69%. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya, sekaligus melepaskan oksigen yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar.

Sifat Mahoni yang dapat bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan. Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah tanaman yang baru, karena sejak zaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya, Pohon Asam, sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang jalan yang dibangun oleh Daendels antara Anyer sampai Panarukan.

 

3. Pala (Myristica fragrans)

Pohon asli kepulauan Banda, Maluku merupakan pohon rempah dengan biji pala menjadi komoditi perdagangan yang penting sejak masa Romawi.

 

Pohon pala. Foto :  balittro.litbang.pertanian.go.id

Pohon pala. Sumber: balittro.litbang.pertanian.go.id

 

4.  Asam jawa (Tamarindus indicus)

Pohon ini bisa mencapai ketinggaian 30 meter dengan diameter pangkal batang hingga 2 meter. Tajuknya rindang dan lebat berdaun, melebar dan membulat. Bijinya digunakan sebagai bumbu dalam masakan Indonesia.

Tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari savana Afrika timur, tumbuh baik hingga ketinggian sekitar 1.000 m dpl, pada tanah berpasir atau tanah liat, khususnya di wilayah yang musim keringnya jelas dan cukup panjang.

 

Pohon asam jawa. Foto : pohonpekarangan.wordpress.com

Pohon asam jawa. Sumber: pohonpekarangan.wordpress.com

 

Pohon asam biasa ditanam di tepi jalan sebagai peneduh, terutama terkenal di sepanjang jalan raya Daendels, dari Anyer hingga Panarukan.

Pelaut-pelaut Bugis pada masa lalu diketahui menanam pohon asam jawa di pantai utara Australia, di Northern Territory di saat mereka beristirahat menunggu datangnya angin untuk kembali ke daerah asal. Pohon-pohon asam jawa ini menjadi petunjuk kontak orang Aborigin setempat terhadap orang luar sebelum kedatangan orang.

 

5.  Johar (Cassia siamea)

Pohon yang juga dikenal sebagai juar, juwar atau johor merupakan jenis pohon penghasil kayu keras berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Di Indonesia, johar diketahui tumbuh alami di Sumatra. Johar dapat tumbuh baik pada pelbagai kondisi tempat; akan tetapi paling cocok pada dataran rendah tropika dengan iklim muson.

 

Pohon johar. Foto : istianggana.com

Pohon johar. Sumber: istianggana.com

 

Pohon yang di Sumatera bernama bujuk atau dulang, sering ditanam sebagai peneduh tepi jalan ini, pohon hias di taman-taman, bahkan juga untuk merehabilitasi lahan pertambangan.. Pohon ini acap ditanam sebagai penaung di perkebunan-perkebunan teh, kopi atau kakao.

 

6.  Trembesi (Samanea saman)

Pohon dengan nama lain ki hujan, atau pohon hujan ini berukuran besar, tinggi dengan tajuk yang sangat lebar. Pohon yang populer untuk tumbuhan peneduh di areal publik yang luas ini berasal dari Amerika tropik yang sekarang tersebar di seluruh daerah tropis.

 

Pohon trembesi atau rain tree. Foto : nams.ca

Pohon trembesi atau rain tree. Sumber: nams.ca

Disebut pohon hujan (rain tree) karena air yang sering menetes dari tajuknya yang disebabkan kemampuannya menyerap air tanah yang kuat. Daunnya juga sangat sensitif terhadap cahaya dan menutup secara bersamaan dalam cuaca mendung (ataupun gelap) sehingga air hujan dapat menyentuh tanah langsung melewati lebatnya kanopi pohon ini. Rerumputan juga berwarna lebih hijau dibawah pohon hujan dibandingkan dengan rumput disekelilingnya.

Pohon trembesi juga mampu menyerap CO2 puluhan kali dari pohon biasa, yaitu menyerap 28,5 ton karbondiokasida setiap tahunnya, dibandingkan pohon biasa yang rata-rata mampu menyerap 1 ton CO2 dalam 20 tahun masa hidupnya. Selain itu pohon Trembesi juga mampu menurunkan kosentrasi gas secara efektif, tanpa penghijauan dan memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat.

 

 

 

 


Inilah Enam Pohon Pereda Stres was first posted on May 7, 2015 at 4:29 am.

Ekspedisi LIPI 2015 Ungkap Biodiversity Dan Biogeokimia Di Samudra Hindia

$
0
0

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar dua ekspedisi penelitian sekaligus tentang kelautan yang dilakukan oleh dua tim pada 2015 ini.

Kedua tim peneliti tersebut melakukan penelitian di atas kapal Baruna Jaya VIII yang bersandar di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara. Teknisnya, kapal akan digunakan oleh dua tim dengan sistem waktu bergiliran. Tim pertama akan menggunakan kapal dari Jakarta hingga ke Padang,Sumatera Barat dan tim kedua dari Padang ke Aceh dan berakhir di Jakarta.

Kedua ekspedisi itu kemudian dinamakan sesuai dengan rutenya, yaitu Ekspedisi Widya Nusantara yang berlayar dari Jakarta ke Pelabuhan Teluk Bayur, Padang dan Ekspedisi Sabang yang berlayar dari Padang dan menyusuri Aceh, kemudian kembali ke Jakarta.

Kapal penelitian Baruna Jaya milik LIPI. Foto : deepsea.lipi.go.id

Kapal penelitian Baruna Jaya milik LIPI. Foto : deepsea.lipi.go.id

Menurut Kepala LIPI Iskandar Zulkarnai pelaksanakaan ekpedisi sengaja dibagi dua tim, karena memang ada dua misi yang ingin diungkap.”Ini yang jadi pertimbangan kenapa ada dua tim. Kapalnya sih masih tetap sama,” ujar dia menyebut KM Baruna Jaya VIII yang dimiliki LIPI.

Adapun, dua misi yang dimaksud, dikatakan Iskandar, pertama adalah mengungkap profil oseanografi dan potensi Samudra Hindia Timur melalui Ekspedisi Widya Nusantara. Tujuan pokok ekspedisi ini adalah untuk menentukan proses biogeokimia di Samudra Hindia Timur sebagai proses yang diatur oleh arus Equatorial Jet dan arus Sumatra.

“Ekspedisi Sabang tujuannya adalah mengungkap kondisi geologi dan kondisi oseanografi akibat pengaruh Samudera Hindia dan Selat Malaka serta keberadaan aktifitas hidrotermal terhadap kondisi biodiversitas daerah penelitian,” papar Iskandar di sela pelepasan tim ekspedisi yang digelar di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Kamis (07/05/2015).

Untuk itu, LIPI menggandeng sejumlah peneliti yang ada di masing-masing satuan kerja LIPI, termasuk Pusat Penelitian Oseanografi, Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Geoteknologi, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Informasi Teknologi (BIT) dan mahasiswa dari beberapa universitas dalam negeri.

“Kami berharap ekspedisi ini bisa ikut memperkuat visi kemaritiman yang sekarang sedang digulirkan melalui program Nawa Cita Presiden Joko Widodo. Ini juga menjadi hal yang positif untuk bidang oseanografi yang ada di Indonesia,” tutur Iskandar.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengaku bangga dengan ekspedisi tersebut, karena akan membantu mewujudkan visi pemerintahan yang ingin mengangkat sektor kemaritiman.

“Sekarang sudah jadi program nasional penelitian ini. Karena, Indonesia itu kan punya 16 kapal riset dan survei. Sayang sekali kalau cuma digunakan sebulan atau dua bulan dalam setahun. Belinya mahal dan manfaatnya bisa diambil banyak,” tutur Indroyono.

Ekspedisi Ungkap Potensi di Laut Samudra Hindia

Melalui ekspedisi Widya Nusantara dan Ekspedisi Sabang 2015, LIPI optimis bisa mengungkap profil dan potensi laut dalam yang ada di Samudra Hindia. Hal itu diakui oleh Aan Johan Wahyudi, Koordinator Peneliti yang membawahi 19 peneliti dalam Ekspedisi Widya Nusantara.

“Misi yang dibawa memang untuk melihat profil dan potensi di Samudra Hindia Timur, terutama yang berbatasan dengan Pulau Sumatera,” ungkapnya.

Ekspedisi tersebut meneliti proses biogeokimia yang mencakup oseanografi kimia, oseanografi fisika, sistem biologi mikropia dan dinamika plankton.

Penelitian dilakukan pada bulan Mei, karena biasanya terjadi fenomena alam di Samudra Hindia yang patut untuk diteliti lebih jauh lagi.

“Biasanya di bulan ini, kami memprediksi akan ada perpindahan materi organik dari secara spasial, horizontal dari tengah samudra ke arah selatan, atau secara vertikal dari atas ke bawah, alias dari permukaan ke dasar laut,” jelas Aan merinci.

Proses biogeokimia tersebut akan memengaruhi plankton yang ada. “Sehingga, itu akan memengaruhi siklus rantai-rantai makanan yang ada, populasi ikan yang ada juga akan terdeteksi,” kata dia.

Sementara itu Koordinator Peneliti Ekspedisi Sabang 2015, M Hasanudin, mengungkapkan, penelitian yang dipimpinnya akan memfokuskan pada biodiversity yang ada di perairan Samudra Hindia. Rute yang akan dilalui dimulai dari Padang menyusur ke Aceh untuk kemudian berlabuh di Pulau Weh dan berlanjut ke Pulau Rondo yang menjadi pulau terluar dan berbatasan langsung dengan India.

“Di Pulau Weh kami akan meneliti lebih jauh biodiversity yang ada disana. Karena, Pulau Weh diapit Samudra Hindia dan Selat Malaka dan di tengah pulau juga ada hydro thermal yang diyakini bisa memengaruhi biodiversity di sekitarnya,” ungkap Hasanudin.

 


Ekspedisi LIPI 2015 Ungkap Biodiversity Dan Biogeokimia Di Samudra Hindia was first posted on May 8, 2015 at 12:21 am.

Indonesia Serius Kembangkan Energi Terbarukan

$
0
0

Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan menteri lain dari kabinet kerja meluncurkan program pembangunan pembangkit 35.000 megawatt (MW) di Pantai Goa Cemara, Desa Gadingsari, Sanden, Bantul, Yogyakarta, Senin, (04/05/2015). Program itu merupakan unggulan nawacita untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis khususnya kedaulatan energi.

Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono ke-X mengatakan program ini diharapkan dapat menjangkau rakyat Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan listrik sampai 2025.

Melalui program listrik masuk desa, diharapkan sekitar 48 persen masyarakat perdesaan yang sebelumnya belum terlistriki, teraliri listrik sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan akses informasi masyarakat.

“Hendaknya kita berupa listrik berbasis sumber daya alam lokal dapat  dilakukan/direplikasi di berbagai pedesaan di Indonesia,” kata Sri Sultan.

Presiden Jokowi memberikan sambutan dalam  peluncuran program nasional 35.000 MW di Bantul, DIY. Foto : Tommy Apriando.

Presiden Jokowi memberikan sambutan dalam peluncuran program nasional 35.000 MW di Bantul, DIY. Foto : Tommy Apriando.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan listrik sebagai penggerak ekonomi dan kehidupan masyarakat. Kebutuhan listrik meningkat seiring jumlah penduduk dan perekonomian. Berdasarkan kebutuhan proyeksi ekonomi realistis sekitar 5-6 persen pertahun, maka Indonesia membutuhkan listrik sekurangnya 7.000 MW per tahun dan tambahan jaringan transmisi 9.300 km circuit per tahun.

“Jika dijumlahkan untuk 5 tahun ke depan maka kebutuhan listrik kita 35.000 megawatt ditambah jaringan listriknya 46.000 km circuit,” katanya.

Sudirman menambahkan, total pembangkit yang dibangun hingga 2019 adalah 42.900 MW termasuk sisa dari proyek yang sekarang dalam konstruksi. 42 persen atau 18.000 MW akan dibangun oleh PLN dan 58 persen lainnya akan dibangun oleh swasta.

Memperhatikan kondisi ketenagalistrikan dan jika Indonesia tidak bergegas mengejar ketertinggalan maka ancaman krisis ketenagalistrikan akan betul-betul terjadi. Selain memberlakukan Undang-undang No 2/2012 untuk pembebasan lahan, juga ada pelayanan perijinan satu atap.

“Kami akan mengawal ketat program ini dan membentuk unit khusus yang disebut unit pelaksana program pembangunan ketenagalistrikan sebagai unit pendukung yang fokus pada pengawasan pembangunan listrik,” tambahnya.

Energi Terbarukan

Melalui program 35.000 MW, pemerintah berkomitmen untuk menciptakan kemandirian energi Indonesia dengan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber energi terbarukan, dengan membangun berbasis energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (angin) di Pantai Samas, Bantul dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Jatigede adalah bagian kecil dari keseluruhan program nasional ini.

PLTB Samas akan menjadi pembangkit tenaga angin pertama di Indonesia berkapasitas besar. Pemerintah berkomitmen mengembangkan energi terbarukan seperti panas bumi, surya, biomassa dan juga angin.

Energi terbarukan adalah jaminan bagi ketahanan energi karena pemanfaatannya berbasis pada sumber daya lokal bukan untuk ditransfer atau dijual ke mancanegara. Sumber energi fosil seperti minyak, gas dan batubara perlahan tapi pasti akan menemui batas akhirnya. Jika tidak ditemukan cadangan baru maka cadangan minyak Indonesia mencukupi untuk 12 tahun lamanya, cadangan gas 30 tahun dan Batubara 50 tahun.

“Oleh karena itu memilih membangun energi terbarukan bukan suatu pilihan, namun suatu keharusan yang harus kita jalankan bersama,” katanya.

Pembangunan 2010 lokasi pembangkit baru yang tersebar di seluruh Indonesia, akan berdampak pada peningkatan perekonomian, yaitu 59 lokasi di Sumatera, 34 lokasi di Jawa, 49 lokasi di Sulawesi, 34 lokasi di Kalimantan dan 34 lokasi di Indonesia Timur.

Pembangunan pembangkitan listrik berdampak tidak hanya pada investasi dan industri, tetapi juga menambah lapangan pekerjaan hingga penyerapan komponen dalam negeri. Tidak kurang dari 650.000 tenaga kerja langsuung dan 3 juta orang tenaga kerja tidak langsung akan menerima manfaat. Penyerapan komponen dalam negeri diperkirakan mencapai 40 persen atau setara Rp440 triliun.

“Kita membuat sejarah selama 350 tahun Belanda menjajah Indonesia belum membuat kincir angin satupun, dan di Bantul kita akan membuat kincir angin untuk menghasilkan energi 50 MW,” kata Sudirman Said.

Sedangkan Presiden Joko Widodo berterima kasih kepada Gubernur DIY yang telah mengijinkan penggunaan lahannya untuk pembangunan PLTB.

Meski banyak yang meragukan, Jokowi mengatakan program pembangunan 35.000 megawatt bukan proyek ambisius, tetapi proyek terencana detil didukung regulasi yang disederhanakan. Selama 70 tahun Indonesia merdeka, baru dibangun 50.000 MW.

“Prosesnya akan saya pantau dan awasi, jika ada masalah akan kita selesaikan masalah tersebut di lapangan,” katanya.

Defisit dan krisis listrik menjadi keluhan masyarakat yang diterima Jokowi setiap kali ke daerah. Untuk itu, dia memerintahkan BPKP untuk memantau pelaksanaan pembangunan agar sesuai target.

Dia mencontohkan pembangunan pembangkit listrik di Batang, Jawa Tengah yang macet 4 tahun. Kemudian Jokowi menargetkan kepada menteri, PLN, gubernur dan bupati untuk diselesaikan dalam 4 bulan.  Ternyata belum selesai dan minta tambahan waktu satu bulan.

“Saya setujui. Namun setelah satu bulan tidak boleh mundur lagi. Saya sudah pesan untuk trafo, kabel dan jaringan transmisi agar produksinya di dalam negeri agar lokal kontennya semakin tinggi,” kata Jokowi.

PLTB di Samas, Bantul

Proyek Manager PLTB Bantul, Niko Priyambodo kepada Mongabay mengatakan kondisi geografis pesisir Bantul membuat angin cukup baik untuk pembangkitan listrik, yaitu 5,5 meter / detik, dengan turbin yang cukup menghasilkan energi sebesar 50 MW.  PLTB pertama Indonesia ini bakal menggunakan standar dan teknologi baru yang terbaik.

Di sepanjang pesisir dan di atas lahan pertanian inilah akan di bangun turbin-turbin PLTB Samas, Bantul, Yogyakarta untuk 50 MW. Foto : Tommy Apriando

Di sepanjang pesisir dan di atas lahan pertanian inilah akan di bangun turbin-turbin PLTB Samas, Bantul, Yogyakarta untuk 50 MW. Foto : Tommy Apriando

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kondisi angin cukup kencang, cocok untuk dikembangkan PLTB, seperti di sepanjang selatan Pulau Jawa dan bagian Timur Indonesia.

Listrik 50 MW PLTB Sambas akan mampu mengaliri listrik 80.000 s.d. 85.000 rumah baru yang didistribusikan oleh PLN. “Kami hanya menjual langsung ke PLN dari hasil listrik yang kami hasilkan. Dan PLN yang mengatur distribusinya,” kata Niko.

Pembangunan yang diprediksi mulai pada 2016 dan beroperasi pada 2017, bakal menyediakan pekerjaan konstruksi, operasional dan pengamanan bagi lebih dari 150 orang.

PLTB Sambang yang aman, ramah lingkungan dan tanpa polusi sehingga bisa mengurangi dampak perubahan iklim, dan diprediksi mengurangi karbon sebesar 106.000 ton karbon pertahun.

Selain itu mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, menyediakan listrik bersih bagi masyarakat serta menjadi daya tarik pariwisata yang dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat Bantul.

“PLTB tidak mengubah fungsi lahan masyarakat sehingga bisa bekerja berdampingan dengan kegiatan yang sudah ada sebelumnya,” kata Niko.

Selain itu, Niko menambahkan perencanaan kebijakan energi nasional meningkatkan porsi energi terbarukan di Indonesia menjadi 23 persen per tahun 2025. Rencana ini sangatlah ambisius, namun memiliki manfaat jangka panjang yang sangat baik bagi masyarakat Indonesia serta lingkungan. PLTB sangat bersih, memakali lahan yang sangat kecil dibandingkan dengan daya yang dihasilkan dan juga sangat mudah dikembangkan.


Indonesia Serius Kembangkan Energi Terbarukan was first posted on May 8, 2015 at 1:41 am.

Berapa Jumlah Pulau yang Dimiliki Indonesia Sebenarnya?

$
0
0

Predikat sebagai negara maritim yang memiliki garis pantai 95.181 km dan menjadikannya sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada sudah lama melekat kepada Indonesia. Namun, selama itu pula Indonesia masih belum bisa merapikan akurasi datanya tentang kelautan dan perikanan.

Salah satu yang hingga kini masih diperdebatkan adalah jumlah pulau yang ada di Nusantara. Selama ini, banyak yang menyebut jumlah pulau dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua adalah 17.500 pulau. Benarkah jumlahnya sebanyak itu?

Pulau Gee, Halmahera Timur, Maluku Utara. Pulau-pulau kecil ini dinaggap sebelah mata oleh pemerintah dan mungkin dianggap tak penting, hingga bisa begitu saja dieksploitasi hingga ludes, botak dan hancur lebur. Seakan, pulau ini hilang tak masalah yang penting sudah dikuras terlebih dahulu. Foto: AMAN Malut

Pulau Gee, Halmahera Timur, Maluku Utara. Pulau-pulau kecil ini dinaggap sebelah mata oleh pemerintah dan mungkin dianggap tak penting, hingga bisa begitu saja dieksploitasi hingga ludes, botak dan hancur lebur. Seakan, pulau ini hilang tak masalah yang penting sudah dikuras terlebih dahulu. Foto: AMAN Malut

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo di Jakarta, mengatakan, pulau yang ada di Indonesia hingga saat ini memang masih 17.500 pulau.  Namun, jumlah tersebut berbeda dengan data yang dimiliki Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang memiliki data resmi 13.466 pulau.

‘’Kenapa bisa demikian? Karena memang data yang diberikan kepada PBB adalah data valid dan sudah bernama. Artinya, jumlah pulau yang dilaporkan ke PBB masing-masing sudah memiliki nama,’’ ujar Indroyono disela-sela pelepasan Ekspedisi Widya Nusantara dan Ekspedisi Sabang di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Kamis (07/05/2015) kemarin.

Indroyono menuturkan, setiap tahun PBB menggelar pertemuan yang membahas khusus tentang temuan dan kondisi pulau-pulau di setiap negara yang menjadi anggota. Dalam pertemuan tersebut akan dibahas pulau apa saja yang sudah bernama, letaknya pada lintang dan bujur berapa.

‘’Data tersebut akan dibahas secara mendetil dan karenanya setiap negara berpotensi memiliki jumlah yang berbeda setiap tahunnya,’’ kata dia.

Menurut Indroyono, data yang dikirim ke PBB disebut valid, karena tidak akan bisa lagi diubah atau direvisi jika memang ada kesalahan. Karenanya, meski jumlah sebenarnya ada 17.500 pulau, tapi yang dilaporkan ke PBB dan dinilai valid baru 13.466 pulau. Sementara sisanya, hingga saat ini masih belum dilaporkan karena belum memiiki nama.

‘’Itu yang harus segera diselesaikan. Penamaan pulau itu penting. Sebagian besar pulau tak bernama itu adalah pulau terluar yang seharusnya menjadi barikade pertahanan Indonesia dari negara lain,’’ ungkap Indroyono.

Untuk bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut, menurut dia, diperlukan penelitian yang cukup mendalam yang melibatkan para ilmuwan, birokrat pemerintahan dan stakeholder lain, agar proses penamaan pulau bisa berjalan lebih cepat.

‘’Walaupun sebenarnya tidak. Untuk memberi nama sebuah pulau itu prosesnya lama dan harus ada keterlibatan dengan warga lokal. Kita harus tahu sejarah pulau tersebut dari penduduk disana atau yang berdekatan dengan pulau tersebut jika memang tak berpenghuni,’’ jelasnya.

Salah satu upaya yang  bisa dilakukan untuk menyelesaikan anonim pulau, menurut Indroyono, adalah penelitian ekspedisi ke berbagai pulau tersebut. Termasuk, dengan melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang memiliki peran yang lembaga riset ilmu pengetahuan di Tanah Air.

‘’Saat ini ada 16 kapal riset dan survei di Indonesia. Diharapkan seluruhnya bisa difungsikan dengan maksimal untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di wilayah kelautan Indonesia. Karena sekarang penelitian melalui ekspedisi sudah menjadi program nasional, maka harusnya penamaan pulau bisa masuk tujuan segera,’’ tandas dia.

Selesaikan Kedaulatan Laut Nasional

Akan tetapi, walau mendesak untuk dilaksanakan penamaan pulau tak bernama, Indroyono menilai, langkah yang harus dilakukan Indonesia saat ini adalah menyelesaikan permasalahan kedaulatan maritim. Terutama, tentang batas laut Indonesia dengan negara tetangga.

‘’Kita berhak mengklaim ZEE (zona ekonomi eksklusif) kita adalah 350 mil dari garis pantai, tapi sekarang kan kenyataannya 250 mil. Untuk bisa mengklaim 350 mil, kita harus menyebutkan secara ilmiah dulu (alasannya),’’ papar Indroyono.

Alasan ilmiah harus dilakukan melalui riset ekspedisi kapal.’’Kapal yang digunakan pun harus dilengkapi dengan sensor khusus. Berarti itu perlu uang. Nah, karena kedaulatan maritim sangat penting, berapun rupiah yang harus dikeluarkan itu tidak boleh dipermasalahkan lagi,’’ cetusnya.

Kepala LIPI Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengakui kalau penelitian adalah satu-satunya cara yang bisa ditempuh Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan pulau. Namun, perlu dukungan kuat dari Pemerintah dan semua stakeholder terkait.

‘’Kita sekarang terbiasa menyebut jumlah 17.500 pulau, tapi kenyataannya data resmi di PBB adalah 13.466 pulau. Siapa yang salah dan benar? Ya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Kita harus bisa merapikan hal ini karena kan data itu menyangkut identitas negara juga di mata internasional,’’ tutur Iskandar.

Jika Indonesia memiliki data valid yang bisa dipertanggungjawabkan, itu bisa mempengaruhi kedaulatan di mata internasional. Sehingga Indonesia bisa lebih baik lagi mengembangkan sektor kelautan dan perikanan dibanding yang saat ini ada.

‘’Potensi kelautan kita masih sedikit yang tergarap. Padahal potensinya sangat besar. Kita harapkan melalui penelitian ekspedisi kapal, itu bisa membantu untuk memetakan kondisi terkini kemaritiman Indonesia,’’ pungkas dia.


Berapa Jumlah Pulau yang Dimiliki Indonesia Sebenarnya? was first posted on May 9, 2015 at 4:52 am.

Secercah Harapan Untuk Pengelolaan Bukit Rimbang Baling Riau

$
0
0

…sungguh menyegarkan jika kita meluangkan waktu untuk menyusuri Sungai Subayang, salah satu sungai di kawasan Bukit Rimbang Bukit Baling dimana kita bisa menembus sisa hutan di pinggiran Kampar Kiri Hulu yang merupakan habitat bagi satwa kharismatik dan langka Sumatera…

Sepenggal catatan mengingatkan tentang pentingnya keberadaan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB), Riau, sebagai habitat bagi satwa langka di Sumatera seperti harimau, kucing hutan, kambing hutan. Selain sebagai sebagai penyangga kehidupan flora dan fauna, kawasan SMBRBB juga penting bagai masyarakat disekitarnya.

Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau. Foto : Agustinus Wijayanto

Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau. Foto : Agustinus Wijayanto

Berdasar Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986 dan SK Gubernur I Riau Nomor Kpts.149/V/1982, kawasan SMBRBB seluas 136.000 ha ditetapkan sebagai suaka margasatwa.  Para ahli ahli harimau mengkategorikan kawasan SMBRBB sebagai kawasan prioritas konservasi harimau.

WWF dan Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PHKA KLHK) telah melakukan survey populasi dan distribusi harimau Sumatera dengan camera trap sejak tahun 2005 dan ditemukan ada tujuh jenis kucing besar yaitu harimau, macan dahan, kucing emas, kucing congkok, dan kucing batu.

Meski berstatus kawasan konservasi, pelestarian dan pengelolaan SMBRBB belum maksimal, karena masih terdapat permasalahan lingkungan, seperti penambangan, konversi hutan untuk perkebunan, dan perambahan.  Padahal, kawasan SBRBB selain sebagai daerah tangkapan air sungai Kampar, juga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, seperti adanya 170 jenis burung, lima jenis kucing, mamalia lain ada tapir, beruang.

Sejumlah hewan langka hasil kamera trap di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau. Foto : WWF Riau

Sejumlah hewan langka hasil kamera trap di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau. Foto : WWF Riau

Disisi lain, inisiatif-inisiatif lokal telah tumbuh, misalnya keberadaan lubuk larangan, hutan larangan, pengelolaan ekowisata, pemanfaatan air sebagai energi terbarukan.

Inisiasi lokal tentu belum cukup untuk menyelamatkan SMBRBB. Untuk itu, PHKA, WWF didukung IUCN melakukan lokakarya Pengelolaan Efektif Bukit Rimbang Baling Dalam Penyiapan sebagai KPHK pada 5-6 Mei 2015 di Pekanbaru.

Lokakarya yang bertujuan menyamakan perspektif pengelolaan kawasan SMBRBB tersebut dihadiri oleh perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, media, masyarakat adat, dan perusahaan.

Dalam acara tersebut, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Kemal Amas mengatakan SMBRBB memiliki topografi unik berbukit, adanya potensi obyek dan daya tarik wisata alam, jasa lingkungan dan kearifan lokal masyarakat. Sehingga pengelolaan SMBRBB perlu melibatkan masyarakat, termasuk LSM.

“Tujuan kegiatan untuk meningkatkan pemahaman tentang nilai penting Rimbang Baling. Menyiapkan masukan dari para pihak untuk pengembangan Rimbang Baling, mensinergikan input yang ada dari semua pihak untuk memberikan kontribusi baik ide maupun pelaksanaan ke depan dalam bentuk apapun.  Keterbatasan petugas di BBKSDA Riau, sehingga bantuan semua pihak sangat diharapkan,’” ungkap Kemal.

Sedangkan Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung (KKBHL) KLHK, Hartono, mengatakan saat ini di Indonesia terdapat 550 unit kawasan konservasi. 51 unit dikelola dalam bentuk taman nasional, selebihnya dalam bentuk taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, dan taman buru.

“Namun nasib dari cagar alam dan dan suaka margasatwa masih sangat prihatin, karena di tingkat lapangan hampir belum ada pengelolaan yang efektif, yang bisa menjamin kawasan yang telah ditunjuk atau ditetapkan mencapai tujuan pengelolaan, “ungkap Hartono.  Akibat tidak adanya pengelolaan tersebut, kawasan konservasi makin menyusut karena aktivitas masyarakat dan perusahaan.

Berbagai ancaman di di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau. Sumber : WWF Riau

Berbagai ancaman di di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau. Sumber : WWF Riau

KLHK bertekad meningkatkan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi dalam lima tahun kedepan, dengan membentuk 100 unit KPHK yang terdiri dari gabungan dari suaka margasatwa (SM) dan cagar alam, atau SM saja sebagai KPHK (kesatuan pengelolaan hutan konservasi).  Beberapa taman nasional dengan wilayah yang terlalu besar, seperti Kerinci Seblat, akan dipecah menjadi empat KPHK.

“Dengan demikian kita akan punya kesempatan untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan. Meskipun pembentukan organisasi bukan satu-satunya namun perlu didukung sarana prasarana, SDM, dll.  SMBRBB, kondisi masih relatif utuh meskipun di sana–sini ada acaman, fakta membuktikan kawasan-kawasan mengalami kerusakan sedikit demi sedikit tapi tidak ada tindakan riil dari kita, kawasan tersebut mengalami kerusakan yang sulit diperbaiki,” tambahnya.

Hartono mengakui KLHK belum optimal mengelola kawasan konservasi.  Selama ini, urusan konservasi masih dilihat sebagai cost center, yang tidak memberikan manfaat bagi pemda dan masyarakat sekitar.  Diharapkan, kawasan konservasi tidak hanya untuk melestarikan keanekaragaman hayati, namun juga memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar dan pemda yang memangku kawasan tersebut.

Acara tersebut juga membahas mengenai kompensasi kepada masyarakat yang telah menjaga hutan dengan baik, bentuk nyata yang diterima masyarakat karena tidak dapat mengambil kayu. Tata batas kawasan juga perlu diperjelas agar tidak merugikan hak-hak masyarakat.

Masyarakat sudah punya kearifan budaya untuk menjaga hutan, sehingga harapan masyarakat ada perhatian khusus pemerintah yang berada dalam kawasan agar bersama-sama menjaga kawasan dengan baik.  Penempatan petugas juga sangat minim, termasuk ada “oknum” yang bermain dan juga berkontribusi terhadap kerusakan hutan. Penegakan hukum harus dilakukan dengan cermat, siapapun yang merambah harus ditindak.

Selanjutnya juga ada isu tentang potensi wisata yang besar, termasuk wisata sejarah, ekowisata, namun terdapat kendala terutama untuk promosi kawasan wisata di kawasan konservasi sehingga pengembangan kedepan dapat mudah dalam pengembangan dan koordinasi.

Masalah lainnya adalah belum disahkannya tata ruang wilayah propinsi Riau, yang menjadi kendala pengembangan SMBRBB. Implementasi Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 terhadap pengakuan hak masyarakat adat juga belum terlaksana dengan baik.

Masyarakat sebagai jagawana sesungguhnya dengan kearifan lokalya, seharusnya bisa menikmati kompensasi tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi berupa dukungan infrastruktur, penerangan, komunikasi, peningkatan SDM, dan sebagainya.

Melihat inisiatif masyarakat dan keseriusan para pihak untuk pengelolaan SMBRBB, dibentuk forum komunikasi bersama untuk memikirkan dan melaksanakan cita-cita pengelolaan SMRBBB lebih baik.

Pada kesempatan tersebut juga dipresentasikan beberapa dukungan kegiatan dan inisiatif yang telah dilakukan.  Pemateri berasal dari KKBHL, BBKSDA, WWF, WPPAPKH, Hakiki, Indecon, KPH, serta pameran foto, dan pagelaran seni oleh perwakilan masyarakat sekitar SMBRBB.

 


Secercah Harapan Untuk Pengelolaan Bukit Rimbang Baling Riau was first posted on May 10, 2015 at 6:59 am.

Coral Day 2015, Aksi Penyelamatan Karang Di Enam Wilayah Di Indonesia

$
0
0

Sebagai negara dengan tingkat keanekeragaman hayati terumbu karang tertinggi di dunia dan masuk dalam segitiga terumbu karang dunia, Indonesia memperingati Hari Terumbu Karang atau Coral Day pada setiap tanggal 8 Mei.

Untuk 2015, ada enam tempat pelaksanaan Coral Day yaitu (1) Pulau Bangka Sulawesi Utara dengan puncak perayaan pada 9 Mei 2015; (2) Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta pada 14 – 17 Mei 2015; (3) Pulau Belitung, propinsi Bangka Belitung pada Juni 2015; (4) Pulau Bokori, Sulawesi Tenggara pada 8 Agustus 2015; (5) Pulau Maratua, Kalimantan Timur pada 12 September 2015 dan di (6) Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada 19 September 2015.

 

Aksi Coral Day 2015  di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto : Billy Gustavianto

Aksi Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto : Billy Gustavianto

 

Perayaan Coral Day di Pulau Bangka, Sulawesi Utara, berlangsung meriah bersama masyarakat Desa Libas pada Sabtu (09/05/2015). Berbagai rangkaian kegiatan dilakukan seperti lelang adopsi karang, transplantasi karang, bersih-bersih bawah laut, edukasi lingkungan, lomba mewarnai dan menggambar untuk anak-anak, lomba balap perahu, bersih-bersih pantai, dan berbagai acara seru lainnya diadakan selama satu hari.

“Hari ini kami memperingati Coral Day, satu hari untuk terumbu karang. Melalui acara ini kami ingin menyelamatkan dan melindungi terumbu karang di perairan Kita Bangga. Terumbu karang di sini masih bagus dan harus dijaga,” kata Ulva Novita Takke dari Yayasan Suara Pulau selaku penanggungjawab perayaan Coral Day di Pulau Bangka.

 

Penandatangan Nota Kesepahaman Pembentukan Daerah Perlindungan Laut pada puncak perayaan Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto :  Michael Eko

Penandatangan Nota Kesepahaman Pembentukan Daerah Perlindungan Laut pada puncak perayaan Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto : Michael Eko

 

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan menandatangani nota kesepahaman untuk perencanaan pembentukan Daerah Perlindungan Laut antara masyarakat Desa Libas dengan Yayasan Suara Pulau.

“Kami ingin Coral Day tidak hanya menjadi momentum seremonial tahunan semata, tapi harus ada langkah konkrit dan jelas untuk konservasi terumbu karang. Dengan ditetapkannya Daerah Perlindungan Laut, kami berharap bisa terumbu karang bisa terjaga dan potensi pariwisata di Kepulauan Kita Bangga dapat dikelola secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat,” kata Ulva.

Nota kesepahaman itu sebagai bentuk pelibatan partisipasi masyarakat lokal dan masyarakat luas dalam konservasi perairan dan terumbu karang di Pulau Bangka. Masyarakat lokal dengan kearifan lokalnya diajak berkonservasi dengan kegiatan adopsi dan perawatan merawat kebun karang. Kegiatan ini menjadi pelaksanaan konsep pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.

 

Anak-anak berpartisipasi dalam bersih-bersih pantai dalam rangkaian kegiatan Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto :  Michael Eko

Anak-anak berpartisipasi dalam bersih-bersih pantai dalam rangkaian kegiatan Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto : Michael Eko

 

Pulau Bangka yang merupakan bagian dari Kepulauan Kinabuhutan, Talise, Bangka, dan Gangga (Kita Bangga) merupakan daerah yang harus dilindungi karena letaknya yang strategis sebagai daerah penyangga Taman Nasional Bunaken dan terletak di area segitiga terumbu karang.

Kawasan seluas  294 km persegi tersebut juga mempunyai potensi daya tarik pariwisata dengan kondisi terumbu karang yang bagus dan merupakan daerah yang sering dilintasi hewan mamalia seperti lumba-lumba dan dugong yang unik serta daerah padang lamun yang luas.

 

Penanaman terumbu karang sebagai bagian dari kegiatan Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto : Owen Tap

Penanaman terumbu karang sebagai bagian dari kegiatan Coral Day 2015 di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Foto : Owen Tap

 

Ery Damayanti dari Telapak selaku Koordinator Nasional Coral Day melihat Pulau Bangka sebagai lokasi yang strategis karena potensi lautnya yang kaya dan pulau kecil yang bisa menjadi wajah pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan. “Terumbu karang yang terjaga dengan baik memiliki lebih banyak manfaat dan nilai untuk manusia. Terumbu karang adalah investasi untuk masa depan,” kata Ery.

 

Coral Day Di Kepulauan Seribu dan Wakatobi

Sedangkan Coral Day di Kepulauan Seribu, Jakarta akan dipusatkan di Pulau Harapan pada 16 Mei 2015 mendatang. Panitia Coral Day 2015 di Pulau Harapan, Ismail yang dihubungi Mongabay mengatakan ada berbagai kegiatan yang akan dilakukan, seperti edutainment untuk pelajar dari 4 SD di Pulau Harapan dan Pulau Kelapa, penanaman mangrove dan penanaman terumbu karang, bersih pantai sampai, talkshow sampai dengan pelatihan menyelam untuk relawan.

Ismail yang juga yang juga relawan Jaringan Monitoring Kepulauan Seribu menjelaskan untuk penanaman terumbu karang, akan ada 7 unit modul berupa fish shelter, sea garden dan piramid yang akan diturunkan di perairan Pulau Harapan. “Penurunan akan dilakukan oleh volunter dan adopter terumbu karang.  Separuh unit sudah kita turunkan, dan separuhnya akan kita lakukan secara simbolias pada acara puncak tanggal 16 Mei,” jelasnya.

Sementara Askal Sumera, Panitia Kegiatan Coral Day 2015 di Wakatobi mengatakan ada berbagai acara yang dilakukan pada September 2015, seperti bakti karang, penanaman terumbu karang, seminar, pendidikan lingkungan untuk pelajar, lomba melukis, festival layang-layang bertema biota laut, dan pagelaran seni budaya wakatobi.

“Acara puncak pada 5 September 2015, bersamaan dengan pertemuan para bupati dan walikota se-Asia Pasifik, dengan bakti karang, atau pembersihan karang dari sampah. Ada 5 spot bakti karang di daerah Wangi-wangi, “ kata Askal.

Sedangkan pendidikan lingkungan ke pelajar sekolah di Wakatobi dilakukan mulai dari Mei 2015. Materi yang diberikan tentang pengelolaan lingkungan, budaya dan pengembangan ekonomi di kawasan Wakatobi karena daerah tersebut telah ditetapkan oleh Unesco sebagai satu dari delapan cagar biosfer di dunia.

Tanggal 8 Mei didaulat sebagai tanggal Coral Day sebagai penghargaan inisiatif rehabilitasi terumbu karang di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh masyarakat lokal serta organisasi atau LSM terkait. Tanggal 8 Mei dipilih karena sejarah restorasi terumbu karang yang dimulai oleh nelayan Desa Les, Buleleng, Bali, pada tahun 2005, ketika diturunkan blok beton bertuliskan LES yang menandakan bersihnya desa Les dari penggunaan potassium sianida dan mulainya restorasi terumbu karang. Tanggal bersejarah ini menjadi inspirasi bagi dibuatnya Coral Day, sebagai pengingat terus-menerus pentingnya terumbu karang bagi kehidupan manusia.

Coral Day adalah sebuah gerakan yang diinisiasi oleh beberapa organisasi lingkungan dan pertama kali diselenggarakan pada 2010 di Bali. Coral Day merupakan peringatan satu hari untuk terumbu karang yang mengajak masyarakat untuk mengenal terumbu karang lebih dekat dan berpartisipasi untuk menyelamatkan terumbu karang.

Tanggal 8 Mei didaulat sebagai tanggal Coral Day sebagai penghargaan inisiatif rehabilitasi terumbu karang di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh masyarakat lokal serta organisasi atau LSM terkait. Tanggal 8 Mei dipilih karena sejarah restorasi terumbu karang yang dimulai oleh nelayan Desa Les, Buleleng, Bali, pada tahun 2005.

 


Coral Day 2015, Aksi Penyelamatan Karang Di Enam Wilayah Di Indonesia was first posted on May 11, 2015 at 6:42 am.

Miris.. Ada Aturan Penangkapan Lobster, Nelayan Beralih Menangkap Pari

$
0
0

“Ini untuk masa depan laut kita,” kata Menteri Perikanan Dan Kelautan Susi Pudjiastuti ketika pada Januari 2015 mengumumkan batas ukuran minimum untuk penangkapan lobster dan kepiting. Itu merupakan inisiatif konservasi terpuji yang bertujuan untuk meningkatkan stok crustacea, terutama salah satu produk ekspor penting yaitu lobster berduri (Panulirus penicillatus). Tapi peraturan baru yang bertujuan untuk melindungi itu mungkin secara tidak sengaja mengancam spesies tertentu.

Nelayan di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta, sedang menyiapkan jaring lobster. Foto : Melati Kaye

Nelayan di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta, sedang menyiapkan jaring lobster. Foto : Melati Kaye

Di Jawa Tengah – salah satu wilayah sumber utama penangkapan lobster di Indonesia – nelayan yang sebelumnya menangkap lobster, sekarang beralih memburu pari. Ini menunjukkan bagaimana konsekuensi yang tidak diinginkan dari peraturan konservasi baru itu dapat mempengeruhi hasil tangkapan nelayan.

Padahal dengan berperilaku mengaduk sehingga memberi oksigen di dasar laut, pari berperan penting dalam ekosistem untuk mempertahankan habitat bagi anakan dari banyak spesies komersial penting, termasuk lobster.

Lobster berduri (Panulirus penicillatus) dari Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Lobster berduri (Panulirus penicillatus) dari Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Lebih memprihatinkan lagi bahwa spesies pari yang menjadi target target utama penangkapan yaitu pari burung (Aetomylaeus nichofii atau banded eagle ray) telah diubah status konservasinya dari rentan (vulnerable) menjadi terancam punah (endangered) oleh IUCN. Sementara lobster berduri diberi status konservasi risiko rendah (least concern).

Di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta,  nelayan biasanya menangkap lobster selama tiga bulan dalam setahun. Sekarang dengan peraturan baru yang melarang penangkapan lobster lebih ringan dari 300 gram atau dengan lebar karapas kurang dari 8 cm, nelayan disini, yang sering menangkap lobster lebih banyak dibandingkan di daerah lain di Jawa Tengah, telah beralih menangkap pari selama musim lobster.

Nelayan dari Pantai Gesing mengubah jaringnya untuk menangkap lobster karena laut terlalu dalam untuk menggunakan perangkap. Lobster terjebak dalam perangkap biasanya tetap hidup, sehingga nelayan dapat memilih mengambil lobster sesuai batas ukuran yang diperbolehkan. Tapi lobster yang terjaring seringkali mati pada saat dibawa.

“Kami takut untuk terus mencoba menangkap lobster karena perlengkapan kami tidak dapat membedakan ukuran lobster,” kata Tugiman, ketua kelompok nelayan setempat, kepada Mongabay. “Peralatan kami menangkap lobster, baik besar, kecil, bertelur atau tidak. Kita tidak bisa memilih,” katanya.

Peraturan baru pembatasan krustasea terpasang di dinding tempat pelelangan ikan (TPI) di Pantai Gesing, dengan satu kalimat yang digarisbawahi: “Setiap nelayan menangkap lobster mati di bawah batas ukuran akan didenda”

Hendri, koordinator TPI di Pantai Gesing, Gunungkidul,Yogyakarta,  memperlihatkan pari hasil tangkapan.  Foto : Melati Kaye

Hendri, koordinator TPI di Pantai Gesing, Gunungkidul,Yogyakarta, memperlihatkan pari hasil tangkapan. Foto : Melati Kaye

Di bawah tempelan peraturan tersebut, disebelah timbangan, terdapat empat kotak pendingin ikan pari berukuran satu meter. Hendri, koordinator TPI setempat, membuka tutup salah satu kotak pendingin itu untuk memamerkan hasil tangkapan hari itu.

“Anda lihat bagian badan ini,” katanya, sambil menunjuk kotak yang terlihat ekor sampai badan ikan pari. “Itulah yang eksportir inginkan. Terlihat seperti mutiara ketika mereka telah memolesnya menjadi dompet dompet cantik dan kerajinan.”

Ikan pari seberat lebih dari lima kilogram dikirim ke Jakarta, di mana kulitnya dijual untuk kerajinan tangan dan dagingnya untuk konsumsi. Beberapa bagian kulit dikirim ke Taiwan, juga untuk pasar kerajinan.

“Dalam sekitar empat jam, anda dapat menangkap enam ikan pari untuk dijual di pelabuhan. Setiap pari beratnya antara 10 – 15 kilogram yang dijual Rp200- 300.000 per ekor. Sekitar Rp7 juta setiap penangkapan,” kata Samingin, seorang nelayan dari Pantai Gesing kepada Mongabay.

Nelayan membawa pari hasil tangkapannya untuk ditimbang di TPI Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Nelayan membawa pari hasil tangkapannya untuk ditimbang di TPI Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Penangkapan pari oleh nelayan bisa berdampak buruk pada ekosistem, kata Kathy Townsend, ahli ikan bertulang rawan, hiu, dan pari, dari University of Queensland Australia kepada Mongabay. Lobster spesies di dasar laut, sedangkan pari adalah predator level menengah.

“Pari memungkinkan ekosistem tumbuh,” jelas Townsend. Pari hidup pada substrat berpasir dan berlumpur. Pari memakan siput, kepiting kecil, dan cacing, dengan cara mengaduk sedimen. Jika sedimen bertumpuk terlalu lama, akan menjadi anoxic, atau jenuh dan dapat membunuh spesies penghuni dasar dari ekosistem, termasuk lobster dan kepiting. Jadi, jika sejumlah besar pari dibunuh, lobster mungkin terancam kehidupannya dan populasinya bisa menurun.

Penangkapan pari bisa dilakukan lebih ramah lingkungan. Di Australia, misalnya, beberapa kawasan pari bertelur dilindungi. Tapi di Indonesia hanya ikan pari manta dilindungi, di negara dimana Townsend menjulukinya sebagai “hotspot genetik pari dengan jenis spesies yang lebih banyak dibanding Australia.”

Meskipun bersyukur masih dapat ikan untuk ditangkap, Samingin tidak senang menjadi penangkap pari. Lobster menjadi campuran tangkapan ikan yang dijaring oleh nelayan di Pantai Gesing. “(Menangkap lobster) mudah. Kami hanya harus berlayar ke teluk di depan rumah kami. Kami hanya akan menghabiskan sekitar Rp100.000 untuk bahan bakar,” katanya.

Sekarang, ketika musim bawal dan ikan lainnya berakhir, Samingin berlayar sampai ke Pantai Glagah, delapan mil jauhnya, untuk menangkap pari. Ini berarti ia menghabiskan lebih dari setengah dari pendapatannya untuk bahan bakar.

Meskipun lebih suka menjaring lobster dibanding menangkap pari, Samingin mendukung kebijakan pembatasan ukuran lobster yang diberlakukan oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP). “Peraturan itu menjaga lobster untuk ditangkap anak-anak dan cucu-cucu atau setidaknya melihat. Tapi mereka harus mencarikan pekerjaan yang lebih baik daripada hanya memberlakukan peraturan itu,” katanya.

Samingin dan banyak nelayan lainnya di Pantai Gesing mengalami kerugian yang signifikan karena telah membeli jaring lobster yang tidak bisa mereka gunakan. Jadi, meski mendukung peraturan tersebut, Samingin menilai pemberlakuan aturan yang tiba-tiba itu seperti tidak bertanggung jawab. “Mereka hanya menempelkan aturan, tapi kami berpikiran ketersediaan ikan pada setiap musimnya. Kami beli peralatan dalam persiapan untuk musim tangkap ini. Satu unit peralatan lobster biayanya Rp170.000 – 180.000, dan kami membeli beberapa unit karena seringkali rusak. Sekarang semua alat itu hanya teronggok di rumah, ” katanya.

Nelayan menunjukkan anakan lobster yang dibudidayakan di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Nelayan menunjukkan anakan lobster yang dibudidayakan di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Beberapa bagian dari KKP melihat budidaya perikanan sebagai pengganti penangkapan lobster. Di dekat Pantai Sepanjang, Gunungkidul, kantor perikanan regional mendukung proyek percontohan untuk budidaya lobster.  Nur Wahyudin, nelayan lokal berumur 29 tahun yang punya gelar dibidang akuntansi, dipercaya memimpin proyek budidaya tersebut. Dia telah menempatkan hampir 100 tempat pembesaran lobster pada daerah datar pasang surut berbatu, dengan latar belakang tebing kapur yang indah.

Wahyudin mendapatkan sumber telur dan anakan lobster untuk dibudidayakan dari hasil tangkapan nelayan lokal. Tidak seperti di Pantai Gesing, perangkap lobster bisa dipasang di Pantai Sepanjang, karena kondis pantainya datar berbatu. Para nelayan mengatur perangkap berbentuk cincin logam dengan jaring di atas – pada karang yang muncul saat air surut dan memeriksa perangkap saat air surut.

Biasanya lobster masih dalam kondisi hidup saat terperangkap, dan nelayan memberikan lobster yang sedang bertelur atau dibawah batas ukuran minimum untuk dibudidayakan. Setelah menetas, anakan lobster dapat melayang ke laut bebas dari tempat budidaya di mana induknya tersimpan.

Pembudidayaan itu termasuk dalam kategori lobster yang digunakan untuk penelitian atau pembudidayaan, yang dikecualikan dari peraturan batas ukuran penangkapan lobster. Namun, beberapa ilmuwan melihat pembudidayaan diluar habitat alaminya dan masih bergantung pada stok lobster liar, dianggap tidak terlalu ramah lingkungan.

Nelayan memberikan makan lobster yang dibudidayakan di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Nelayan memberikan makan lobster yang dibudidayakan di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Nilai ekonomis pembudidayaan lobster di Pantai Sepanjang masih belum teruji. Wahyudin hanya bisa menjual beberap lobster, , meskipun ia memiliki rencana besar ke depan dan mendorong siapa pun dan semua orang untuk mengunjungi dan belajar teknik budidaya secara otodidak.

Jika pembudidayaan oleh Wahyudin ini tidak berhasil, Tugiman, ketua kelompok nelayan Pantai Gesing, bersedia untuk mencobanya, meski cara budidayanya harus disesuaikan dengan kondisi pantai yang tidak berbatu. Meyakinkan kelompok nelayan untuk tidak melaut menangkap pari dan membudidayakan lobster mungkin menjadi tugas yang sulit. Yang pasti, Samingin, tetap menyimpan peralatannya untuk mengantisipasi bila aturan pembatasan ukuran lobster dicabut.

 

*Melati Kaye merupakan penulis lepas Mongabay.com .

Tulisan ini merupakan rangkaian tulisan dari Mongabay Reporting Network

Tulisan asli bisa dilihat pada tautan ini


Miris.. Ada Aturan Penangkapan Lobster, Nelayan Beralih Menangkap Pari was first posted on May 12, 2015 at 3:17 am.

Petisi Kakatua Dalam Botol: Segera Revisi UU No 5/1990 Tentang Konservasi

$
0
0

Terungkapnya kasus upaya penyelundupan burung kakatua jambul kuning dalam botol mineral dari Papua dan Maluku di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, mengundang keprihatinan masyarakat luas. Dukungan untuk melindungi kakatua jambul kuning pun terus bergulir seiring berjalannya kasus tersebut di meja hukum.

Salah satu dukungan itu datang dari organisasi dan LSM yang tergabung dalam Kelompok Kerja Kebijakan Konservasi DPR RI, dengan membuat petisi di situs www.change.org/kakatuabotol. Harapannya kasus penyelundupan satwa langka dan dilindungi tidak terulang lagi.

Duapuluh satu kakatua jambul kuning dalam botol plastik minuman air mineral ini berhasil disita petugas di Surabaya, setelah coba diselundupkan dari Maluku ke Jakarta. Foto: Petrus Ridzki

Duapuluh satu kakatua jambul kuning dalam botol plastik minuman air mineral ini berhasil disita petugas di Surabaya, setelah coba diselundupkan dari Maluku ke Jakarta. Foto: Petrus Ridzki

Pokja konservasi  yang terdiri dari Kehati, FKKM, ICEL, WCS, WWF-Indonesia, PILI, POLIGG, FFI, YABI dan Burung Indonesia, bersepakat meneriakkan penyelamatan kakatua jambul kuning dari sekarang, oleh siapa saja, tidak hanya pemerintah.

Hanom Bashari dari Burung Indonesia mengkhawatirkan kepunahan kakaktua itu jika tidak dilakukan penyelamatan. “Karena penyelundupan satwa ini sudah dilakukan sejak lama dan sangat sulit dideteksi oleh hukum Indonesia ataupun dilakukan pencegahan dari penyelundupan,’’ katanya pada jumpa pers di Kantor Kehati di Jakarta, Senin (11/05/2015).

Dia meminta pemerintah dan semua stakeholder terkait bisa bersama-sama segera melakukan penyelamatan dengan cara melindungi satwa tersebut dari perdagangan ilegal di dalam maupun ke luar negeri.

‘’Ingat, kakatua jambul kuning ini populasinya akan terus berkurang jika perdagangan ilegal terus dilakukan. Padahal, harga per ekor spesies ini dari penangkap juga tidak seberapa. Itu sangat merugikan dari materi dan konservasi satwa langka,’’ ungkap Hanom.

Kejahatan Satwa Liar

Sebagai satwa yang dilindungi, kakatua jambul kuning memang tak ternilai harganya. Keindahan rupa dan keelokan tubuh dari satwa yang masuk marga Cacatua dan famili Cacatuidae mengundang decak kagum para pecinta satwa dari seluruh dunia. Karenanya, banyak yang menginginkan untuk memiliki satwa yang sudah masuk populasi kritis itu.

Peluang tersebut kemudian ditangkap oleh para pemburu satwa langka sebagai celah bisnis menggiurkan. Karenanya, kemudian ada perdagangan ilegal yang berjalan baik sejak lama dari pulau di kawasan Timur Indonesia ke pulau lain di kawasan Barat Indonesia dan bahkan ke luar negeri.

Proses evakuasi burung kaktua dari 14 jenis satwa dilindungi dari lokasi pengrebekan di Garut, Jawa Barat. Foto : Dok COP

Proses evakuasi burung kaktua dari 14 jenis satwa dilindungi dari lokasi pengrebekan di Garut, Jawa Barat. Foto : Dok COP

‘’Perdagangan satwa langka seperti kakatua jambul kuning ini sudah masuk kategori kejahatan satwa liat (wildlife crime). Ini harus dihentikan segera karena bisa mengancam populasi spesies tersebut. Padahal, keberadaannya jelas dilindungi dan saat ini juga spesies tersebut masuk dalam kategori kritis populasinya,’’ ujar Wildlife Trade and Policy Program Manager Wildlife Conservatory Unit/Wildlife Crime Unit, Sofie Mardiyah.

Saat ini perdagangan satwa liar sudah masuk dalam tiga besar kasus kejahatan di dunia setelah perdagangan narkoba dan perdagangan senjata. Kondisi tersebut, katanya, harus segera dihentikan karena berdampak signifikan dan sistemik bagi Indonesia, sebagai negara asal satwa tersebut.

Segera Revisi UU No 50 Tahun 1990

Untuk bisa mewujudkan keinginan para pecinta satwa di Indonesia dan seluruh dunia agar kejadian seperti kasus kakatua dalam botol terulang lagi, hanya dengan merevisi Undang-Undang No.5/1990 tentang  Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Menurut Kasubdit Program, Evaluasi dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra Exploitasia, setiap tahunnya kasus penyelundupan ataupun perdagangan ilegal satwa liar dan dlindungi mencapai 70 kasus. Fakta tersebut sangat memprihatinkan karena berati penangkapan satwa dilindungi masih terus dilakukan.

“Hanya dengan revisi UU No 5 Tahun 1999, perdagangan ilegal bisa dicegah. Karena, dalam revisi nanti bisa dimasukkan item-item yang menjadi kebutuhan dari dasar perlindungan satwa liar di Indonesia. Dalam UU yang berlaku saat ini, item yang dibutuhkan tidak ada,’’ ungkap Indra.

Salah satunya mengenai tugas, fungsi dan kewenangan dari Polisi Hutan (Polhut) dalam menangani kasus perdagangan satwa ilegal. Saat ini, kewenangan Polhut hanya sebatas mengawasi dan memantau saja.

“Sementara untuk menangkap dan menahan tidak bisa dilakukan oleh Polhut. Itu kewenangan yang seharusnya ada saat ini, sehingga Polhut bisa bekerja lebih maksimal lagi. Sekarang ini, Polhut hanya sebatas menjaga hutan saja,’’ tandas Indra.

Namun demikian, walau kebutuhan revisi UU No 5/1990 sudah sangat mendesak, pada kenyataannya draf naskah revisi UU tersebut hingga saat ini belum masuk ke DPR RI. Menurut Koordinator Pokja Kebijakan Konservasi Andri Santosa, draf naskah revisi UU saat ini masih ada di tangan KLHK.

‘’Jadi bolanya masih ada di mereka. Kalau DPR RI sudah menerima sejak lama, mungkin akan masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang diprioritaskan. Saat ini, kenyataannya revisi UU No 5/1990 masuk urutan 67 Proleglas. Masih sangat jauh,” ujar Andri.

Karena fakta tersebut, Andri merasa pesimis tahun 2015 ini revisi bisa mulai dibahas dan bahkan diselesaikan. Dia memprediksi baru tahun 2016 pembahasan revisi akan mulai dilakukan.’’Semoga tahun depan dibahas dan diselesaikan. Tapi syaratnya draf harus sudah masuk ke Pokja,’’ tandas dia.


Petisi Kakatua Dalam Botol: Segera Revisi UU No 5/1990 Tentang Konservasi was first posted on May 12, 2015 at 5:20 am.

Pemerintah Dikritik Masih Gunakan Energi Kotor Dalam Proyek Listrik 35.000 MW. Kenapa?

$
0
0

Pemerintah secara resmi telah meluncurkan program pembangunan pembangkitan listrik 35.000 megawatt (MW) sebagai pelaksanaan program unggulan nawacita untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis khususnya kedaulatan energi.

Peluncuran program dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo dengan peletakan baru pertama Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Samas, Yogyakarta, menandai pembangunan pembangkit listrik yang lain, yaitu PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan; PLTA (pembangkit listrik tenaga air) Kendari, Sulawesi Tenggara; PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) Grati, Pasuruan, Jawa Timur; PLTA Jatigede, Sumedang, Jawa Barat; PLTU Takalar Sulawesi Selatan; dan PLTU Pangkalan Susu, Sumatera Utara.

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Total ada 109 proyek pembangunan pembangkit listrik baru tersebar di 59 lokasi di Sumatera, 34 lokasi di Jawa, 49 lokasi di Sulawesi, 34 lokasi di Kalimantan dan 34 lokasi di Indonesia Timur.

Dari 109 proyek listrik 35.000 MW yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2015-2024, PLN hanya mampu mengerjakan 35 proyek berkapasitas 10.000 MW, dan 74 proyek lainnya berkapasitas 25.000 MW akan dikerjakan pihak swasta.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam 5 tahun mendatang, Indonesia butuh penambahan energi listrik sebesar 35.000 MW, berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi realistis sekitar 5-6 persen per tahun dengan pertumbuhan membutuhkan listrik sekitar 7.000 MW per tahun.

Sudirman mengatakan proyek listrik 35.000 MW ini akan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber energi terbarukan, seperti panas bumi, surya, biomassa dan juga angin.

Energi terbarukan menjadi pilihan utama karena sumber energi fosil seperti minyak, gas dan batubara perlahan tapi pasti akan menemui batas akhirnya. “Oleh karena itu memilih membangun energi terbarukan bukan suatu pilihan, namun suatu keharusan yang harus kita jalankan bersama,” katanya.

Pekerjaan Berat

Pengamat energi dari Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan Indonesia memang harus segera membangun pembangkit listrik dengan jumlah dan kapasitas besar, karena telah mengalami defisit energi listrik sekitar 15-18.000 MW dalam 10 tahun terakhir.

“Untuk mengejar kebutuhan energi sesuai RPJMN 2015-1019, konsumsi listrik diharapkan naik dari 700 kwh menjadi 1200 kwh per kapita per tahun. Ada kenaikan konsumsi listrik sekitar 50 persen dari saat ini, sehingga harus ada pembangunan pembangkitan listrik sekitar 50 persen dari kapasitas sekarang. Tapi apakah mungkin membangun itu dalam waktu 5 tahun ke depan,” tanya Fabby.

Ini menjadi tantangan berat pemerintah, karena dari pengalaman pembangunan pembangkis listrik dalam lima tahun terakhir hanya berkapasitas 12.000 MW.

“Sedangkan proyek listrik ini 35.000 MW, berarti dua kali lipat kapasitasnya. Ini tugas berat. Saya tidak terlalu yakin. Tetapi yang penting, dalam lima tahun ke depan adalah menyelesaikan berbagai PR yang selama ini mengganjal, seperti penyediaan lahan untuk pembangkitan dan transmisi. Karena lahan menjadi ganjalan utama dalam pembangunan infrastruktur,” kata Fabby yang juga Pemerhati Isu Energi Thamrin School of Climate Change and Sustainability.

Mengenai komitmen pemerintah untuk menggunakan sumber-sumber  energi terbarukan,  dia menegaskan pengembangan energi terbarukan menjadi keniscayaan, meski dalam RPJMN, target peningkatan bauran energi hanya 5 persen.

Hal ini juga terkait dengan pendanaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan bahan bakar batubara.  Pembiayaan pembangkit listrik dengan bahan bakar dari minyak dan batubara akan sulit didapatkan dari pendanaan internasional , karena beberapa negara maju telah berkomitmen untuk tidak berinvestasi pada bahan bakar berbasis fosil.

“Beberapa minggu lalu, pemerintah Amerika memutuskan tidak lagi memperbolehkan investasi untuk batubara. Perusahaan Norwegia juga menyatakan tidak berinvestasi di batubara,” katanya.

Penggunaan bahan bakar berbasis fosil untuk pembangkitan listrik juga bakal menimbulkan dampak lingkungan termasuk emisi gas rumah kaca (GRK) yang mempengaruhi komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi.

Sedangkan Greenpeace Indonesia menyayangkan pemerintahan Jokowi-JK yang masih mendasarkan bahan bakar fosil untk pembangkitan listrik, terlihat dari 60 persen proyek listrik 35.000 MW masih berupa PLTU berbasis batubara.

Arif Fiyanto Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia harus belajar dari pengalaman dimana PLTU yang beroperasi menimbulkan dampak buruk lingkungan dan hilangnya mata pencaharian petani serta nelayan, seperti di Cilacap, Jepara dan Cirebon.

“PLTU batubara juga bertanggung jawab terhadap meningkatnya masalah penyakit yang terkait pernapasan, seperti yang dialami warga sekitar PLTU Cilacap dan Jepara,” kata Arif.

Target kedaulatan energi pemerintah Jokowi harus diterjemahkan dengan langkah kongkrit mendorong pengembangan energi terbarukan. “Langkah Jokowi meluncurkan proyek 35.000 MW di daerah rencana pembangunan PLTB di Pantai Samas,  Bantul  seharusnya jadi simbol,  bahwa  Jokowi akan memimpin revolusi energi di Indonesia.  Menghentikan ketergantungan terhadap batubara dan beralih ke energi terbarukan,” tambahnya.

Sedangkan Walhi mendorong pemerintah untuk mengurangi porsi PLTU dalam proyek listrik 35.000 MW karena membahayakan kesehatan masyarakat. PLTU sendiri sudah tidak populer di Amerika, Jerman, China dan Jepang.

Keberadaan PLTU juga berdampak bagi daerah penghasil batubara seperti Sumatera dan Kalimantan, karena akan memperbesar produksi batubara sehingga lebih jauh merusak lingkungan,

“Di Kalimantan dan Sumatera dimana Batubara disuplai dari daerah tersebut namun mereka sendiri kekurangan energi. Padahal energi berbasis lokal dan kondisi alam di daerah tersebut bisa dikembangkan untuk memberikan pasokan energi untuk masyarakat dipelosok sekalipun,” kata Manager Kajian Walhi Nasional, Pius Ginting

Padahal banyak sumber energi terbarukan seperti air dan angin yang bisa dikembangkan di Sumatera dan Kalimantan. Dan sebagai negara kepulauan dengan panjang pesisir kedua di dunia, menjadi potensi energi terbarukan yaitu angin yang cocok dikembangkan di daerah terpencil.

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando


Pemerintah Dikritik Masih Gunakan Energi Kotor Dalam Proyek Listrik 35.000 MW. Kenapa? was first posted on May 13, 2015 at 5:15 am.

Pemerintah Fokus Kembangkan Ikan Hias, Namun Pelaku Usaha Keluhkan Regulasi. Ada Apa?

$
0
0

Sektor ikan hias mulai dilirik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk dikembangkan lebih lanjut, melihat komoditas ikan hias mulai diminati masyarakat dan memberi pemasukan besar petani ikan hias.

Menurut data Sensus Pertanian 2013, sektor pertanian sub bidang kelautan dan perikanan menjadi pemuncak pendapatan rumah tangga pada sektor pertanian, mencapai Rp50 juta pertahun.

IKan Pictured Dragonet dari kawasan perairan Bali. Foto : Wisuda

IKan Pictured Dragonet dari kawasan perairan Bali. Foto : Wisuda

Data Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) KKP menyebutkan potensi ikan hias di Indonesia mencapai 1.500 spesies yang terdiri dari 400 spesies ikan air tawar dan 650 spesies ikan air laut. Pada 2013, nilai ekspor ikan hias dari Indonesiamencapai 70 juta dolar AS.

Sedangkan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) KKP mencatat ikan hias menjadi salah satu komoditas budidaya yang paling banyak diminati masyarakat.

Kepala BPSDM KP KKP Suseno Sukoyono mengatakan pihaknya terus mendorong pengembangan ikan hias agar produknya berkualitas dan banyak.

Namun, dia mengakui, untuk bisa mencapai taraf tersebut, dibutuhkan kerja keras dari semua pihak, termasuk stakeholder terkait yang ikut mengembangkan ikan hias sebagai komoditas utama mereka. Salah satunya peningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang ada dalam pengembangan ikan hias secara nasional.

‘’Pengembangan SDM ini dirasa sangat penting karena mengelola sumber daya kelautan dan perikanan pada dasarnya adalah bagaimana mengelola SDM-nya dengan baik dan benar,’’ ucap Suseno Sukoyono, Rabu (14/05/2015).

Untuk itu, KKP telah membina kelompok pelaku usaha di sejumlah daerah. Sepanjang 2014, KKP sudah melatih 530 orang dalam 44 kali pelatihan di enam Balai Diklat yang ada di seluruh Indonesia.

‘’Kami menggelar pelatihan agar ikan hias yang dibudidayakan SDM bisa menghasilkan nilai ekonomi lebih besar lagi. Sehingga, ikan hias bisa menjadi pilihan hidup bagi lulusan satuan pendidikan KKP dan penyuluh pertanian yang mendampingi para petani ikan hias,’’ papar Suseno lebih detil lagi.

Saat ini, di seluruh Indonesia, KKP sudah memiliki 429 Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP), termasuk P2MKP Ikan Hias yang fokus dalam pembudidayaan ikan hias. Keberadaan P2MKP tersebut diharapkan bisa ikut memicu pengembangan ikan hias sebagai komoditas menguntungkan.

Sancang-Lion fish

Lion fish di dalam plastik, sejenis ikan hias air laut yang diambil dari perairan CA Leuweung Sancang.

‘’Selain itu, keberadaan P2MKP memiliki fungsi utama sebagai lembaga penyelenggara pendidikan dan penyuluhan untuk pengembangan ikan hias. Karena, dalam pengembangan SDM ikan hias, tidak hanya pelatihan saja yang diperlukan, tapi juga pendidikan dan penyuluhan harus dilaksanakan,’’ tutur Suseno.

Dari data Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, saat ini terdapat 1.228 penyuluh ikan hias di berbagai daerah. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 13.323 penyuluh perikanan se-Indonesia, yang terdiri dari 3.219 penyuluh PNS, 1.152 Penyuluh Perikanan Bantu (PPB), 8.611 penyuluh swadaya, 214 PPB daerah, 40 penyuluh swasta, dan 87 penyuluh honorer.

Eskpor Ikan Hias Semakin Sulit

Meski Pemerintah mulai menjadikan ikan hias sebagai komoditas penting sektor perikanan, namun para pelaku usaha mengeluhkan peraturan ekspor ikan hias.

Sekretaris Jenderal Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI) Soeyatno mengatakan mereka terkendala keharusan adanya Surat Persetujuan Ekspor Tumbuhan Alam dan Satwa Liar (SPE-TASL) berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.50/2013 tentang Ketentuan Ekspor Tumbuhan Alam dan Satwa Liar yang Tidak Dilindungi Undang-Undang.

Permendag itu menyebutkan ikan hias dikategorikan perdagangan satwa dilindungi yang terancam punah populasinya menurut Daftar Convention on International Trade in Endangered Species (CITES). ‘’Eskpor ikan hias itu tersandung Permendag No.50/2013 dan kami kesulitan menembusnya,’’ jelas Soeyatno.

Jika peraturan itu tetap dibiarkan, keinginan KKP untuk mengembangkan ikan hias tidak akan berdampak signifikan. DIHI bersama berbagai asosiasi pedagang ikan hias telah menyurati Menteri Perdagangan agar peraturan itu direvisi, tetapi belum direspon.

 

 


Pemerintah Fokus Kembangkan Ikan Hias, Namun Pelaku Usaha Keluhkan Regulasi. Ada Apa? was first posted on May 15, 2015 at 7:22 am.

Yuk, Lindungi dan Lestarikan Satwa Langka Asli Indonesia Dari Sekarang!

$
0
0

Sejak kasus penyelundupan satwa endemik burung kakatua jambul kuning berhasil digagalkan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, kepekaan masyarakat terhadap satwa yang dilindungi dan endemik perlahan mulai meningkat. Mereka disadarkan setelah mengetahui burung malang tersebut diselundupkan dengan dimasukkan ke dalam botol air mineral yang ditutup rapat tanpa ada udara sama sekali.

Tidak hanya melalui petisi yang dibuat secara daring, dukungan masyarakat dilakukan langsung dengan menyerahkan kakaktua itu ke posko satwa langka yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Kantor Sumber Daya Alam (KSDA) di seluruh Indonesia.

Burung kakaktua jambul kuning diselundupkan dalam botol  plastik air minum diamankan petugas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak  Surabaya. Foto : Petrus Riski

Burung kakaktua jambul kuning diselundupkan dalam botol plastik air minum diamankan petugas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Foto : Petrus Riski

Data terakhir, ada 51 ekor kakatua jambul kuning yang diserahkan ke posko KLHK. Termasuk, 11 ekor yang diserahkan pada Kamis (15/05/2015) melalui dua KSDA di Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Fakta tersebut semakin mempertegas bahwa perhatian masyarakat terhadap satwa langka dan dilindungi kini sudah semakin baik. Ke depan, diharapkan bentuk dukungan bisa lebih baik lagi dan melibatkan banyak kalangan.

Sosialisasi Satwa Langka dan Dilindungi

Walau kesadaran masyarakat sudah mulai meningkat, namun jumlah satwa langka dan dilindungi yang ada di Indonesia jumlahnya banyak. Karenanya, tidak menutup kemungkinan kalau masyarakat belum mengenal secara mendalam satwa mana saja yang berstatus langka dan dilindungi.

Menurut Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, jumlah satwa yang dilindungi dikelompokkan dalam famili dan genusnya masing-masing, yaitu

1)      Cervus spp. (semua jenis rusa dan menjangan);

2)      Cetacea (semuan jenis paus dan lumba-lumba);

3)      Dendrolagus spp. (semua jenis kanguru pohon);

4)      Dolphinida (semua jenis ikan lumba-lumba);

5)      Hylobatidae (semua jenis owa);

6)      Phalanger spp. (semua jenis kuskus);

7)      Tarsius spp. (semua jenis tarsius);

8)      Thylogale spp. (semua jenis kanguru tanah atau walabi);

9)      Tragulus spp. (semua jenis pelanduk atau kancil); dan

10)   Ziphiidae (semua jenis lumba-lumba).

Dari pengelompokkan tersebut, kemudian diketahui ada 130 hewan mamalia, 93 burung dan 25 hewan langka asli Indonesia yang berstatus dilindungi. Jumlah tersebut sangat banyak karena harus diingat satu per satu oleh masyarakat dan itu pasti tidak mudah.

Owa jawa di pusat rehabilitasi-3

Owa Jawa (Hylobates moloch), hasil sitaan di pusat rehabilitasi ASPINAL di Ciwidey. Foto: Ridzki R Sigit

Menurut Samedi, Program Director Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) KEHATI diperlukan sosialiasi dan pendidikan secara bertahap dan berjenjang untuk menyamakan perhatian dan pemahaman masyarakat tentang satwa langka dan dilindungi,

‘’Pendidikan terhadap masyarakat, dari level politisi sampai masyarakat bawah harus dilakukan agar paham. Proses itu harus dilakukan termasuk dengan melaksanakan sosialisasi nama hewan langka yang dilindungi di Indonesia,’’ katanya.

Dengan hal itu, masyarakat paham hewan yang dilindungi, sehingga pengawalan berjalan lebih baik dan bisa menurunkan perdagangan ilegal satwa langka yang dilindungi.

Kuskus beruang yang langka dan dilindungi, salah satu dari 14 jenis satwa yang dievakuasi dari lokasi penggerebegan di Garut, Jawa Barat. Foto : Dok COP

Kuskus beruang yang langka dan dilindungi, salah satu dari 14 jenis satwa yang dievakuasi dari lokasi penggerebegan di Garut, Jawa Barat. Foto : Dok COP

Hanom Bashari, Biodivesity Conservation Specialist dari Burung Indonesia mengungkapkan, hingga kini kesadaran masyarakat terhadap satwa langka dan dilindungi memang masih rendah. Terbukti dengan masih banyaknya penangkapan dan penjualan dengan harga murah satwa tersebut oleh masyarakat.

Dia menyebutkan, untuk burung jenis kakatua putih endemik Maluku Utara yang berstatus langka dan dilindungi, harga yang ditawarkan dari penangkap berkisar Rp200 ribu per ekor.

‘’Sementara, harga yang dijual dari pembeli pertama ke pembeli kedua di Pulau Jawa dan sekitarnya bisa mencapai rata-rata Rp30 juta per ekor. Itu jumlahnya fantastis. Tidak ada rasa bersalah dari para penjual tersebut, termasuk dari penangkap yang berasal dari masyarakat,’’ jelas Hanom.

Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, karena suatu saat akan satwa itu akan punah jika tidak dilestarikan. Untuk itu, sudah saatnya masyarakat bahu membahu untuk menjaga dan melestarikan keanekaragaman fauna langka yang jumlahnya terus menyusut.

Lindungi Satwa Langka dari Sekarang

Kasubdit Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan KLHK Indra Exploitasia menjelaskan, komitmen untuk menjaga dan melestarikan satwa langka dan dilindungi memang menjadi milik bersama yang harus dilakukan. Termasuk, oleh masyarakat hingga pembuat kebijakan tertinggi di Indonesia.

‘’Saya merasa miris saja, sekarang petugas di lapangan sudah mati-matian untuk menjaga hutan dan aneka fauna dan flora yang ada di dalamnya. Namun, penangkapan satwa langka masih terus saja terjadi. Kenapa ini terjadi terus? Ada yang salah dalam sistem regulasi di kita,’’  ungkap Indra.

Wildlife Trade and Policy Progam Manager Wildlife Conservatory Society (WCS), Sofie Mardiyah, juga mengatakan kesadaran masyarakat masih sangat rendah dalam memahami arti pentingnya satwa langka dan dilindungi.

‘’Contoh saja, dalam sepuluh tahun terakhir masih banyak kepemilikan satwa langka burung kakatua beragam jenis. Itu murni dimiliki oleh masyarakat biasa. Mereka tidak paham kalau itu adalah burung langka,’’ tuturnya.

Jika kondisi tersebut tidak diperbaiki, maka bukan tidak mungkin satwa langka yang ada aat ini akan menghilang secara perlahan dari Indonesia. Satu-satunya cara yang harus dilakukan, adalah sosialisasi dan memberi pendidikan kepada masyarakat, serta memperbaiki regulasi hukum yang berlaku saat ini melalui UU No.50/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya.


Yuk, Lindungi dan Lestarikan Satwa Langka Asli Indonesia Dari Sekarang! was first posted on May 16, 2015 at 1:00 am.
Viewing all 2588 articles
Browse latest View live