Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 2588 articles
Browse latest View live

Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa?

$
0
0

Sekelompok anak dari Sedulur Sikep, Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah terlihat riang gembira bermain air sambil membawa bendera merah putih di sendang Goa Wareh, Desa Kedumulyo, Sukolilo.

Mereka kemudian bersama-sama mencuci membersihkan bendera pusaka itu, sambil menyanyikan lagu-lagu Jawa karya komunitas anak sedulur sikep. Ya, itulah bentuk aksi mereka memperingati hari air sedunia pada Minggu (22/03/2015).

“Dulur~dulur, gendera iki reged kena bledhu. Kuwajibane awake dhewe kanggo ngumbah nen gendera iki resik maneh. Ibu Pertiwi wis nyediyani banyu kang cukup. Resike gendera muga uga ndadekke resik ati kita. Le ngumbah sinambi tetembangan ya. Iya, ayo nyemplung sendhang bebarengan.” (Saudara-saudara bendera ini kotor kena lumpur. Kewajiban kita untuk membersihkan agar bendera ini bersih kembali. Ibu Pertiwi telah menyediakan air yang cukup. Bersihnya bendera, smoga juga menjadikan hati kita bersih. Mencucinya sambil bernyanyi ya. Iya, ayo kita ke Sendang).

Aksi anak-anak sedukur sikep Sukolilo memperingati hari air sedunia. Mencuci bendera merah putih di Sumber Air Goa Wareh. Foto : JMPPK.

Aksi anak-anak sedukur sikep Sukolilo memperingati hari air sedunia. Mencuci bendera merah putih di Sumber Air Goa Wareh. Foto : JMPPK.

Tokoh Sedulur Sikep, Gunretno mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak tentang air, arti dan kegunaannya. Mereka bernyanyi dan diajari mengenalkan alam dan cara menjaganya.

“Cara ini diharapkan anak bisa belajar memelihara dan melestarikan sumber air yang telah mencukupi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan demi keseimbangan alam,” kata Gunretno.

Ia menambahkan, rencana pendirian pabrik dan pertambangan semen di Kecamatan Kayen dan Tambakromo di Pati begitu juga di Rembang, Grobogan dan Blora tentu menjadi ancaman terhadap kelestarian sumber mata air dan air sungai bawah tanah.

Kepedulian Anak Muda di Yogyakarta

Sementara di Yogyakarta hari air sedunia diperingati beberapa komunitas anak muda yang peduli lingkungan yakni Sahabat Lingkungan (Sha-Link) WALHI Yogyakarta dan relawan Greenpeace Indonesia di NoL Kilometer Yogyakarta.

Dalam aksinya mereka mengajak masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya untuk ikut dalam gerakan penyelamatan lingkungan hidup, khususnya sumber daya air,  atas berbagai permasalahannya seperti privatisasi air dan kedaulatan sumber daya air.

Yulia Wulandari anggota Sha-Link kepada Mongabay mengatakan, dengan mengangkat tema “Air untuk Semua”, masyarakat diajak untuk memperkuat gerakan yaitu “3Ng : Nggodok, Nggowo, Ngunjuk” (memasak, membawa dan minum air) agar menjadi gaya hidup.

Kegiatan kampanye Sahabat Lingkungan Yogyakarta di Nol Kilometer Yogyakarta di hari air sedunia. Mereka mengajak masyarakat Jogja peduli akan kelestarian air. Foto  : Tommy Apriando

Kegiatan kampanye Sahabat Lingkungan Yogyakarta di Nol Kilometer Yogyakarta di hari air sedunia. Mereka mengajak masyarakat Jogja peduli akan kelestarian air. Foto : Tommy Apriando

Aksi mereka didukung Komunitas Nalitari atau Dance Ability Indonesia, karena sekaligus  memperingati Hari Down Sydrome Sedunia pada 21 Maret 2015.

Dalam aksinya, mereka menyediakan air siap minum bagi masyarakat untuk minum dan mengisi botol minum yang dibawa sendiri. Ini menjadi satu solusi sederhana gerakan 3Ng.

Sementara itu, relawan Greenpeace Indonesia melakukan aksi di jembatan Sayidan, Gondomanan, Yogyakarta. Koordinator aksi, Ibar Furqonul Akbar mengatakan aksi mereka bertujuan bahwa perusahaan fashion  di Indonesia banyak yang melakukan pembuangan limbah dan mencemarkan sungai. Contohnya brand fashion mencemari di DAS Citarum yang airnya dibutukan oleh warga Bandung dan Jakarta.

Ia menambahkan, di Jogja sendiri pencemaran limbah produk fashion belum begitu parah. Oleh karena itu, aksi tersebut untuk menyadarkan masyarakat, perusahaan dan pemerintah tentang pentingnya fungsi ekologi sungai.

Data Greenpeace Indonesia menunjukkan hasil laboratorium dari sampel air Sungai Citarum, pada 2011-2012 menemukan adanya bahan kimia yang umumnya digunakan industri tekstil pada kulit buatan dan beberapa pewarna. Hasil riset pusat studi ilmu lingkungan Universitas Padjajaran di dekat Curug Jompong menemukan berbagai kandungan logam berat.  Sekitar 75 persen atau enam dari delapan sampel yang diproduksi di Indonesia teridentifikasi mengandung bahan kimia berbahaya yakni Armani Esprit, Gap, Mango dan Mark&Spencer.

“Keberadaan bahan-bahan kimia berbahaya pada merek tersebut menjadi indikasi penggunaannya ketika diproduksi, yang akhirnya meracuni sungai dan sumber air,” kata Ibar.


Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa? was first posted on March 24, 2015 at 2:42 am.

Pasca Putusan Pengadilan, Pemerintah Harus Segara Ambil Alih Pengelolaan Air. Kenapa?

$
0
0

Pada Selasa kemarin (24/03/2015), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan mengabulkan gugatan warga negara (citizen law suit) yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) yang menolak privatisasi pengelolaan air.

PN Jakpus memutuskan tergugat yaitu Presiden, Wakil Presiden, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, Gubernur DKI Jakarta, DPRD DKI, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya dan turut tergugat Palyja dan Aetra lalai memberikan hak atas air yang merupakan hak asasi manusia.

Pengadilan juga memutuskan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS) yg merugikan negara dan warga Jakarta, serta menyatakan PKS antara PAM dan Turut Tergugat batal dan tidak berlaku.

 

Aksi anak-anak sedukur sikep Sukolilo memperingati hari air sedunia. Mencuci bendera merah putih di Sumber Air Goa Wareh. Foto : JMPPK.

Aksi anak-anak sedukur sikep Sukolilo memperingati hari air sedunia. Mencuci bendera merah putih di Sumber Air Goa Wareh. Foto : JMPPK.

 

Juga diputuskan untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta, mengembalikan pengelolaan air minum ke Pemprov DKI Jakarta, Mencabut surat Gubernur DKI dan Surat Menteri Keuangan RI yg mendukung swastanisasi.

Pengadilan juga memutuskan agar pemerintah melaksanakan pemenuhan hak atas air sesuai prinsip hak atas air dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta Komentar Umum tentang Hak Atas Air.

Sebagai bagian dari KMMSAJ,  Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Hak Atas Air (Kruha)  Muhammad Reza mengatakan pemerintah harus segera mengambil alih pengelolaan air untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Ada perintah dalam putusan itu agar negara mengambil alih pengelolaan air minum. Itu sudah sangat jelas,” katanya.

Dalam undang-undang, negara menguasai sumber air dan mengelola air untuk kemakmuran sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Dalam praktek dikuasai negara, tapi tidak dikelola untuk kemakmuran rakyat, bahkan diserahkan kepada swasta. Jadi hubungan negara dan rakyat itu terpotong oleh swasta. Pemerintah mengabaikan tugas utama untuk pemenuhan atas air kepada rakyat dan menjadi proyek yang dijual oleh swasta,” katanya.

Dengan putusan tersebut, pengadilan memberikan penegasan payung hukum kepada pemerintah untuk menjalankan tugasnya, yang selama ini terjebak memberikan hak pengelolaan air kepada swasta.

Pasca putusan pengadilan tersebut, pemerintah harus segera memenuhi kewajiban mengelola air dengan menyusun rencana kerja secara detil demi untuk pemenuhan kebutuhan hak asasi warga atas air.

“Seharusnya pemerintah susun rencana detil bagaimana mereka memenuhi hak asasi atas air. Kalau di Jakarta, bagaimana pemerintah memenuhi kebutuhan air sekitar 17 juta orang warga. Rencana kerja termasuk biaya dan pemenuhan, menjaga sumber airnya, bagaimana melindungi dari campur tangan ketiga seperti perusak sumber daya air dan swasta,” kata Reza.

Dia melanjutkan pengelolaan air harus dilakukan oleh pemerintah.  Bila ada sisa kuota pengelolaan air, baur diberikan kepada pihak swasta secara terbatas dan ketat.

“Pengelolaan air di jakarta harus melibatkan masyarakat yang menentukan pemenuhan, kualista standar dan biayanya. Ada program. Harus sesuai dengan standar dan HAM. Air bisa diminum dan diakses 24 jam, harus diakses di semua tempat, harus bisa dijangkau. Tidak boleh pengeluaran per kapita untuk air lebih besar dari 3 persen. Tidak boleh memutus hak atas air kepada rakyat miskin yang tidak bisa membayar,” tegas Reza.

Rencana kerja pemerintah tersebut harus ada tahapan jelas, kongkrit, dan terukur oleh masyarakat. Jangan sumir, jangan berlindung dengan alasan, misalnya pemerintah tidak punya anggaran. Karena APBN sangat kecil untuk belanja air,” lanjutnya.

Maka tugas dari masyarakat untuk terus mengawal pemenuhan hak asasi atas air tersebut oleh pemerintah.

 

Hormati Putusan Pengadilan

Sedangkan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), operator penyediaan dan pelayanan air bersih untuk wilayah Barat DKI Jakarta, menyatakan menghormati putusan PN Jakpus, meski kecewa karena putusan berisi pembatalan dua Perjanjian Kerjasama Pelayanan Air di Bagian Timur dan Barat DKI Jakarta yang sudah berjalan selama 17 tahun.

“Palyja telah memutuskan untuk mengajukan banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Oleh karenanya, Perjanjian Kerjasama Palyja tetap berlaku penuh sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan hukum Indonesia, pengajuan banding atas putusan ini menangguhkan pelaksanaan dari putusan tersebut,” kata Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Palyja, Meyritha Maryanie.

Palyja sendiri akan tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan kebutuhan air kepada masyarakat di bagian barat Jakarta sesuai dengan yang telah diatur dalam kontrak kerjasama.


Pasca Putusan Pengadilan, Pemerintah Harus Segara Ambil Alih Pengelolaan Air. Kenapa? was first posted on March 25, 2015 at 5:15 am.

Merehabilitasi Hutan Sambil Menjual Karbon. Seperti Apa?

$
0
0

Selain sebagai penjaga ekosistem dan habitat satwa, hutan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) di Jember, Jawa Timur, bakal dijadikan kawasan percontohan perdagangan karbon dari aktivitas penanaman pohon di lokasi lahan rehabilitasi hutan dengan menggandeng menggandeng masyarakat desa.

Pihak TN Meru Betiri telah menggandeng masyarakat, untuk ikut merehabilitasi lahan kritis seluas lebih dari 4.000 hektar, dengan memberikan hak pengelolaan lahan kepada masyarakat untuk ditanami tanaman pokok atau pohon tegakan. Program berhasil menghijaukan kembali lahan kritis tersebut.

 

Hutan di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Foto : Petrus Riski

Hutan di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Foto : Petrus Riski

 

Keberhasilan program tersebut, bisa dikompensasikan melalui skema perdagangan karbon. Menurut, Arif Aliadi dari Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan Indonesia, kegiatan masyarakat untuk mencegah deforestasi dan kerusakan hutan perlu mendapat apresiasi dalam bentuk uang, hasil upaya menanam pohon yang memenuhi syarat untuk penyerapan karbon.

“Masyarakat di sekitar hutan harus difasilitasi agar ikut mempertahankan hutan. Kalau mereka mempertahankan hutan, maka mereka akan memperoleh benefitnya, selain hasil hutan juga uang dari penjualan karbon,” papar Arif.

Arif yang juga fasilitator dari Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) menambahkan Indonesia belum pernah melakukan program perdagangan karbon pasca  Kyoto Protokol (2008-2012).

Hingga saat ini pihaknya masih melakukan sosialisasi dan pengenalan kepada masyarakat, untuk mengetahui mengenai bagaimana dan apa saja keuntungan yang dapat diperoleh dari perdagangan karbon.

“Sampai sekarang di Indonesia belum ada, justru dari program ini kami berharap menjadi yang pertama untuk menarik pembeli,” ujar Arif yang mengaku sedang menjajaki kerjasama dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang peduli lingkungan, untuk bergabung dengan program ini.

LATIN sedang memfasilitasi masyarakat yang bersedia terlibat dalam program rehabilitasi hutan untuk mendapatkan sertifikat perdagangan karbon setelah tahapan MRV (monitoring, reporting and verificating) dilakukan di lokasi.

“Kalau mereka mau mempertahankan hutan maka akan ada benefitnya, ini petingnya kenapa kita dorong untuk mendapat sertifikasi. Karena dengan itu mereka punya komitmen mempertahankan, dan akan ada insentif atau nilai tambah dari karbon itu.”

Sertifikat didapatkan setelah ada kesepakatan kemampuan masyarakat menahan laju deforestasi dalam sekian waktu ke depan, dan akan dihitung emisi karbon yang berhasil ditahan.

“Misal dalam 10 tahun terdapat 400 hektar hutan yang mengalami deforestasi, kalau masyarakat tidak ingin hutannya rusak maka berapa luas hutan yang sanggup ditahan deforestasinya oleh masyarakat. Misalkan 50 persennya bisa ditahan, berarti masyarakat menjanjikan mempertahankan 200 hektar. Maka inilah komitmen masyarakat yang nantinya akan diajukan sertifikatnya yang kemudian dapat dijual, berisi komitmen masyarakat menurunkan emisi,” terang Arif

Perdagangan karbon dari sektor hutan ini masuk dalam skema REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation). Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk menurunkan 26 persen emisi gas rumah kaca pada 2020.

Setiap tahunnya Bank Dunia menyiapkan dana 2-20 miliar USD, untuk penanganan deforestasi bagi negara berkembang, yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia yang memiliki hutan seluas lebih dari 88 juta hektar.

Arif mengatakan, pada dasarnya semua tanaman yang berkayu dapat menyimpan karbon, karena karbon disimpan di dalam pohon. Kandungan karbon dapat diketahui dengan mengetahui berat jenis pohon. Semakin tinggi berat jenis pohon akan semakin tinggi kandungan kayu, maka nilai karbonnya juga semakin tinggi.

“Secara fisik karbon merupakan arang, dimana dalam konteks penjualan karbon bukan berarti kita tebang pohon dan dijadikan arang lalu kita jual. Tapi yang kita jual adalah bagaimana pohon itu tidak menjadi arang, tidak ditebang, tidak dibakar, yang akan kita jual adalah usaha kita untuk mempertahankan pohon itu agar tidak menjadi arang,” tuturnya.

Arif menyebutkan beberapa contoh jenis pohon yang mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar, antara lain trembesi, joho lawe, kedawung, dan bintungan, yang memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat dan memiliki cabang yang banyak.

“Ketika melakukan rehabilitasi hutan, tentu semakin banyak pohon yang ditanam. Semakin banyak pohon yang tumbuh besar dan rimbun, maka kemampuan menyimpan karbon juga semakin banyak,” imbuhnya.

Sementara itu Direktur Konservasi Alam Indonesia Lestari (KAIL), Nurhadi, mengatakan melalui mekanisme karbon ini masyarakat dapat terbantu untuk membangun sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

“Salah satu skema dari karbon ini adalah kemampuan masyarakat untuk mengelola hutan secara lestari, disamping perlu juga untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Carbon trading ini merupakan bentuk apresiasi kepada masyarakat yang telah menanam pohon di hutan yang gundul,” kata Nurhadi yang juga merupakan warga Jember.

TN Meru Betiri seluas 58.000 hektar ini telah menyiapkan 40 Plot Sampel Permanen (PSP), dengan masing-masing berukuran 40 meter x 100 meter. PSP itu nantinya akan ditanami jenis pohon yang dapat dimanfaatkan buahnya, tanpa perlu menebang pohonnya.

Sejauh ini masyarakat di Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo kata Nurhadi, sangat antusias terhadap rencana pelaksanaan program perdagangan karbon. Dengan melindungi hutan yang menjadi penghidupan mereka sehari-hari, maka kebutuhan hidup masyarakat dapat lebih terjamin.

“Dana yang nanti kita peroleh akan kita kembalikan lagi untuk merehabilitasi kawasan hutan, tentu nanti akan ada skemanya. Misal kalau 100 persen dari biaya yang didapatkan, maka 60 persen untuk rehabilitasi, 40 persen untuk kegiatan usaha produktif dan penguatan kelembagaan,” sambungnya.

Namun demikian Nurhadi mengakui tidak mudah mengajak seluruh masyarakat merehabilitasi hutan untuk dapat dijual karbonnya kepada negara maju maupun perusahaan. Tantangan terletak pada pemahaman masyarakat yang lebih suka menanam tanaman pertanian, yang mendatangkan keuntungan jangka pendek. Dengan begitu cukup sulit memenuhi target pohon yang harus ditanam, untuk dapat menghasilkan uang dari penjualan karbon.

“Kita sedang cari tanaman yang punya nilai ekonomi lebih tinggi dari tanaman pertanian. Tanaman obat sudah dicoba tapi belum semua masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari itu,” tandasnya.

Perdagangan karbon merupakan skema kompensasi pendanaan yang diberikan oleh negara-negara maju atau pihak swasta yang telah mengemisi gas GRK penyebab perubahan iklim, kepada negara berkembang atau pihak lain yang berhasil menahan emisi gas GRK melalui berbagai program seperti REDD+.

Maka menjadi peluang bagi pemilik hutan seperti Indonesia, Papua Nugini, Afrika dan Amerika Latin memperoleh dana dari perdagangan karbon tersebut.

“Dengan project karbon ini, kita selalu mengkaitkan dengan rehabilitasi hutan, karena itu kegiatan sehari-hari yang dilakukan masyarakat,” tambah Arif.

 

 

 


Merehabilitasi Hutan Sambil Menjual Karbon. Seperti Apa? was first posted on March 25, 2015 at 6:31 am.

Jangan Main-main Dengan Bulu Ayam Ini. Kenapa?

$
0
0

Dalam keseharian anda, mungkin sering mendengar apa yang namanya bulu ayam. Bagian tubuh dari hewan ayam, yang bisa dimanfaatkan sebagai alat kebersihan. Tetapi untuk bulu ayam yang ini, anda tidak bisa menggunakannya untuk bersih-bersih. Bahkan memegangnya pun dilarang. Karena bulu ayam yang ini beracun.

Inilah hydroid. Biota laut ini berbentuk seperti helaian bulu ayam yang besar. Di beberapa daerah di nusantara, makhluk laut ini dinamakan ayam-ayam. Hewan ini termasuk dalam kelas hydrozoa dan ordo leptothecata. Hidup dengan menyaring plankton yang terbawa arus, karenanya hydroid sangat mudah ditemukan di tempat yang arus dalam lautnya cukup kuat dan terkadang berubah-ubah arahnya.

Hydroid, si bulu ayam penyengat. Salah satu biota eksotik dari perairan Sulawesi Utara. Foto : Wisuda

Hydroid, si bulu ayam penyengat. Salah satu biota eksotik dari perairan Sulawesi Utara. Foto : Wisuda

hydroid, biota laut eksotis  beracun. Foto : Wisuda

hydroid, biota laut eksotis beracun. Foto : Wisuda

Selain itu, ia juga menyukai perairan yang agak keruh dengan kandungan bahan organik terlarut yang tinggi. Tumbuh diantara karang dan atau pasir. Secara kasat mata, hydroid hanya tampak seperti tanaman yang melambai-lambai bila terkena arus laut.

Sebagaimana anggota phylum cnidaria lainnya, permukaan hydroid dipenuhi sel penyengat untuk melumpuhkan plankton dan mempertahankan diri.Walaupun tidak mematikan, tetapi hewan ini cukup mengganggu apabila menyengat manusia.

Sel penyengat hydroid mengandung racun yang dapat menimbulkan sensasi rasa gatal yang luar biasa jika masuk ke dalam kulit. Rasa gatal ini bercampur dengan rasa panas,  dan akan menjalar dengan cepat saat digaruk. Kulit akan memerah dan bentol-bentol dengan ukuran besar-besar seperti orang yang mengalami gejala alergi (urticaria). Dan racunnya juga dapat dengan mudah berpindah, apabila bagian yang tersengat bergesekan dengan bagian tubuh yang lainnya.

hydroid-2,-sulut

Cara penanganan ketika tersengat hydroid adalah dengan mengoleskan alkohol 70 persen ke bagian yang terkena, atau dengan menggunakan asam cuka. Untuk beberapa orang dengan tingkat kepekaan tertentu, racun hydroid dapat juga berakibat fatal.

Karena beracunnya, bulu ayam penyengat ini termasuk biota yang dihindari oleh para penyelam ketika menikmati keindahan surga bawah air di Indonesia.


Jangan Main-main Dengan Bulu Ayam Ini. Kenapa? was first posted on March 26, 2015 at 2:16 am.

Pasca Putusan Ringan MV Hai Fa, KKP Harus Sinergikan Penegakan Hukum Pencurian Ikan

$
0
0

Pada Rabu (25/03/2015) kemarin, Pengadilan Perikanan Negeri Ambon memutuskan hanya mendenda Rp250 juta kepada kapal angkut MV Hai Fa yang terbukti melakukan pencurian ikan.

Menanggapi putusan terhadap kapal berbendera Panama yang ditangkap di Pelabuhan Umum Wanam, Kabupaten Merauke, Papua, pada Desember 2014 dan membawa 800.658 kilogram ikan dan 100.044 kg udang milik PT Avona Mina Lestari, berbagai pihak merasa kecewa.

Bahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan melakukan banding terhadap putusan tersebut. “Kami akan melakukan banding. Kami tidak bisa membiarkan keputusan ini terjadi pada pelaku illegal fishing,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di Jakarta pada Rabu (25/03/2015).

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan     Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto:  Ayat S  Karokaro

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto: Ayat S Karokaro

Sedangkan Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melihat putusan tersebut merupakan gambaran lemahnya aparat penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana pencurian ikan.

“Sebetulnya ini cermin dari ego sektoral sehingga substansi tuntutan tergolong ringan dan mengenyampingkan ketentuan UU Perikanan dan belum adanya sinergi penegakan hukum khususnya pencurian ikan. Ini tidak sejalan dengan upaya pencegahan dan upaya serius pemberantasan pencurian ikan yang dilakukan oleh KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan),” kata Sekjen Kiara, Abdul Halim yang dihubungi Kamis (26/03/2015).

Padahal pemerintah sudah pernah mengeluarkan Permen KP No. PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Tindak Pidana Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permen KP No. PER.18/MEN/2011.

Penuntutan jaksa sendiri hanya didasarkan pada Pasal 100 jo. Pasal 7 ayat (2) huruf m Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, kewajiban mematuhi ketentuan jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia.

Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Maluku hanya mengancam nakhoda dan ABK dengan pidana penjara selama satu tahun atau denda maksimal sebesar Rp. 250 juta. Padahal dari dari KKP menyebutkan ikan yang diduga hasil curian mencapai bobot 900,702 ton. Total tersebut terdiri dari 800,658 ton ikan beku dan 100,44 ton udang beku serta 66 ton ikan Hiu Martil dan Hiu Koboi yang dilindungi dan dilarang untuk ditangkap dan diekspor ke luar negeri. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp. 70 Miliar dengan penghitungan sejak 2014 telah 7 kali melakukan penangkapan ikan.

Kiara melihat telah sangat jelas terjadi pelanggaran Pasal 29 ayat (1) UU Perikanan yang hanya membolehkan warga negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia dalam melakukan usaha perikanan di wilayah indonesia. Hanya kapal berbendera Indonesia yang diperbolehkan untuk menangkap ikan di zona perairan territorial dan kepulauan.

Sedangkan Kapal MV Hai Fa bernakhoda asing dari china yang bernama Zhu Nian Lee dan tanpa ada ABK asal Indonesia Indonesia. Kapal ini juga diduga telah melanggar ketentuan sistem pengawasan kapal (vessel monitoring system) dan tidak memiliki Surat Layak Operasi (SLO).

“SLO tidak dianggap persyaratan utama penangkapan ikan. Padahal UU perikanan  menyebutkan merupakan bagian yang harus dimiliki sebelum melakukan aktivitas penangkapan ikan di indonesia,” katanya.

MV Hai Fa juga mengangkut ikan hiu martil (Scalloped Hammerhead / Sphyrna lewini) dan hiu koboi (oceanic whitetip shark/Carcharhinus longimatus) yang melanggar Pasal 21 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda Rp100 juta.

Kapal itu juga memasuki wilayah teritorial Indonesia sehingga melanggar kedaulatan negara sebagaimana diatur di  dalam Konvensi Hukum Laut Internasional PBB yang telah diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 1985.

Halim mengatakan upaya yang perlu dilakukan KKP adalah dengan mengajukan banding pada tingkat pengadilan kedua dan melakukan sinergi langkah secara intensif dengan aparat penegak hukum, terutama kejaksaan

Oleh karena itu, Kiara mendesak kepada pemerintah untuk melakukan penuntutan dengan tidak hanya berdasarkan pelanggaran administratif, tetapi mendasarkan pada tindak kejahatan (tindak pidana) atas perbuatan menangkap ikan secara bertentangan dan melanggar hukum.

Selain itu, tuntutan tidak boleh hanya berhenti kepada pelaku di lapangan, tetapi juga harus menjerat perusahaan di belakang layar yang diduga dilakukan oleh  PT. Avona Mina Lestari dan Menteri Kelautan dan Perikanan harus segera memberikan sanksi yang berat kepada pejabat yang memberikan ijin (SIUP) kepada PT. Avona Mina Lestari dan SIPI kepada kapal MV Hai Fa serta syahbandar yang telah lalai mengeluarkan surat persetujuan berlayar.

“Evaluasi dan perbaiki hubungan kelembagaan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan aparat penegak hukum, baik dari Kejaksaan maupun Mahakamah Agung. Tujuannya untuk memperbaiki maslah koordinasi dan komunikasi antar-lembaga demi pemberantasan pencurian ikan yang sinergis dan berkeadilan,” kata Halim.

Penangkapan dua kapal asing penangkap ikan ilegal asal Thailand oleh Kapal Pengawas Hiu Macan Tutul 005 di perairan teritorial Laut Anambas, Kepulauan Riau yang kemudian dibawa ke Satker PSDKP Batam pada 11 Maret 2015. Foto : Ditjen PSDKP KKP

Penangkapan dua kapal asing penangkap ikan ilegal asal Thailand oleh Kapal Pengawas Hiu Macan Tutul 005 di perairan teritorial Laut Anambas, Kepulauan Riau yang kemudian dibawa ke Satker PSDKP Batam pada 11 Maret 2015. Foto : Ditjen PSDKP KKP

Sedangkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyayangkan keputusan pengadilan terhadap MV Hai fa.

“Seharusnya penuntut umum mendasarkan tuntutan bahwa kejahatan pencurian ikan adalah suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime).  Illegal, unreported and unregulated (IUU) Fishing berdampak luas tidak terbatas pada devisa negara dan sumber daya alam tetapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang akan merugi akibat dari IUU Fishing,” kata Ketua KNTI, Riza Damanik.

Lemahnya penegakan hukum terhadap MV Hai Fa akan berdampak tersanderanya proses penegakan hukum terhadap kapal ikan asing yang mencuri di perairan Indonesia di kemudian hari. “Hakim dapat mengambil keputusan yang adil dan memberikan efek jera, termasuk dengan menyita kapal MV Hai Fa,” tambahnya.

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Pencurian Ikan (IUU Fishing) Mas Achmad Santosa mengatakan mengatakan kapal-kapal eks asing buatan Cina dengan ABK asing Cina itu pandai memanipulasi dengan menggunakan bendera Indonesia. Kadang malah menggunakan bendera ganda (double flagging). Sedangkan pemahaman aparat penegak hukum TNI, Polair dan KKP bahwa yang boleh ditenggelamkan hanyalah kapal asing.

“Satgas berpendapat kalau ABK-nya asing, apalagi pemindahtanganan kepemilikan kapalnya (deletion of certificate) tidak jelas maka layak ditenggelamkan atau dimusnahkan. Penenggelaman bisa dilakukan pada kapal-kapal bukan berbendera asing, sekalipun masih pada tahap penyidikan. Ternyata ada pasal dlm UU Perikanan membolehkan untuk dimusnahkan/ditenggelamkan tanpa mensyaratkan bahwa kapal tersebut adalah berbendera asing,” kata Mas Achmad Santosa yang lebih akrab dipanggil Ota kepada Mongabay.

Dia mengatakan Menteri KKP dan dan Satgas Gahtas IUUF sekarang sedang memproses penenggelaman lapal eks Cina yang ada di Merauke dan Ambon. “Sekarang 10 kapal eks Cina diatas 200 GT sedang diproses secara hukum. Kapal-kapal eks Cina ini, tidak hanya dikenakan pasal-pasal pidana perikanan yang menyangkut pelaku fisik/lapangan seperti nakhoda dan fishing master,  akan tetapi pidana korporasi yaitu pengenaan ancaman hukuman terhadap pengurus korporsi dengan menghukum penjara pengurus korporasi,” katanya.

“Bu Susi dan Satgas telah berkoordinasi dengan penegak hukum terkait untuk meminta penetapan pengadilan untuk penenggelaman sebagian atau seluruhnya kapal-kapal tersebut,” lanjutnya.

Wakil Ketua Satgas Gahtas IUUF-KKP Yunus Husein mengatakan penyidikan kapal-kapal Cina itu dilakukan oleh aparat dari Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX dan lantamal XI TNI AL. “Jadi persuasi / koordinasi terus dilakukan oleh Menteri KKP dan Satgas dengan penyidik TNI AL dan Kejaksan RI,” kata Yunus.

Sedangkan MV Hai Fa didakwa tiga hal yaitu berlayar tanpa SLO, tidak mengaktifkan VMS dan mengangkut hiu martil untuk ekspor.  “Ketiga-tiganya menurut UU, ancaman hukumannya hanya sebatas denda pidana (criminal penalty),  bukan hukuman badan/ penjara. Itu sebabnya TNI AL sebagai penyidik tidak mau menenggelamkan MV Hai Fa karena yang terbukti hanya 3 jenis pelanggaran yg tergolong ringan tersebut. Kemarin tuntutan jaksa perikanan dari Kajati Ambon, dari 3 dakwaan hanya terbukti satu dakwaan saja yaitu pelanggaran mengangkut hiu martil,” jelas Yunus.

Satgas Gahtas IUUF menganggap tuntutan jaksa aneh, karena tuntutan ini melemahkan dakwaannya sendiri. Oleh karena itu, Yunus Husein langsung datang ke Ambon pada Jumat (20/03/2015) kemarin untuk melakukan klarifikasi, pantau dan melakukan verifikasi kejanggalan-kejanggalan itu.

“Satgas sudah mendiskusikan dengan Danlantamal IX minggu-minggu lalu untuk menenggelamkan kapal Hai Fa, atas izin bu Susi tentunya . Tapi menurut pendapat penyidik pelanggarannya masih ringan. Jadi penenggelaman Hai Fa dengan 3 jenis pelanggaran diatas masih belum layak dilakukan,” kata Yunus.

Dia mengatakan Pengadilan Perikanan juga diharapkan memberi putusan merampas barang bukti untuk diserahkan kepada negara untuk dimusnahkan atau dihibahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan atau koperasi nelayan. “Bu Susi n Satgas tidak menyerah begitu saja terhadap fakta bahwa penegakan hukum belum mampu memberi efek gentar atau deterrent effect,”  tambah Yunus.


Pasca Putusan Ringan MV Hai Fa, KKP Harus Sinergikan Penegakan Hukum Pencurian Ikan was first posted on March 27, 2015 at 4:51 am.

Peneliti Berhasil Temukan Jawaban Kenapa Jamur Bisa Bersinar

$
0
0

Tahukan anda, memang ada jamur yang benar-benar bersinar? Aristoteles menyadari fakta menarik ini lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Ia juga adalah orang pertama yang mengajukan pertanyaan sederhana : mengapa?

Sekarang, para peneliti telah menemukan jawabannya. Dalam Jurnal Current Biology edisi 19 Maret 2015 yang dikutip dari science daily, peneliti memiliki jawaban bahwa jamur berpendar bertujuan untuk menarik serangga, termasuk kumbang, lalat, tawon, dan semut. Serangga-serangga itu membantu menyebarkan spora jamur di sekitarnya.

Neonothopanus gardneri, jamur besar yang bersinar dari Brazil. Foto : Michele P. Verderane/Sciencedaily.com

Neonothopanus gardneri, jamur besar yang bersinar dari Brazil. Foto : Michele P. Verderane/Sciencedaily.com

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa bioluminescence jamur dipengaruhi  jam sirkadian. Peneliti menduga berpendarnya jamur mempunyai beberapa tujuan tertentu.

“Pengaturan (bioluminescence jamur dipengaruhi jam sirkadian)  menyiratkan fungsi adaptif untuk bioluminescence,” jelas Jay Dunlap dari Dartmouth Geisel School of Medicine.

“Tampaknya jamur membuat cahaya sehingga mereka diperhatikan oleh serangga yang dapat membantu jamur menjajah habitat baru,” kata Cassius Stevani dari Brazil Instituto de Química-Universidade de São Paulo. Kontrol sirkadian membuat berpendarnya jamur menjadi proses yang efisien.

Ada banyak contoh makhluk yang menghasilkan cahaya dengan berbagai cara. Dan diantara makhluk bercahaya tersebut, jamur yang paling jarang dan paling kurang dipahami. Tercatat  hanya 71 dari lebih dari 100.000 spesies jamur yang menghasilkan cahaya hijau dalam proses biokimia yang membutuhkan oksigen dan energi. Para peneliti percaya dalam banyak kasus bahwa jamur menghasilkan cahaya terkait dengan waktu. Hal itu menunjukkan bahwa bioluminescence mungkin merupakan hal yang sederhana, dan produk sampingan dari metabolisme.

Penelitian yang dipimpin oleh Dunlap dan Stevani menunjukkan berpendarnya jamur ternyata tidak sesederhana itu, paling tidak dalam kasus jamur Neonothopanus gardneri, salah satu jamur berpendar yang terbesar dan paling terang.

N. gardneri juga disebut flor de coco yang berarti bunga kelapa, oleh penduduk setempat di Brazil, karena jamur itu dapat ditemukan menempel pada daun di dasar pohon-pohon palem muda hutan kelapa.

Para peneliti menemukan bahwa cahaya jamur itu dipengaruhi oleh kendali jam sirkadian terkompensasi suhu. Mereka berpendapat bahwa kontrol cahaya tersebut mungkin membantu jamur menghemat energi dengan menyalakan cahayanya hanya agar mudah dilihat.

Untuk mengetahui fungsi pendar hijau untuk jamur, para peneliti membuat jamur palsu dari resin akrilik yang lengket dan bercahaya dengan lampu LED hijau didalamnya. Jamur itu ditempatkan di hutan dimana jamur bioluminescent yang sebenarnya ditemukan. Ternyata jamur palsu itu menarik banyak kumbang staphilinid pengembara, lalat, tawon dan semut yang terjebak dalam jamur itu.

Dunlap mengatakan mereka tertarik untuk mengetahui gen yang yang bertanggung jawab dalam pendarnya jamur dan pengaruh jam sirkadian terhadapnya. Mereka juga menggunakan kamera inframerah untuk melihat lebih dekat interaksi antara jamur N. gardneri dan arthropoda.

Hasil temuan ini tidak hanya keren, etapi juga bakal memahami bagaimana jamur bisa tersebar dalam hutan, karena jamur seperti N. Gardneri punya peran ekologis penting.

“Tanpa mereka, selulosa akan terjebak dalam bentuk, yang akan berdampak pada siklus seluruh karbon di bumi. Saya berani mengatakan bahwa kehidupan di Bumi tergantung pada organisme seperti ini,” kata Stevani.

Beberapa jamur dalam kelompok Basidiomycetes, termasuk dua jamur bioluminescent, yang merupakan jamur parasit pohon kopi dan pinus. “Sangat penting untuk mengetahui bagaimana Basidiomycetes tumbuh dan bagaimana akibar dari penyebaran sporanya,” tambah Stevani.


Peneliti Berhasil Temukan Jawaban Kenapa Jamur Bisa Bersinar was first posted on March 28, 2015 at 2:30 am.

Kampanye Earth Hour 2015 Makin Meluas, Tapi Makin Kehilangan Substansinya. Kenapa?

$
0
0

Kampanye penghematan energi Earth Hour yang digagas oleh WWF, kembali digelar serentak pada Sabtu (28/03/2015) di seluruh dunia. Di Indonesia, tercatat ada 30 kota dan puluhan komunitas yang ikut berpartisipasi memadamkan lampur selama sejam pada pukul 20.30 – 21.30.

Akan tetapi, beban pemakaian listrik selama sejam pelaksanaan Earth Hour justru sedikit naik. Hanya beberapa daerah seperti Jakarta, Jawa Barat dan beberapa kota lain yang bebannya turun kecil.

Pelaksanaan Earth Hour tahun 2014 di Bundaran HI Jakarta. Foto : WWF-Indonesia

Pelaksanaan Earth Hour tahun 2014 di Bundaran HI Jakarta. Foto : WWF-Indonesia

Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN, Bambang Dwiyanto menduga hal tersebut dipengaruhi faktor cuaca, dimana pada saat perayaan Earth Hour di beberapa daerah cuaca cukup panas sehingga mendorong orang untuk menyalakan pendingin udara (AC).  Hal ini juga mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat untuk mengikuti program ini masih relatif rendah.

PLN mencatat, beban listrik Jakarta pada Sabtu 28 Maret 2015 jam 21.00 WIB sebesar 3.322 Mega Watt (MW) atau turun 165 MW (4.73 %) dibanding beban pada hari Sabtu 14 Maret 2015 pada jam yang sama yang sebesar 3.487 MW. Sementara beban listrik di Jawa Barat tadi malam jam 21.00 WIB sebesar 4.072 MW atau turun 19 MW (0.22 %) dibanding beban pada 14/3 jam yang sama yang sebesar 4.091 MW.

“Di sistem kelistrikan Jawa Madura Bali (Jamali) tadi malam beban justru cenderung naik,” kata Bambang seperti dikutip dari laman PLN. Beban Jamali 28 Maret 2015 jam 21.00 WIB sebesar 19.680 Mega Watt (MW) atau naik 385 MW (1.99 %) dibanding beban pada jam yang sama Sabtu 14/3 yang sebesar 19.295 MW.

Pada perayaan earth hour 2014, beban listrik di Jamali turun sebesar 509 MW. Sementara beban listrik di Sumatera pada 28 Maret 2015 jam 21.00 WIB sebesar 4.218 MW atau naik 34 MW (1.52 %) dibanding beban pada jam yang sama 14/3 yang sebesar 4.184 MW. Perbandingan sengaja dengan beban pada hari yang sama dua minggu lalu karena pada Sabtu 21 Maret 2015 ada perayaan Nyepi yang juga mempengaruhi beban listrik.

Gerakan Berkembang

Direktur Program Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia, Nyoman Iswarayoga mengatakan pelaksanaan kampanye Earth Hour berkembang dari tahun ke tahun dengan makin banyak pemerintah daerah dan terutama komunitas yang terlibat. “Earth Hour di Indonesia berkembang pesat. Ada 30 kota yang melakukan secara mandiri. WWF hanya membantu dan mengarahkan saja,” katanya.

30 kota yang terlibat antara lain mulai dari Aceh, Padang, Lampung, Jakarta, Bekasi, Tangeran, Bandung, Jogja, Solo, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Denpasar, Pontianak, Makassar sampai ke Jayapura.

Pelaksanaan Earth Hour tahun 2014 di Jakarta. Foto : WWF-Indonesia/Nefa D Firman

Pelaksanaan Earth Hour tahun 2014 di Jakarta. Foto : WWF-Indonesia/Nefa D Firman

Nyoman mengatakan kegiatan Earth Hour memang berbasis di perkotaan, dengan kampanye utama berupa gaya hidup hemat energi setiap waktu. Kampanye Earth Hour difokuskan di Jawa Bali dan terutama di Jakarta, karena 78 persen konsumsi listrik Indonesia terfokus di Jawa – Bali karena 68 persen konsumennya berada di pulau tersebut. Sedangkan Jakarta dan Tangerang menyerap 23 persen dari konsumsi listrik Indonesia.

Diilustrasikan bahwa pelaksanaan satu jam Earth Hour oleh 10 persen penduduk Jakarta atau 700 ribu rumah mematikan 2 lampu selama 1 jam, akan menghemat 300 MW atau cukup untuk mengistirahatkan 1 pembangkit listrik, setara dengan listrik untuk menyalakan 900 desa, mengurangi beban biaya listrik Jakarta ± Rp 200 juta, mengurangi emisi ± 267 ton CO2, setara dengan daya serap emisi dari 267 pohon berusia 20 tahun dan setara dengan ketersediaan oksigen untuk ± 534 orang.

Selain kampanye penghematan energi, WWF Indonesia membebaskan komunitas pelaksana Earth Hour menambahkan materi kampanye sesuai kondisi daerah masing-masing. “Komunitas-komunitas itu juga menginisiasi kampanye konservasi. Kita juga dorong agar berkontribusi dalam program konservasi WWF,” ujarnya.

Untuk Earth Hour 2015 yang bertema “Hijaukan Hutan, Birukan Laut”, WWF Indonesia mengusung 7 isu kampanye konservasi yaitu laut dan pesisir, deforestasi, biodiversity, sampah, sungai & air, transportasi, dan energi. Ada tiga fokus proyek adopsi yaitu mangrove, koral, dan penyu.

Kehilangan Substansi

Mantan Direktur Energi dan Iklim WWF-Indonesia, Fitrian Ardiansyah mengatakan apapun kegiatan yang meminta masyarakat, pemimpin dunia dan negara untuk mengingatkan perlunya pengelolaan lingkungan dan bumi lebih baik, mitigasi dan reduksi perubahan iklim tetap diperlukan dan harus didukung.

“Earth Hour merupakan salah satu bentuk kegiatan itu. Ini seperti peringatan Hari Bumi, yang  menjadi simbol untuk mengingatkan kita semua. Sama seperti perayaan hari-hari besar keagamaan,” katanya.

Tetapi apakah kegiatan Earth Hour sudah benar-benar mengingatkan semua pihak untuk bergaya hidup hemat energi? Fitrian mengatakan ada tantangan besar dalam pelaksanaan kegiatan menyangkut kapasitas organisasi sebesar WWF, bahkan yang dilakukan oleh PBB sekalipun.

“Apa yang ingin dicapai dari Earth Hour? Bila target kepada masyarakat luas dan komunitas, maka pemimpin daerah, tokoh keagamaan, tokoh masyarakat dan pemimpin komunitas harus dilibatkan, seperti melibatkan komunitas pejalan kaki, komunitas bike to work, komunitas pelari, dan sebagainya,” kata salah satu penggagas Earth Hour di Indonesia itu.

Dia melihat karakter masyarakat Indonesia yang tidak lepas dari patron pemimpinnya, artinya masyarakat akan lebih melihat dan mengerjakan apa yang diharapkan bila pemimpinnya pun ikut andil dalam kegiatan tersebut.

“Ada kesenjangan pada jargon dan kebijakan pengelolaan lingkungan dan ekonomi di pemerintahan dan perkotaan. Jargon ini harus seiring dengan platform pembangunan dan politik di nasional, provinsi, dan kota,” katanya.

Dia melihat Earth Hour 2015 juga terlalu banyak dibebani oleh isu yang ingin diangkat. Ada 6 isu konservasi selain isu utama tentang energi pada program kampanye tahunan WWF itu.

“Kalau kegiatan banyak terbebani banyak misi, masyarakat akan sulit menangkap dan mencerna. Kalau kampanye itu ingin meminta perubahan kebijakan ke pemerintah, pemerintah juga akan bingung karena terlalu banyak permintaan,” katanya.

Lebih baik Earth Hour dikembalikan pada misi awal yaitu tentang penghematan energi dengan kemasan kegiatan yang tuntas, tegas tapi ringkas.

Fitrian juga melihat ada kecenderungan kegiatan Earth Hour dari tahun ke tahun semakin terasa menjadi hanya sekedar seremoni. “Seperti layaknya suatu event, ada kecenderungan bisa terjebak dalam seremoni, kalau kegiatan tidak digawangi oleh tim yang kuat dengan substansi kegiatan,” katanya.

Meskipun begitu, kegiatan kampanye semacam Earth Hour ini masih kurang dan perlu diperbanyak lagi.  “Event untuk mengingatkan pengelolaan bumi dan linkgungan masih kurang, tapi jangan sampai terjebak dalam rangkaian seremonal yang kehilangan subastansi, acara seharusnya mudah dicerna dan tataran audien,” jelasnya.

Dia melihat enam tahun pelaksanaan Earth Houar di Indonesia, semestinya substansi kampanye sudah semakin jelas. “Harusnya sudah jelas (substansi kampanye), mau minta apa ke Presiden, ke menteri minta apa dan ke pemda minta apa. Perubahan apa yang kita ingin lihat. Harusnya tidak dipisah antara komunitas dan pemimpin komunitas dan pemerintah,” katanya.

Masyarakat atau komunitas bakal berubah karena sebagai makhluk sosial tentu juga ingin berbuat baik. Apalagi kalau ada keuntungan atau insentif dari pemerintah untuk mendorong perubahan itu.

Konfigurasi Earth Hour saat melintas di Jl. Jenderal Sudirman Jakarta, 17 Maret 2013 silam. Foto: Irwan Citrajaya/Earth Hour Indonesia

Konfigurasi Earth Hour saat melintas di Jl. Jenderal Sudirman Jakarta, 17 Maret 2013 silam. Foto: Irwan Citrajaya/Earth Hour Indonesia

“Ada hubungan dengan perubahan perilaku masyarakat dengan perubahan perilaku di pemerintahan. Misalnya program pengurangan sampah, mendaur ulang sampah akan berhasil bila masyarakat juga mendapatkan keuntungan dari program itu, misalnya ada keuntungan ekonomi atau ada pengurangan pembayaran,” jelasnya.

Oleh karena itu, Fitrian mengharapkan adanya substansi kampanye yang jelas, terukur dan sederhana dalam pelaksanan Earth Hour di masa mendatang, agar perubahan yang diinginkanpun seperti gaya hidup hemat energi bisa tercapai.

Fokus Kampanye Energi 

Sedangkan pengamat energi dari Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa, mengatakan Earth Hourmerupakan inisiatif kampanye yang baik untuk mengajak orang memahami konsekuensi penggunaan energi terhadap lingkungan, yaitu dalam bentuk perubahan iklim.

“Dengan demikian mengurangi penggunaan listrik untuk waktu tertentu bisa membantu mengurangi kebutuhan listrik. Sejam hanya sebagai contoh, tetapi tujuannya diharapkan bisa menjadi kebiasaan menggunakan energi yang efektif dan efisien,” katanya.

Fabby melihat pelaksanaan Earth Hour di masa mendatang agar fokus pada kampanye efisiensi energi, tanpa ditambahi isu kampanye lainnya, sehingga pesan yang ingin disampaikan tersampaikan secara jelas kepada masyarakat luas.

“Pesan dari kampanye kepada pengguna listrik tidak sampai. Kita lihat, acara lebih cenderung seremonial, dengan melibatkan artis dan perusahaan, kurang menyasar ke masyarakat,” tambahnya.

Senada dengan Fitrian dan Fabby, Kepala Sekolah Thamrin School Farhan Helmy mengatakan gerakan Earth Hour seharusnya bisa menjadi kampanye yang efektif dan serius dalam konservasi dan efisiensi energi.

“Diharapkan gerakan ini menjadi lebih masif dengan dipimpin oleh pemerintah. Misalnya ada kebijakan dan praktek efisiensi energi yang signifikan pada gedung-gedung pemerintahan, baik pada level nasional maupun di kota-kota,” kata penggagas Green Voice Indonesia itu.

Pemerintah bisa mendorong program efisiensi energi dengan mengeluarkan standar pemakaian perangkat elektronik yang hemat energi kepada seluruh instansi pemerintah. Apalagi sesuai dengan hasil penelitian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) bahwa biaya energi dengan tingkat emisi gas rumah kaca yang tinggi berasal dari dua hal utama yaitu dari penggunaan dan alih fungsi lahan (land use land use change forestry/LULUCF) dan di luar sektor LULUCF, termasuk energi.

“Maka pesan Earth Hour menjadi tepat untuk efisiensi energi. Bahkan sekarang ada momentum yang tepat untuk penghematan energi yaitu harga minyak global yang meningkat. Oleh karena itu, pesan kegiatan Earth Hour lebih baik fokus pada soal energi saja,”tambah mantan Koordinator Pokja Mitigasi Perubahan Iklim DNPI itu.


Kampanye Earth Hour 2015 Makin Meluas, Tapi Makin Kehilangan Substansinya. Kenapa? was first posted on March 30, 2015 at 5:58 am.

Kampanye Earth Hour, Nadine Chandrawinata ‘Ngrampok’ Tas Plastik Pengunjung

$
0
0

Jelang akhir bulan ini, menjadi waktu yang cukup menyita tenaga dan pikiran aktris sekaligus aktivis lingkungan, Nadine Chandrawinata. Bagaimana tidak, pada 22 Maret lalu dia ikut berkampanye untuk peringatan Hari Air Sedunia lalu sepekan kemudian dia juga ikut kampanye penghematan energi, Earth Hour.

Dia cukup senang karena kampanye Earth Hour yang diikutinya saat ini didukung perusahaan kosmetik dan sebuah  mal besar di kawasan Jakarta Selatan. Dia bersama beberapa selebritas mulai jam 20.30-21.30, beraksi meminta kantong plastik kresek dari para pengunjung mal dan menggantinya dengan tas yang lebih ramah lingkungan.

“Kami ngrampok plastik mereka, ya cuma dapat 50-an sih, sedapatnya  tapi sudah lumayan,” ujar Nadine dihubungi melalui ponselnya pada Minggu (29/03/2015) .

Nadine Chandrawinata (kanan) bersama teman-temannya saat kampanye Earth Hour 2015 pada Sabtu (28/03/2015) di salah satu mal di Jakarta Selatan. Foto : Nadine Chandrawinata

Nadine Chandrawinata (kanan) bersama teman-temannya saat kampanye Earth Hour 2015 pada Sabtu (28/03/2015) di salah satu mal di Jakarta Selatan. Foto : Nadine Chandrawinata

Miss Indonesia 2005 ini mengatakan seharusnya kebijakan semacam ini juga digaungkan oleh pemerintah dan pihak swasta. Dia merasa senang ada perusahaan dan mal yang peduli lingkungan dan ikut mendukung kampanye semacam Earth Hour. “Memang nggak bisa cepat, harus pelan-pelan. Apalagi di mal, banyak kepala yang atur,” ujarnya.

Dia dan beberapa selebritas berharap pengunjung yang di’rampok’ tas plastiknya mempunyai kesadaran tak lagi menggunakan plastik saat belanja. Sehingga jumlah plastik tak semakin banyak. Dia juga berharap pengunjung juga lebih sadar dengan masalah sampah. Agar tidak membuang sampah sembarangan.

Perempuan kelahiran Hannover, 8 Mei 1984 ini mencontohkan bungkus permen yang sering disepelekan orang. “Kecil, tapi lama-lama jadi banyak numpuk. Kenapa nggak dikantongin dulu baru dibuang ke tempat sampah.”

Sampah-sampah plastik inilah yang sering dijumpainya saat dia menyelam. Dia mengaku sangat sebal dan marah ketika plastik-plastik itu nyangkut di terumbu karang, termakan ikan dan mengganggu lingkungan. Dia sering menjumpai sampah-sampah plastik ini ketika menyelam di berbagai spot penyelaman.

Nadine Chandrawinata, artis cantik yang hobi menyelam, dan aktivis peduli lingkungan. Foto : Nadine Chandrawinata

Nadine Chandrawinata, artis cantik yang hobi menyelam, dan aktivis peduli lingkungan. Foto : Nadine Chandrawinata

Tapi dia cukup senang tak menjumpai sampah saat dia menyelam di Boalemo,tak jauh dari Gorontalo, pada 22 Maret lalu. Dia menyelam bersama  tiga orang rekannya dalam rangka peringatan Hari Air Sedunia bekerja sama dengan Pemerintah daerah setempat.  Kondisi laut di sana cukup bersih, tak banyak sampah. Rupanya pemerintah Boalemo sudah mulai menyadari tentang sampah dan potensi laut. “Pemerintah daerahnya sudah sadar soal itu, mereka juga mengangkat laut sebagai wisata.”  Di sana dia  juga berkampanye kepada masyarakat setempat khususnya anak-anak muda setempat tentang lingkungan.

Sedangkan di wilayah perkotaan, Nadine juga mencoba membentuk ‘pasukan’ sadar dan mencintai laut,yang diberi nama Sea soldier. Mereka yang tergabung dalam Sea Soldier ini harus mempunyai program yang ramah lingkungan sendiri,dan komitmen yang tinggi. Kegiatan itu akan dipantau  dan akan mendapat identitas khusus berupa gelang bernomor dari Nadine.

“Anak-anak muda di perkotaan bisa juga kok berbuat sesuatu. Sampah perkotaan kan  juga banyak dibuang di sungai, di laut, ini bisa dicegah,” ujarnya.

Artis cantik Nadine Chandrawinata yang suka  sekali olahraga menyelam, menggagas komunitas Sea Soldier yang aktif berkampanye tentang konservasi laut. Foto : Nadine Chandrawinata

Artis cantik Nadine Chandrawinata yang suka sekali olahraga menyelam, menggagas komunitas Sea Soldier yang aktif berkampanye tentang konservasi laut. Foto : Nadine Chandrawinata

Sebagai pecinta lingkungan, Nadine juga menyarankan anak-anak muda mulai ikut terlibat dalam gerakan penyelamatan lingkungan. Mulai dari hal yang sepele dan sering dianggap remeh seperti mematikan keran air jika terdengar suara tetesan air di keran, mematikan pendingin ruangan setelah bangun tidur,  tidak membuang sampah sekecil apa pun, membawa botol minum sendiri dan membawa kantong belanja, atau menampung air hujan untuk menyiram tanaman atau membersihkan garasi.

Di rumah, aktris yang sempat menjadi produser film The Mirror Never Lies ini , juga ikut mendorong dua adik kembarnya Mischa dan Marcel, lebih bersikap ramah lingkungan.


Kampanye Earth Hour, Nadine Chandrawinata ‘Ngrampok’ Tas Plastik Pengunjung was first posted on March 31, 2015 at 3:51 am.

Mengamankan Kota Padang Dengan Raperda Lingkungan. Seperti Apa?

$
0
0

Pasca gempa bumi pada 30 September 2009, Kota Padang ‘menggeliat’ pembangunannya. Banyak berdiri bangunan tempat usaha, hotel-hotel dan berbagai industri baru lainnya di kota Padang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2010 pertumbuhan ekonomi pasca gempa turun drastis sampai 4,28%, dan setelah dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi, pertumbuhan ekonomi naik tajam dan terus naik sampai sekarang.

Pembangunan tersebut tentu berdampak pada kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kota Padang melalui Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Kota Padang sedang membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) Kota Padang.

Pabrik karet yang lokasinya tidak jauh dari bibir sungai Batang Arau di kelurahan Lubuk Begalung, kota Padang. Foto: Riko Coubut

Pabrik karet yang lokasinya tidak jauh dari bibir sungai Batang Arau di kelurahan Lubuk Begalung, kota Padang. Foto: Riko Coubut

Raperda itu sebagai penjabaran dari Pasal 63 ayat (3) UU No 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang menyatakan, pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang menetapkan kebijakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di tingkat kabupaten/kota.

Kepala Bapedalda Kota Padang, Edi Hasmi, saat diwawancarai Mongabay pada Jumat, (27/03/2015) mengatakan Raperda PPLH memuat instrumen pencegahan kerusakan dan pencemaran lingkungan, dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan di Kota Padang yang terintegrasi dengan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam Raperda juga menegaskan pentingnya hasil kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)  terhadap dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Padang sebagai acuan dalam pembangunan.

Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.15 /2011 tentang Pedoman Materi Muatan Raperda Bidang PPLH, Raperda PPLH berisi tentang perencanaan, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup di kota Padang didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta pengendalian terhadap pencemaran dan pengendalian kerusakan lingkungan hidup.

Pengendalian tersebut meliputi pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup melalui instrumen; kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup (air, udara ambien, emisi, air limbah, air laut, dan gangguan).

Raperda juga berisi tentang kriteria baku kerusakan lingkungan, dokumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, SPPL), perizinan lingkungan, instrumen ekonomi lingkungan, analisis resiko lingkungan dan audit lingkungan.

“Muatan yang diatur dalam Ranperda PPLH ini akan disesuaikan dengan karakteristik pembangunan Kota Padang, kearifan lokal yang melekat dimasyarakatnya dan termasuk rencana investasi kedepan agar terwujudnya pembangunan yang ramah lingkungan,” kata Edi.

Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) pembahasan Raperda PPLH Balegda DPRD Kota Padang Elly Trisyanti  mengatakan pembahasan Raperda sempat tertunda di tahun 2013, pembahasannya baru rampung sekitar tigapuluh persen. Muatan Raperda ini mesti mencangkup segala bentuk tantangan lingkungan di Kota Padang. Bagaimana regulasi dapat sinergi dengan pembangunan, sehingga tidak merusak lingkungan.

“Kunci pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup hidup itu adalah manusia, maka regulasi ini akan menata perilaku manusia dalam pemanfaatan lingkungan hidup khususnya di Kota Padang. Pengaturan tersebut harus menjadi pedoman bagi instansi dan SKPD lainnya di Kota Padang dalam pemberian izin pembangunan dan sebagainya,” tegas Ketua Fraksi Gerindra di DPRD Kota Padang tersebut.

Tumpukan sampah berserakan di bibir sungai Batang Arau, namun petugas sering lalai memungutnya. Foto : Riko Coubut

Tumpukan sampah berserakan di bibir sungai Batang Arau, namun petugas sering lalai memungutnya. Foto : Riko Coubut

Pihaknya segera akan mengundang ahli lingkungan, ahli hukum lingkungan dan organisasi lingkungan dan Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) yang terdapat di berbagai universitas dan kampus di Kota Padang untuk turut serta dalam mengkritisi dan membahas muatan pasal-pasal dalam Raperda tersebut.

Raperda ini akan memuat mengenai peraturan teknis yang akan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Padang, seperti penetapan jenis usaha yang wajib dilengkapi dokumen lingkungan yang tidak termasuk Amdal atau penetapan zonasi-zonasi pemanfaatan lingkungan dan lain-lain sebagainya.

Sedangkan Tim Penyusun Naskah Akademik Raperda PPLH ini, Rembrandt, dari Fakultas Hukum Universitas Andalas mengatakan Raperda ini diharapkan mampu menjadi payung hukum bagi peraturan teknis lainnya khusus dibidang lingkungan di Kota Padang.

Saat ini kota padang telah memiliki Perda mengenai pengelolaan sampah, Perda pengelolaan limbah B3, Perda Daerah Aliran Sungai dan berbagai peraturan lainnya. Sinergisitas terhadap aplikasinya dilapangan akan dapat terlihat jelas, karena saling mendukung, dimana kesemuanya itu berupaya mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan.

Kota Padang tengah berupaya menjadi kota metropolitan, dengan pembangunan infrastruktur, bangunan hotel, pusat-pusat perdagangan dan perbelanjaan, rumah sakit dan industri. Jika regulasi lingkungan tidak segera dipersiapkan, maka sangat rentan terhadap pencemaran, limbah-limbah, kerusakan dan lain-lain, baik berupa banjir, pencemaran sungai, udara, tanah lonsor dan rusaknya lingkungan, tambahnya.

Di sisi lain, Ranperda itu diajukan juga bukan semata karena propinsi Sumatera Barat atau Kota Padang rawan terjadinya bencana alam sehingga berdampak pada lingkungan, akan tetapi juga diakibatkan oleh pemberian izin yang tidak sesuai dengan fungsi dan pengembangannya. Hal itu dapat berakibat pada rusaknya fungsi alam, atau meningkatnya intensitas limbah di suatu tempat sehingga dapat mempercepat laju kerusakan lingkungan Kota Padang.

 


Mengamankan Kota Padang Dengan Raperda Lingkungan. Seperti Apa? was first posted on March 31, 2015 at 5:20 am.

Mengolah Limbah Nyamplung Jadi Pakan Ternak Bernutrisi

$
0
0

Limbah hasil pengepresen biji nyamplung (Calophyllum inophllum L) untuk pengolahan biodiesel atau yang biasa disebut bungkil, apabila diolah dengan benar bisa menjadi salah satu alternatif pakan ternak yang bernutrisi. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Budi Leksono, peneliti utama dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta yang telah berhasil mengolah limbah nyamplung menjadi pakan ternak.

Atas karyanya tersebut telah meraih penghargaan Pertamina Award Riset Sobat Bumi Pertamina tahun 2014, kategori penelitian yang ditujukan untuk masyarakat demi keberlanjutan bumi yang hijau.

“Bungkil biji nyamplung mempunyai kandungan protein sebesar 10-20% lebih tinggi dari jenis campuran pakan lain, semisal dedak,” kata Budi dalam rilis yang diterima Mongabay.

Pengelolaan dan pemanfaatan limbah Nyamplung. Foto : Biotifor

Pengelolaan dan pemanfaatan limbah Nyamplung. Foto : Biotifor

Dari hasil analisis di Laboratorium Biokimia Nutrisi Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, menunjukkan bahwa kandungan protein kasar pada bungkil biji nyamplung sangat tinggi sebesar 21-23%. Lebih tinggi dari bekatul (11-13%) dan biasa digunakan sebagai konsentrat pakan ternak. Sehingga secara teori, bungkil telah memenuhi syarat untuk pakan ternak

Budi telah menguji pada ternak kambing di Desa Patutrejo, Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. “Kambing yang mengkonsumsi pakan ternak dari bungkil menghasilkan peningkatan berat badan yang signifikan, hampir 200 gram per hari. Selain itu, badan kambing makin sehat, cepat gemuk serta usia panen kambing makin singkat, cukup 3-4 bulan saja,” katanya.

Namun demikian, dia menyatakan bahwa sebagai pakan ternak, bungkil biji nyamplung tersebut harus diolah menjadi ‘burger’ pakan ternak yang terfermentasi sehingga bisa tahan lama dan bergizi.

“Teknologi tepat guna tersebut telah kami transfer kepada Kelompok Tani Setya Kawan di Desa Patutrejo,” kata Budi.

Selain teknologi tersebut, ia juga telah mentransfer teknologi tepat guna pembuatan kandang “joglo” yang dapat menampung kotoran ternak, pupuk organik cair (POC) yang mengandung hara tinggi serta tanaman unggul nyamplung yang mempunyai rendemen minyak tinggi.

Ide teknologi tepat guna pembuatan burger pakan ternak fermentasi dari biji nyamplung muncul karena keinginan Budi untuk membantu masyarakat dalam menyediakan alternatif pakan ternak dan melihat makin menumpuknya limbah industri minyak nyamplung. Diketahui bahwa bungkil biji nyamplung dapat mencapai 50% dari berat biji kering dan akan menjadi masalah baru bagi lingkungan apabila tidak dimanfaatkan.

“Saya berharap hasil riset ini dapat dikembangkan dalam skala operasional dalam bentuk pilot project pada beberapa lokasi pengembangan sesuai dengan topik riset yang dihasilkan sehingga makin membumi dan memberikan dampak kepada masyarakat dalam skala yang lebih luas,” kata Budi.

Lebih lanjut, Budi menyatakan bahwa ke depan ketersediaan pakan hijau akan terbatas dan semakin tinggi harganya. Limbah nyampung mempunyai potensi lain untuk dimanfaatkan. Misalnya cangkang nyamplung dapat diolah menjadi briket arang yang juga menghasilkan asap cair yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet ikan maupun kayu.

Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker karena resin atau getah biji nyamplung mengandung senyawa kumarin sekitar 0,1 mg,  sekitar 10 kali lipat dibandingkan tanaman lain.

 


Mengolah Limbah Nyamplung Jadi Pakan Ternak Bernutrisi was first posted on April 1, 2015 at 8:59 am.

Pembangunan Jalan Lingkar Persempit Habitat Gajah Balai Raja

$
0
0

Kabar duka datang dari keluarga gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus). Kurang dari tiga bulan di tahun 2015 ini saja, sudah tujuh ekor gajah mati di Riau. Kabar buruk terbaru adalah sebuah proyek pembangunan jalan lingkar telah menghancurkan hutan rimba habitat gajah di Suaka Margasatwa Balai Raja, Bengkalis, Riau yang sebenarnya kini hanya tinggal 150 hektar dari luasan awalnya 18 ribu hektar.

Pemkab Bengkalis telah memulai proyek pembangunan ini sejak beberapa bulan lalu. Tujuannya adalah untuk mengurai kemacetan jalur Pekanbaru-Medan yang melintasi Kecamatan Pinggir dan Kota Duri, Kabupaten Bengkalis. Jalan lintas itu dibangun sepanjang 33,6 kilometer dengan lebar 16 meter dari Kulim 7 hingga Desa Balai Raja, Kecamatan Pinggir.

Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Pembangunan jalan itu juga akan membelah hutan-hutan kecil termasuk Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, habitat penting dan satu-satunya yang tersisa bagi sekitar 30 ekor gajah di kawasan ini. Belum lagi proyek ini selesai dibangun dan mengurai kemacetan kendaraan, pembangunan ini telah mengurai hutan-hutan kecil menjadi potongan-potongan lebih kecil.

Ketua Himpunan Penggiat Alam (Hipam) Kota Duri, Zulhusni Syukri kepada Mongabay Selasa (01/04/2015) mengatakan bahwa proyek tersebut sangat mengancam jalur jelajah gajah-gajah Balai Raja sehingga harus segera dihentikan. Proyek itu juga akan semakin meningkatkan konflik gajah dan manusia di daerah jelajahnya.

“Seharusnya pada bulan ini rombongan gajah sudah berada di (hutan-hutan) Duri karena jalur jelajahnya begitu setiap tahun, tapi karena pembangunan jalan ini, rombongan gajah itu terjebak di konsesi Arara Abadi. Ini yang membuat gajah semakin terdesak dan stres,” kata Husni.

Proyek ini sendiri sudah dihentikan sementara waktu sejak dua pekan lalu menyusul aksi protes puluhan aktivis lingkungan baik dari Kota Duri sendiri maupun dari provinsi lainnya. Aktivis mendirikan tenda dan bermalam tepat di ujung pembangunan jalan yang akan membelah hutan Talang. Pada waktu itu terdapat lima alat berat terlihat masih beroperasi.

“Kami sudah bertemu dengan Kepala PU (Dinas Pekerjaan Umum) Bengkalis soal kekhawatiran ini. Dia bilang kalau melanjutkan pemotongan hutan, mereka akan diskusi dulu dengan penggiat alam. Tapi hingga sekarang kami belum dapat undangan kapan ini didiskusikan,” kata Zulhusni.

Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Kekhawatiran ini juga disampaikan Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Krismanko Padang. Menurut dia proyek tersebut harus dihentikan karena akan memperparah konflik gajah dan manusia.

“Semenjak jalan ini dibangun, kelompok gajah Balai Raja tidak pernah kembali ke sini. Pada pekan lalu, kelompok gajah ini berkonflik dengan manusia di Desa Beringin yang mengakibatkan satu warga meninggal dunia,” ujar dia.

Berdasarkan pantauan FKGI pekan lalu di lokasi, masih terdapat dua unit alat berat yang diparkir di wilayah SM Balai Raja. Sebelum dihentikan oleh pegiat lingkungan, alat berat tersebut ditenggarai tengah menimbun area hutan rawa yang kerap digunakan kelompok gajah untuk beristirahat.

Krismanko mengatakan habitat gajah kelompok Balai Raja kondisinya sangat tidak layak karena sudah berubah menjadi area perkebunan dan permukiman masyarakat. SM Balai Raja dengan luas 18 ribu hektar yang ditetapkan pemerintah melalui SK Menteri Kehutanan RI Nomor 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 untuk konservasi gajah kini hampir seluruhnya telah diokupasi masyarakat.

Kelompok gajah ini diperkirakan hanya berjumlah 30-an ekor dan berlindung di bagian-bagian kecil hutan rawa dan menjadikan tanaman perkebunan masyarakat seperti sawit dan karet sebagai sumber makanan.

Dari 33,6 kilometer yang ditargetkan, kini pengerjaannya sudah sekitar 25 kilometer rampung dan sebagiannya tengah proses pengerasan pasir dan batu. Dan selama proses pembangunan jalan ini telah terjadi konflik gajah-manusia pada pekan lalu yang menewaskan seorang penjaga kebun sawit Pak Lung (50) warga Desa Serai Wangi, Kecamatan Pinggir.

Saat kejadian pada pekan lalu, Pak Lung tengah berada di gubuknya di kebun sawit di Desa Beringin, Pinggir. Ia tidak sadar bahwa di luar gubuk ternyata sejumlah warga tengah menghalau kawanan gajah. Saat ke luar gubuk itulah kawanan gajah sudah di dekatnya dan menginjak bagian badannya. Ia tewas dalam perjalanan menuju balai pengobatan terdekat.

Kepunahan gajah kelompok Balai Raja yang berjumlah sekitar 30 ekor tinggal menunggu waktu. Tahun lalu tiga ekor gajah mati. Dua ekor betina dewasa dan satu anak gajah jantan. Satu dari betina yang mati itu adalah gajah yang dipasangkan alat pemindai lokasi (GPS solar) oleh WWF dan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA). Sementara sang anak jantan diduga mati diracun.

Dua unit alat berat berhenti beroperasi dalam pelaksanaan pembukaan jalan lingkar di Kabupaten Bengkalis, Riau. Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Dua unit alat berat berhenti beroperasi dalam pelaksanaan pembukaan jalan lingkar di Kabupaten Bengkalis, Riau. Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Sementara itu dalam rilisnya Kepala Bidang Wilayah II Balai BBKSDA Riau Supartono menyatakan pihaknya sudah melayangkan surat kepada Pemkab Bengkalis terkait pembukaan jalan tersebut.  “Pada intinya kami meminta Pemkab untuk mengkaji ulang karena jalan tersebut melintasi areal jelajah gajah. Luas habitat gajah yang tersisa di SM Balairaja hanya tinggal 150 hektar, ini pun mau dipotong untuk pembangunan jalan,” ujar dia.

Koordinator Flying Squad WWF Riau Syamsuardi mengatakan pembukaan jalan di daerah jelajah gajah juga akan mengancam secara langsung keselamatan manusia.

“Penghentian proses pembangunan jalan ini menunggu hasil musyawarah antara Pemkab Bengkalis dan beberapa lembaga pro lingkungan. Dari pertemuan tersebut diharapkan akan ada solusi terbaik agar konflik gajah dan manusia dapat ditekan sekecil mungkin,” jelas dia.

Dari pemetaan yang dilakukan WWF berdasarkan daerah distribusi gajah kelompok Balai Raja pada 2014, setidaknya ada tiga lokasi di ruas jalan tersebut yang berada pada wilayah gajah dengan frekuensi keberadaan yang sangat tinggi. Lokasi tersebut berupa spot-spot hutan rawa yang digunakan sebagai tempat gajah minum, berlindung, dan bermain pada siang hari.

Sementara itu Kepala Dinas PU Pemkab Bengkalis hingga rabu malam belum bisa dihubungi meski nomor teleponnya aktif.

Data LSM WWF mengungkapkan sejak 2004-2014 sudah 145 ekor gajah yang mati. Angka itu belum termasuk tujuh gajah yang mati di awal tahun ini. Sehingga totalnya mencapai 152 ekor. Konflik terjadi karena perburuan, konflik akibat kerusakan perkebunan warga dan sakit atau mati alami. Umumnya kalau konflik karena perburuan, sebagian gading pada gajah jantannya hilang ketika ditemukan bangkainya. Hanya beberapa kecil saja yg ditemukan masih bergading.

 


Pembangunan Jalan Lingkar Persempit Habitat Gajah Balai Raja was first posted on April 2, 2015 at 2:16 am.

Kebijakan Hanya Perusahaan Yang Bisa Tangkap Ikan, Tidak Adil dan Melawan Nawacita. Kenapa?

$
0
0

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan kebijakan pasca moratorium perizinan penangkapan ikan yaitu hanya memperbolehkan perseroan terbatas atau perusahaan yang berbadan hukum yang bakal diberi izin menangkap ikan di perairan Indonesia. Izin tidak akan diberikan kepada perseorangan.

Pengamat Kemaritiman dari Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Alan F Koropitan melihat kebijakan ini justru bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Nawacita.

“(Kebijakan itu) bertentangan dengan Nawacita. Itu berarti nelayan tidak menjadi agenda utama pembangunan.  Padahal semangatnya, Nawacita ingin negara hadir untuk seluruh komponen bangsa dalam hal ini nelayan. Bagaimana agenda untuk memajukan nelayan dan tambak masuk dalam kedaulatan maritim. dan ini sifatnya perseorangan,” kata Alan yang dihubungi Mongabay pada Rabu (02/04/2015).

Nelayan melaut. Seraya melaut mereka sambil menjaga kawasan dari praktik-praktik merusak lingkungan. Foto: Indra Nugraha

Nelayan melaut. Seraya melaut mereka sambil menjaga kawasan dari praktik-praktik merusak lingkungan. Foto: Indra Nugraha

Kebijakan hanya perusahaan yang bakal diberikan izin penangkapan ikan, terkesan menjadi kebijakan ‘jalan pintas’ karena KKP tidak ada keinginan untuk mensejahteraan nelayan dengan mendata jumlah nelayan dan memberikan akses pendanaan kepada mereka.

“Kebijakan ini terkesan jalan pintas, karena KKP tidak mau mendata nelayan. Kita tahu sendiri kualitas data di KKP, data itu hanya asumsi. Maka data itu harus diperbaiki oleh Bu Susi Pudjiastuti. Data dari KKP, ada 2,3 juta orang petambak dan 2,2 juta nelayan. Totalnya ada 5 juta orang. Benar tidak memang jumlahnya segitu? Distribusinya ada dimana saja?” tanya dosen Kelautan IPB Bogor itu.

Seharusnya negara hadir kepada nelayan dengan memberikan layanan pendanaan kepada nelayan dengan cara mendirikan bank khusus untuk nelayan. “Justru di Nawacita sudah diberikan solusi dengan semacam Bank Agro Maritim. Bila susah bank, maka dibuat lembaga khusus saja untuk perikanan dan pertanian,” katanya.

Alan mencontohka dua negara yang peduli terhadap nasib nelayannya yaitu Perancis dan Thailand.  “Perancis itu mendata seluruh nelayann. Kapalnya apa, ABK berapa, jenis alat tangkapnya apa. Berapa yang bisa nelayan itu tangkap dalam satu bulan. Setelah data nelayan itu lengkap, maka bisa diberikan kredit melalui Bank Perkreditan Tani dan Nelayan. Kredit dana bisa diberikan sesuai kapasitas nelayan itu menangkap ikan, dengan cicilan yang murah,” jelas Alan.

Sedangkan pemerintah Thailand memberikan izin kepada kelompok nelayan yang terdiri dari 5-6 orang. Izin etrsebut menjadi dasar bank untuk mengeluarkan kredit dana. Sedangkan di Indonesia, pemerintah terkesan membiarkan nelayan tradisional mencari alat tangkap dan permodalannya. “Kesannya kita membiarkan nelayan mencari alat tangkap dan permodalan, sehingga nelayan terjerat permodalan dari sistem pendanaan tengkulak,” katanya.

Selain itu, nelayan juga seharusnya dilindungi oleh asuransi. “Nelayan sudah ada alat tangkap dan kapal. Andaikan dalam beberapa minggu atau satu bulan tidak bisa melaut karena ada cuaca ekstrim, maka asuransi akan mengganti pendapatan menangkap ikan,” katanya.

Nelayan salah satu sektor terdampak pembangunan pesisir dan laut. Foto: Andreas Harsono

Nelayan salah satu sektor terdampak pembangunan pesisir dan laut. Foto: Andreas Harsono

Dengan data nelayan yang lengkap, juga bisa menjadi dasar pemerintah untuk mengontrol pengelolaan WPP (wilayah pengelolaan perikanan) karena sudah mengetahui potensi penangkapan dari nelayan.

Oleh karena itu, menjadi prioritas kerja dari KKP untuk melakukan pendataan nelayan meliputi jumlah nelayan,  jenis kapal, jenis alat tangkap, dan jumlah ABK.

Sebelumnya KKP berencana memberikan izin penangkapan ikan di perairan Indonesia hanya kepada perusahaan yang memiliki badan hukum dengan alasan kemudahan pengecekan dan pelaporan finansial.

“Yang boleh ikut berbisnis hanya PT. Kenapa? Supaya ada akuntabilitas finansial, bank bisa mengecek berapa kredit. Kita bisa ngecek dari bank. Ada akuntabilitas hasil tangkapan. Kalau dia PT ada kewajiban melaporkan,” kata

Direktur Jenderal (Dirjen) Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (KP3K) KKP, Sudirman  Saad dalam sebuah acara di, Jakarta Pusat,pada  Selasa (31/03/2015).

Sudirman mengatakan dengan berbentuk perseroan terbatas, juga akan memperbesar akses nelayan yang tergabung dalam perusahaan kepada layanan keuangan di bank. “Kalau PT jelas, kalau perseorangan bank ragu membiayai. Alasan perbankan kita kan klasik, NPL (Non Performing Loan) industri perikanan tinggi,” katanya.


Kebijakan Hanya Perusahaan Yang Bisa Tangkap Ikan, Tidak Adil dan Melawan Nawacita. Kenapa? was first posted on April 2, 2015 at 5:21 am.

Peran Besar KLHK Untuk Tangani Kebakaran Hutan. Seperti Apa?

$
0
0

Memasuki musim kemarau, pemerintah harus mulai bersiap untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang akan merugikan baik dari segi lingkungan, kesehatan dan perekonomian bila terjadi. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempunyai peran yang sangat besar dalam menangani karhutla.

“KLHK ini sekarang punya satu kekuatan luar biasa. Dulu LH pisah dengan kehutanan, sekarang digabung,” kata Pemerhati Hukum dan Pemerintahan dari Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Mas Achmad Santosa dalam jumpa pers di Jakarta, pada Kamis (02/04/2015).

Apalagi dengan keputusan Mahkamah Agung yang menguatkan peranan KLH waktu itu sesuai pasal 95 ayat 1, UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dimana KLH disebutkan sebagai sebagai koordinator penanganan karhutla. “Jadi ada legitimasi KLHK menjadi koordinator penanganan karhutla. Apalagi sekarang tidak ada lagi UKP4, DNPI, BP REDD, maka semua tanggung jawab ada di KLHK,” kata Mas Achmad Santosa yang lebih akrab dipanggil Ota.

Lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Bengkalis,Riau pada Maret 2014 lalu. Periode kebakaran Februari-Maret itu telah menyebabkan hancurkan hutan Riau sekitar 21.900 hektar.  Foto : Zamzami

Lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Bengkalis,Riau pada Maret 2014 lalu. Periode kebakaran Februari-Maret itu telah menyebabkan hancurkan hutan Riau sekitar 21.900 hektar. Foto : Zamzami

Pada  Juni  tahun 2014,  pemerintahan  SBY-Boediono,  telah mengidentifikasi enam permasalahan karhutla yang perlu ditanggulangi yaitu (1) sistem peringatan dini yang  tidak  optimal,  (2) jaringan  komunikasi  lemah  untuk  melakukan  koordinasi  deteksi  dan  pemadaman  karhutla (3). ketidak patuhan perusahaan-perusahaan pemilik konsesi dalam persiapan dan pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan Karhulta di wilayah konsesinya.

Juga (4) lemahnya  pengawasan  dan  penegakan  hukum , (5) konflik  dengan  masyarakat  dan kesulitan  akses  jalan  transportasi    dan  (6) belum  adanya  kebijakan  perlindungan kawasan ekosistem gambut.

Ota melihat akar dari enam permasalahan tersebut adalah ketidakoptimalan  sistem  deteksi  dini  disebabkan  lemahnya  koordinasi  dalam  mendayagunakan  data  satelit NOAA/MODIS dan   BMKG.

Masalah lainnya yaitu dari hasil audit kepatuhan perusahaan ekstraktif yang dilakukan oleh UKP4 menunjukkan tidak   ada   satupun   perusahaan   dari   97 perusahaan  perkebunan  dan  122  perusahaan  kehutanan  mematuhi  seluruh  kewajiban  yang   diamanatkan  peraturan   perundang-undangan.  Capaian  dari   kedua   kelompok  perusahaan  ini  kurang dari 50%.

Untuk  tingkat  kepatuhan  Pemda,  dari  enam kabupaten  dan  kota  hanya  satu  kabupaten  yang  patuh  (92,74% dari 67 kewajiban). Selebihnya dikategorikan  kurang patuh (62% mematuhi 67 kewajiban). Faktor ketidaksiapan pemerintah daerah juga ikut berpengaruh.

Akan tetapi, menurutnya ahli hukum lingkungan UI itu, ketidaktaatan  tersebut  hampir  sebagian besar tidak diberikan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin sebagai langkah preventif.

Meski, sejak 2012 penegak hukum (PPNS KLH, Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan) telah melakukan penanganan perkara karhutla di beberapa daerah,  namun  aparat  penegak  hukum  khususnya  hakim  belum  melihat  kasus  hukum karhutla   ini   sebagai   hal   penting  dan mendesak.

Ota melihat pada umumnya putusan hakim membebaskan terdakwa atau menghukum   ringan   terdakwa. Sehingga, praktek penegakan hukum saat ini belum mampu menumbuhkan  efek jera bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan.

“Banyak kasus karhutla yang diajukan ke pengadilan, tetapi yang diajukan pelaku lapangan. Pelaku individu atau perusahaan, belum diajukan.  Tantangan bagi KLHK bagaimana mencari pelaku intelektual dari karhutla,” lanjut Ota.

Sementara KLHK merupakan kementerian yang memiliki paling banyak Penyidik PNS dibanding institusi lain, karena gabungan PPNS KLH dan PPNS Kemhut.

Truk yang membawa warga bermasker untuk melindungi diri dari polusi asap kebakaran pada pembersihan lahan di kebun sawit PT Rokan Adiraya,  dekat Desa Sontang,  di Rokan Hulu, Riau, Sumatra. Foto diambil pada 23 Juli 2013. Foto: Ulet Ifansasti / Greenpeace

Truk yang membawa warga bermasker untuk melindungi diri dari polusi asap kebakaran pada pembersihan lahan di kebun sawit PT Rokan Adiraya, dekat Desa Sontang, di Rokan Hulu, Riau, Sumatra. Foto diambil pada 23 Juli 2013. Foto: Ulet Ifansasti / Greenpeace

Sedangkan Pemerhati Isu Kehutaanan dari Thamrin School, Togu Manurung menegaskan  bahwa 99%  penyebab kebakaran adalah  manusia (anthropogenic  factor). Pembukaan lahan dengan cara membakar yang biasa dilakukan masyarakat  lokal, pendatang dan para perambah hutan merupakan pemicu utama karhutla. Lahan yang terbakar sebagian besar berada di wilayah klaim / pendudukan / okupasi  kawasan hutan ilegal/konflik oleh masyarakat atau  wilayah yang diterlantarkan pemegang izin konsesi hutan atau HGU perkebunan.

Disamping itu, perusahaan pemilik konsesi hutan dan perkebunan kelapa sawit disinyalir ada yang   secara sengaja melakukan pembakaran hutan dalam proses pembersihan  lahan  (land  clearing). Kondisi  tersebut  diperparah  oleh  kondisi  lokasi  kebakaran  yang  sulit  dijangkau  oleh  sarana  transportasi  darat.

Harapan besar

Ada harapan besar terhadap penegakan hukum karhutla setelah ditandatanganinya kesepakatan bersama enam pemimpin kementerian dan lembaga pada Desember   2012 dan dimulainya pendekatan  multi  rezim  hukum termasuk penggunaan corporate criminal liability.

Tetapi banyak kasus karhutla yang dibawa ke pengadilan berakhir  dengan  putusan  yang  mengecewakan.  Sehingga penegakan hukum karhutla belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan perilaku terutama korporasi penyebab karhutla.

Ota melihat sumber penyebab ketidak efektifan  penegakan hukum adalah kualitas dan pemahaman para penegak hukum   yang masih terbatas dalam menerapkan pendekatan multi rezim hukum  dengan mendayagunakan berbagai peraturan perundang-undanganan yang  relevan seperti UU PPLH, UU  Kehutanan, UU Perkebunan, UU  Tindak  Pidana  Pencucian  uang,  UU Tindak  Pidana  Korupsi,  UU  Pajak, termasuk menerapkan corporate criminal liability.

Koordinasi juga tidak berjalan baik antara penyidik dan penuntut dan PPNS lainnya yang terkait dengan pendektan multi rezim  hukum . Dan intervensi penanganan perkara terutama perkara-perkara korporasi besar  yang membutuhkan kepemimpinan dan pelaksana yang memiliki integritas kuat.

“Saat ini sepatutnya, ketiga persoalan tersebut harus dapat diatasi oleh KLHK yang  memegang  dua  portofolio sekaligus yaitu lingkungan hidup dan kehutanan,” jelas Ota.

kerugian karhutla di Riau Selama 2014. Sumber : Greenpeace Indonesia

kerugian karhutla di Riau Selama 2014. Sumber : Greenpeace Indonesia

Sedangkan Kepala Sekolah Thamrin School melihat pemerintahan saat ini memiliki cukup modal awal yang baik setelah Presiden Jokowi meninjau kondisi hutan dan lahan di Riau pada November 2014.

Ada  dua hal yang  dihasilkan dari kunjungan  Presiden  Jokowi yaitu Presiden menginstruksikan   untuk memelihara gambut di Kabupaten   Meranti tetap dalam keadaan basah. Sekarang  lahan  gambut yang akan dijaga untuk tetap basah telah  diidentifikasi,” kata Farhan.

Pemprov Riau juga telah menindaklanjuti Instruksi  Presiden  dengan menerbitkan Peraturan   Gubernur  Riau  No.5/2015 tentang Pelaksanaan Rencana Aksi  Pencegahan  Kebakaran  Hutan dan    Lahan  di Riau.

Oleh karena itu, Thamrin School melihat perlu diperkuatnya peran koordinasi dan fasilitasi KLHK   sehingga  memilki kemampuan  merangkul  dan  memfasilitasi  kerja-kerja  sinergis  seluruh  aparat gakum terkait Karhutla.

Pengembangan kapasitas SDM aparat penegak hukum (apgakum) harus dilakukan bersama-sama oleh seluruh pihak. Maka penguatan kapasitas green  inspector,  green  police,  green  prosecutor, dan  green  judges  menjadi  sebuah  keharusan  dalam  melindungi  sumberdaya  alam dan lingkungan.

Kemampuan  investigasi,  pemantauan  kasus-kasus  dan  perkara  dari   LSM-LSM  dan masyarakat sipil menjadi  penting  untuk  mendorong  percepatan penanganan perkara yang lebih efektif,   memberi pesan penjeraan dan mengembalikan kerugian negara akibat karhutla.

Sedangkan hakim dalam memberikan vonis hukuman kepada pihak yang terbukti bersalah harus memberikan hukuman yang maksimal (terberat) untuk menimbulkan efek jera dan denda yang juga maksimal agar dapat dimanfaatkan untuk memulihkan fungi jasa lingkungan dari ekositem hutan akibat karhutla.

Praktek pembukaan lahan dengan cara dibakar disinyalir juga dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu /sistem  hukum harus menerapkan  asas  pembuktian  terbalik oleh pemilik lahan atau pemilik konsesi hutan (HGU perkebunan) untuk membuktikan mereka tidak melakukannya.


Peran Besar KLHK Untuk Tangani Kebakaran Hutan. Seperti Apa? was first posted on April 3, 2015 at 7:52 am.

Yogyakarta Siap Melaksanakan Percepatan SVLK

$
0
0

Pemprov Yogyakarta siap melaksanakan percepatan pelaksanaan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) pada industri kehutanan.

Hal itu ditandai dengan penandatanganan deklarasi antara Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan , Koperasi dan UKM (Disiperindagkop UKM) DIY, Riadi Ida Bagus mewakili Gubernur Yogyakarta dengan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono mewakili pemerintah pusat yang disaksikan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) DIY, Sutarto pada Senin (23/03/2015) di Yogyakarta.

Penandatanganan bersama antara Pemerintah Pusat melalui KLHK dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam percepatan penerapan SVLK. Foto : Tommy Apriando

Penandatanganan bersama antara Pemerintah Pusat melalui KLHK dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam percepatan penerapan SVLK. Foto : Tommy Apriando

Dirjen Bina Usaha Kehutanan KLHK Bambang Hendroyono mengharapkan penerapan SVLK di Yogyakarta bisa sesuai dengan harapan.  SVLK berlaku mulai 1 Januari 2015 sesuai PermenLHK No. P.95/Menhut-II/2014 tanggal 22 Desember 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

“Khususnya IKM (industri kecil dan menengah) dan IUIPHHK kapasitas sampai dengan 6.000 m3/tahun akan mendapatkan percepatan SVLK dengan biaya ditanggung pemerintah ,” katanya.

Oleh karena itu KLHK akan memfasilitasi pelaksanaan sertifikasi termasuk pendampingan dalam rangka persiapan sertifikasi serta kepemilikan pertama bagi IKM secara berkelompok dalam rangkat mempercepat perolehan SVLK bagi IKM. Ini menjadi solusi bagai pemegang IUIPHHK kapasitas s.d 6.000 m3/tahun yang belum memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (SLK).

“Untuk mempercepat upaya tersebut, maka dibuatlah program “Percepatan Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK kapasitas s.d 6.000 m3/tahun, TPT, Hutan Hak dan IKM Mebel ini,” katanya.

Bambang menjelaskan ada 1300-an dari sekitar 3700 perusahaan yang mempunyai SLK. Penerapan SVLK ini bertujuan untuk memberantas pembalakan liar. Dalam 10 tahun terakhi,r illegal logging kita tinggal 20 kasus dari 50an kasus/temuan.

Sedangkan Kepala Dishutbun DIY Sutarto mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membuat data base, indentifikasi SVLK, peningkatan kapasitas bagi pelaku usaha dan peningkatan peran para pihak terkait percepatan SVLK.

Data Dishutbun DIY menunjukkan ada 4 dari 31 pemegang IUIPHHK di Yogyakarta yang telah punya SVLK. Sebagian besar IUIPHHK adalah penggergajian dengan kapasitas dibawah 2000 m3 /tahun. Ada 28 dari 56 unit IKM mebel yang sudah memiliki SLK. Selain itu ada 7 lokasi pengelola hutan yang sudah memiliki PHBL.

“Harapan besar SLK memberikan manfaaat jaminan bahwa hasil kayu yang diperdagangkan untuk pasar domestik dan ekspor adalah kayu legal,” katanya.

Sementara itu Kepala Disiperindagkop UKM DIY, Riadi Ida Bagus yang membacakan sambutan Gubernur DI Yogyakarta mengatakan, adanya sistem SVLK akan memastikan produk kayu dan bahan bakunya dapat diperoleh dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaanya memenuhi aspek legalitas.

“Kayu disebut legal bila asal-usulnya, ijin penebangannya, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku,” kata Gubernur.

Ia menambahkan, sumber daya hutan telah jadi modal utama pembangunan ekonomi, memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan negara dan peningkatan tenaga kerja serta mendorong pengembangan wilayah. Pemanfatan hutan untuk memperoleh pemanfatan maksimal harus dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri.

Pada kenyataannya, pemanfaatan hutan produksi baru pada bagaimana hutan tersebut mampu memproduksi kayu yang berkualitas. Pemerintah menerapakan SVLK untuk memastikan agar produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Dampak strategisnya, produk kayu di Indonesia yang disertai verifikasi legal akan lebih diterima di pasar dunia.

Untuk itu, maka dengan SVLK para petani dari hutan rakyat dan masyarakat dapat menaikkan posisi tawar dan tidak perlu risau keabsahan hasil kayunya ketika akan dijual. Demikian juga produsen kayu mebel yakin akan sumber bahan kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembeli di luar negeri.

“Produk kayu yang telah tersertifikasi ternyata meningkat setiap tahun. Pada tahun 2006 hutan prosuksi yang bersertifikat adalah 370,8 juta meter persegi. Luas tersebut bertambah 416,4 juta pada 2008,artinya pasar merespon positif hasil produk kayu bersertifikat,” katanya.

Perusahaan mebel harus memastikan legalitas sumber kayu, namun demikian tingkat pengendalian pengangkutan dari kayu ke industri masih rendah. Hal ini karena masih lemahnya sanksi yang diberikan pejabat berwenang terhadap prosedur pengangkutan kayu.

Ada banyak penyalahgunaan dokumen, hingga ada perbedaan jumlah kayu yang diangkut atau diolah dengan apa yang dilaporkan. Untuk itu perlu adanya pemeriksaan secara periodik dan dapat diakses publik untuk melakukan kontrol.

Hambatan dan Tantangan

Sedangkan Dwi Nugroho dari lembaga Arupa mengatakan adanya roh perubahan dan perbaikan tata kelola kehutanan dari penerapan SVLK yang merupakan intervnesi pemerintah untuk perdagangan kayu yang lebih baik. Pelaku industri kayu di Yoyakarta juga sudah siap mendapatkan SVLK baik biaya sendiri maupun dibantu oleh pemda.

Sementara itu, pendamping SVLK Sugeng Triyanto mengatakan kebijakan daerah masih jadi penghambat penerapan SVLK di Yogyakarta yaitu perzinan dan dokumen PUHH yang masih carut marut. Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pajak daerah belum mengetahui tentang SVLK.

“Perlu ada inovasi kebijakan untuk mendorong agar tidak ada lagi masalah diperijinan dalam mempercepat SVLK di DIY,” kata Sugeng.


Yogyakarta Siap Melaksanakan Percepatan SVLK was first posted on April 3, 2015 at 8:43 am.

Sumatera Barat Pasca Koordinasi dan Supervisi KPK. Seperti Apa?

$
0
0

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi (korsup) untuk empat propinsi di Sumatera bagian utara yaitu di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar) dan Riau.

Kegiatan yang dilakukan di Kantor Gubernur Sumut, Kota Medan pada minggu kemarin ini diikuti oleh gubernur, bupati/walikota beserta satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di propinsi itu.

Karena kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, Sumbar menjadi propinsi yang paling banyak mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) di Sumatera. Dari data Ditjen Minerba Kementerian ESDM tercatat sebanyak 281 izin dikeluarkan yang terdiri dari 140 IUP logam, 69 IUP non logam, 71 IUP Batubara, dan hanya sebanyak 136 izin yang berstatus clear and clean (CNC).

Aktifitas pertambangan Bijih besi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut

Aktifitas pertambangan Bijih besi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut

Ada 124 IUP mineral dan 21 IUP batubara yang tidak berstatus, yang bermasalah secara administrasi maupun wilayah (tumpang tindih). Dari 281 izin yang dikeluarkan, hanya 27 IUP yang memiliki data mengenai jaminan reklamasi.

Sebanyak 12 izin pertambangan terindikasi dalam kawasan hutan konservasi dengan total luas lahan 190,16 hektar dan sebanyak 69 izin pertambangan dalam kawasan hutan lindung dengan total luas lahan 97,315,06 hektar.

Sedangkan data Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan mencatat penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sebanyak 2 unit IPPKH (izin pinjam pakai kawasan hutan)-eksplorasi seluas 4.710,64 hektar. 2 unit telah diberikan persetujuan prinsip seluas 194,69 hektar, 7 unit IPPKH-operasi produksi seluas 1.685,79 hektar.

Wilayah kelola untuk sumber penghidupan bagi masyarakat di Sumbar sangatlah kecil jika dibandingkan dengan besarnya akses dan wilayah kelola yang dikuasai oleh pemerintahan dan diberikan kepada perusahaan. Dari 4.229.730 hektar luas wilayah Sumbar, seluas 2.382.058 hektar merupakan kawasan hutan dan seluas 192.745 hektar sudah diserahkan kepada perusahaan dalam bentuk IUPHHK Alam.

Pada 2002, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbar mencatat ada 43 perusahaan di sektor perkebunan yang memiliki hak guna usaha (HGU) dengan luas konsesi ± 242.827 hektar.  Sedangkan data Dinas ESDM Sumbar tahun 2009 terdapat 263 perusahaan yang sudah mendapatkan izin pertambangan yang tersebar pada 14 kabupaten/kota dengan areal izin usaha pertambangan seluas 349.667 hektar, baik untuk kegiatan penyelidikan umum/eksplorasi ataupun kegiatan operasi produksi.

Selain tidak berkontribusi terhadap perbaikan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, banyak izin keruk dan pemanfaatan sumberdaya alam di Sumbar justru semakin menurunkan daya dukung lingkungan yang berakibat terhadap meningkatnya intensitas bencana ekologis seperti banjir, banjir bandang dan longsor.

Pada pertemuan kegiatan monitoring dan evaluasi korsup minerba di Medan, Kepala Dinas ESDM Sumbar, Marzuki Mahdi, menjelaskan Gubernur Sumbar telah menyurati bupati/walikota untuk segera melaksanakan penataan IUP dan mendaftarkan IUP ke Kementerian ESDM untuk mendapatkan sertifikat CNC, merekonsiliasi IUP, menagih tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), mengalihkan domisili NPWP IUP, memproses IUP yang belum CnC menjadi CNC, mengeluarkan IUP yang masuk kedalam hutan konservasi, mendorong proses pinjam pakai kawasan hutan sebelum IUP beroperasi, dan menyelesaikan masalah tumpang tindih IUP.

Marzuki menambahkan hasilnya kini di Sumbar sebanyak 105 IUP sudah berstatus CNC, sebanyak 71 IUP belum CNC, dan 100 IUP Non CNC. Progres penataan tumpang tindih IUP dengan kawasan hutan telah dilakukan yaitu seluas 8.970,21 hektar kawasan hutan telah diajukan pengurusan izin pinjam pakai kawasannya. Sementara itu pelaksanaan kewajiban keuangan pelaku usaha pertambangan minerba yang telah direkapitulasi dalam bentuk PNBP tahun 2014 mencapai Rp22,5 triliun. Dan untuk penataan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang teridentifikasi sekitar Rp5,5 triliun.

Tetapi masih ada permasalahan yaitu tidak tersedianya dokumen yang lengkap pada pelaku usaha (pemegang IUP), sebagai besar pemegang IUP di kabupaten/kota tidak mempunyai alamat yang tetap, pelaku usaha belum sepenuhnya memberikan laporan produksi kepada pemerintah, dan belum ada pelaku usaha yang membangun smelter di daerah.

Aktiiftas penambangan liar di badan sungai dengan menggunakan kapal keruk (sedot) di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut

Aktiiftas penambangan liar di badan sungai dengan menggunakan kapal keruk (sedot) di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut

Pada pertemuan tersebut, Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki mengatakan bangsa ini kurang cerdas dalam pengelolaan sumbedaya alam karena dipandang tidak mampu memanfaatkan anugerah kekayaan alam untuk  sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketika KPK melakukan pemantauan, banyak pihak akhirnya berkasus ke pengadilan dan masuk penjara.

“KPK hadir dalam elemen bangsa bukan sebagai ‘monster’  yang menakut-nakuti, namun ikut serta untuk memperbaiki bangsa itu, untuk sebesar-besarnya mewujudkan kemakmuran rakyat. Untuk itu sejak dua tahun yang lalu, KPK muncul dalam sisi yang soft dalam sisi pencegahan tentang pidana korupsi. KPK bergerak masuk untuk melakukan analisa dan evaluasi serta mempelajari sebuah sistem yang ada di pemerintahan ini lalu memperbaiki sistem itu disana-sini dan efeknya luar biasa,” katanya.

Ditempat terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat, Uslaini kepada Mongabay mengatakan pihaknya akan membawa permasalahan pertambangan, kehutanan dan perkebunan di Sumbar ke KPK, sebab ada indikasi kerugian negara atas kegiatan-kegiatan tersebut. Kerugian terebut dapat dilihat dari minimnya kesadaran dari perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar segala bentuk kewajiban-kewajibannya terhadap negara.

Melalui Koalisi Anti Mafia Tambang, telah disampaikan persoalan tambang dalam rapat konsolidasi korsup KPK terkait Tambang Minerba di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Kini, pihaknya tengah melakukan riset di sektor pertambangan  Batubara kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat me­nyang­kut kerusakan lingkungan yang ditimbulkan serta keterlibatan masyarakat dalam pemberian izin.

Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam

Kegiatan korsup ini berawal dari banyaknya pengaduan tentang korupsi kehutanan yang masuk ke KPK. Setelah dilakukan kajian pada 2010, ditemukan hampir 90% kawasan hutan di Indonesia diragukan keabsahannya karena belum dikukuhkan.

Oleh karena itu, pada tanggal 11 Maret 2013, dilaksanakanlah penandatanganan nota kesepakatan bersama 12 kementerian dan lembaga negara tentang percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia. Dalam nota kesepakatan bersama tersebut, masing-masing kementerian memiliki rencana aksi mengenai harmonisasi regulasi dan kebijakan, penyelarasan teknis dan prosedur serta resolusi konflik, dan sebagian rencana aksi kementerian ESDM yang fokus mengenai izin usaha pertambangan (IUP) disebut korsup minerba.

Kegiatan Korsup Minerba pada periode tahun pertama (awal 2014) difokuskan di 12 propinsi pemilik IUP terbanyak (mencangkup 70 persen IUP se-Indonesia) yang berlokasi di Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim (mencangkup Kaltara), Sulsel, Sulteng, Sultreng dan Maluku Utara.

 Kegiatan  tersebut  melibatkan instansi  pemerintah  pusat  yang  terkait,  pemerintah  provinsi,  dan  pemerintah  kabupaten/kota.  Hasilnya antara lain dicabutnya izin-izin yang tidak memenuhi ketentuan regulasi, dibayarkannya  kewajiban keuangan yang selama ini diabaikan oleh pelaku usaha, penegakan aturan, dan pengetatan pengawasan dengan  melibatkan  berbagai  pihak.

Pada 6 Februari 2014, masing-masing pemprov menandatangani rencana aksi korsup minerba yang berlaku setahun, terdiri atas lima tema utama penataan izin usaha pertambangan, pelaksanaan kewajiban keuangan pelaku usaha pertambangan, pelaksanaan pengawasan produksi pertambangan, pelaksanaan kewajiban pemurnian hasil tambang, dan pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan/pengapalan hasil tambang.

Mengingat tidak hanya di sektor pertambangan semata yang berpeluang menimbulkan kerugian negara maka Korsup KPK ini diubah menjadi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia.

Gerakan Nasional Penyelamatan  SDA  Indonesia  di sektor kehutanan dan perkebunan bertujuan untuk mendorong perbaikan tata kelola sektor kehutanan dan perkebunan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan memperhatikan aspek keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemiteraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. Melakukan perbaikan sistem pengelolaan sumberdaya kehutanan dan perkebunan untuk mencegah korupsi, kerugian keuangan negara dan kehilangan kekayaan negara.


Sumatera Barat Pasca Koordinasi dan Supervisi KPK. Seperti Apa? was first posted on April 4, 2015 at 3:35 am.

Kerja Berat Sang Laut

$
0
0
 *Agus Supangat, Mantan Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas, Penelitian dan Pengembangan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Sekarang bekerja di Regional Climate Projections Consortium and Data Facility in Asia and the Pacific. Tulisan ini merupakan opini penulis.

Kerja Sang Laut begitu berat. Ia telah kelebihan menyerap panas. Suhu udara pun meningkat cepat. Bukti baru menunjukkan bahwa kemampuan laut sebagai mesin penyangga panas planet bumi mulai melemah.

Ibarat mesin yang telah bekerja selama beberapa dekade, laut menyerap lebih dari sembilan per-sepuluh dari kelebihan panas di atmosfer yang terperangkap oleh emisi gas rumah kaca. Panas tersebut disimpan sebagai energi di kedalaman lautan. Sebagai mesin alam, laut telah menghindarkan planet ini dari dampak negatif penggunaan karbon berlebihan oleh manusia.

Gelombang membuat aneka gas di udara meningkat energinya. Sebuah penelitian terbaru menyebut bahwa laut memanas lebih cepat seperti perkiraan para ilmuwan sebelumnya. Ada tanda-tanda baru bahwa laut mungkin mulai melepaskan sebagian energi panas yang tersimpan, yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan suhu global secara signifikan di tahun-tahun mendatang.

Laut telah memanas pada tingkat sekitar 0,5 – 1 Watt energi per meter persegi selama dekade terakhir, mengumpulkan lebih dari 2 X 1023 joule energi. Angka-angka ini setara dengan lima kali ledakan bom Hiroshima setiap detik – sejak tahun 1990. Padahal, laut sesungguhnya memiliki kapasitas besar untuk menyerap panas. Laut dalam pun berperan sebagai mesin penyerap dan penyimpan panas yang besar.

Ini menjadi alasan utama meningkatnya suhu permukaan planet bumi dalam selusin tahun terakhir. Buktinya, gas rumah kaca meningkat secara drastis selama periode yang sama. Fenomena “hiatus” atau waktu jeda telah menantang para ilmuwan untuk menjelaskan penyebabnya. Tapi penelitian baru menunjukkan bahwa kekuatan dibalik “hiatus” memang merupakan proses alamiah laut meski mungkin saja ini hanya terjadi sementara.

Peta menunjukkan tren kandungan panas laut global, dari permukaan ke kedalaman 2.000 meter. Zona kuning, oranye, merah merupakan peningkatan suhu laut sejak tahun 2006, yang diukur dengan jaringan sensor 3.500 argo yang mengambang di permukaan laut. Zona hijau, biru dan ungu menggambarkan zona suhu menurun, yang diukur dalam watt per meter persegi. Peta itu menunjukkan bahwa banyak pemanasan laut dalam dekade terakhir telah terjadi di belahan bumi selatan. (Sumber : Roemmich et al., Nature Climate Change)

Peta menunjukkan tren kandungan panas laut global, dari permukaan ke kedalaman 2.000 meter. Zona kuning, oranye, merah merupakan peningkatan suhu laut sejak tahun 2006, yang diukur dengan jaringan sensor 3.500 argo yang mengambang di permukaan laut. Zona hijau, biru dan ungu menggambarkan zona suhu menurun, yang diukur dalam watt per meter persegi. Peta itu menunjukkan bahwa banyak pemanasan laut dalam dekade terakhir telah terjadi di belahan bumi selatan. (Sumber : Roemmich et al., Nature Climate Change)

Angin pasat Pasifik berhembus secara luar biasa kuat selama dua dekade terakhir. Penyebabnya adalah siklus 20 sampai 30 tahun yang dikenal dengan “Interdecadal Pacific Oscillation”. Siklus ini memompa panas dari atmosfer ke Lautan Pasifik bagian barat.

Pergerakan angin didukung oleh sirkulasi arus periode dingin. Tapi para ilmuwan mengatakan bahwa sirkulasi yang terjadi laksana ayunan: ia akan kembali lagi sebagai periode panas. Sejarah mencatat kemungkinan terjadinya dua periode dalam satu dekade dimana angin menurun, pompa mendorong, dan panas yang tersimpan akan naik kembali ke atmosfer.

“Ada petunjuk bahwa hal ini mungkin sudah mulai terjadi,” begitu kata seorang profesor ilmu kelautan di University of New South Wales, Sydney, Australia. Tanpa tindakan pendinginan angin, suhu atmosfer bisa melonjak seperti yang terjadi pada tahun 1980-an dan 1990-an. “Sangat mungkin pemanasan akan terjadi lebih cepat atau bahkan paling cepat karena gas rumah kaca saat ini jauh lebih tinggi,” paparnya.

Para ilmuwan juga belajar bahwa laut memperoleh lebih banyak panas. Artinya, iklim secara keseluruhan bisa lebih kacau dari saat ini. Seorang profesor oseanografi di Scripps Institution of Oceanography, University of California San Diego, mengatakan: “jika ingin mengukur ketidakseimbangan energi planet bumi, suhu laut dapat memberi Anda hampir keseluruhan ceritanya.”

Hitungan para ilmuwan bahwa laut di dunia memperoleh panas dari permukaan sampai kedalaman 700 meter, mungkin baru setengahnya. Pengukuran sebelumnya yang menunjukkan bahwa tumpukan panas masih rendah terjadi karena pengamatan terhadap sebagian besar laut masih jarang secara historis.

Angka-angka yang muncul sangat rendah, terutama untuk belahan bumi selatan yang menjadi 60 persen laut di planet bumi ini. Semua terjadi karena buruknya kualitas data hingga akhirnya kemunculan Argo, dron yang bisa naik turun mengukur suhu dan salinitas laut dari permukaan sampai kedalaman 3.500 meter secara terus menerus. Argo ditempatkan di seluruh dunia mulai tahun 2005.

Sebaran alat senssor argo float di perairan global

Sebaran alat senssor argo float di perairan global

Secara global, laut bagian atas 24 – 58 persen lebih panas dari asumsi model iklim saat ini.

Sebuah analisis baru memperlihatkan bahwa tahun 1970-2004, laut atas sampai kedalaman 700 meter dari lautan di belahan bumi selatan, 48 – 166 persen lebih panas daripada pengamatan sebelumnya. Secara global, temuan ini menyimpulkan bahwa laut bagian atas 24 – 58 persen lebih panas dari asumsi kebanyakan model iklim saat ini. Artinya, kita perlu menghitung ulang perkiraan sensitivitas iklim bumi.

Analisis pengukuran Argo sampai kedalaman 2.000 meter menunjukkan bahwa panas menembus semakin dalam dan jauh ke belahan bumi selatan. Jaringan pengukuran Argo ini menghasilkan informasi komprehensif pertama dari laut yang lebih dalam.

Para peneliti menemukan bahwa dua pertiga sampai 98 persen tumpukan panas laut yang diperoleh cukup besar antara tahun 2006 dan 2013 ternyata berlangsung dengan baik di selatan khatulistiwa. Penyebabnya adalah peran putaran raksasa yang menyedot ke bawah.

Setengah dari panas yang diperoleh terjadi pada kedalaman 500 sampai 2.000 meter. Pada kedalaman 500 meter, laut mengalami pemanasan 0,002 derajat Celcius setiap tahun. Pada kedalaman 500 meter, laut memanas 0,005 derajat Celsius setiap tahun. Yang belum tampak yaitu besarnya lompatan suhu yang bisa jadi sangat mengejutkan jika dikalikan dengan kedalaman laut di seluruh sistem yang mencakup 70 persen dari planet ini.

Permukaan laut lebih cepat panas dari laut secara keseluruhan. Laut pada kedalaman 75 meter telah menghangat rata-rata 0,01 derajat Celcius per tahun sejak 1971. Kekuatan seperti angin dan arus berefek kuat pada permukaan laut. Hasil pengukuran suhu pun menjadi sangat bervariasi.

Bagaimanapun, beberapa wilayah laut memanas dengan cepat, seperti Laut Arktik yang tahun ini mengalami tahun es musim dingin terendah dan menyerap lebih banyak energi matahari. Sebagian lapisan es mencair sehingga mengekspos permukaan gelap yang baru.

Suhu permukaan laut di beberapa wilayah selama musim panas telah meningkat sekitar 1 derajat Celsius selama dua dekade terakhir. Angka ini hampir lima kali rata-rata global. Bagian dari Samudera Hindia, Atlantik Utara, dan perairan di sekitar Antartika mengalami pemanasan yang hampir sama. Kelebihan panas yang tersimpan di laut sekarang ini kemungkinan besar akan kembali ke atmosfer.

Para Oceanographer pun meramalkan bahwa “beberapa kejadian El Nino akan berlangsung.”  Kondisi air hangat dan angin tenang secara periodik di wilayah tropis Pasifik merupakan jalan besar untuk mengembalikan panas dari bawah kembali ke permukaan.  Para ahli meteorologi mengatakan kondisi El Nino ringan sedang berlangsung tahun ini.

Grafik ini dari US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menunjukkan peningkatan kandungan panas laut global dari tahun 1955 hingga saat ini, yang diukur dalam joule-unit energi panas. Penelitian terbaru menemukan bahwa laut telah pemanasan lebih cepat dan lebih dalam dari para ilmuwan telah diperkirakan sebelumnya. (Sumber : NOAA)

Grafik ini dari US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menunjukkan peningkatan kandungan panas laut global dari tahun 1955 hingga saat ini, yang diukur dalam joule-unit energi panas. Penelitian terbaru menemukan bahwa laut telah pemanasan lebih cepat dan lebih dalam dari para ilmuwan telah diperkirakan sebelumnya. (Sumber : NOAA) 

Para ilmuwan menekankan bahwa gas rumah kaca di atmosfer berada pada konsentrasi yang tinggi dibanding 100 tahun yang lalu. “Kita tidak perlu membawa panas kembali dari dalam laut ke permukaan untuk mendapatkan pemanasan di masa depan. Yang diperlukan hanyalah memperlambat penyerapan panas oleh laut. Gas rumah kaca akan melakukan sisanya,” kata para ilmuwan itu.

Tren cuaca terbaru menunjukkan bahwa mekanisme serapan seperti penimbunan panas di bawah permukaan di wilayah tropis Pasifik dan perpindahan panas ke laut dalam, sudah menurun. Tapi mengapa 2014 tetap menjadi tahun terpanas? Karena panas tidak lagi masuk ke laut dalam.

Pola angin telah berubah. Permukaan laut Pasifik telah menghangat dan ini membawa sejumlah konsekuensi. Salah satu konsekuensi utama adalah meningkatnya permukaan air laut. Air pasti akan mengembang karena panas. Fenomena ini menjadi sumbangan besar kenaikan air laut. Menghangatnya laut pun menjadi berita buruk bagi pulau-pulau dan pantai yang memang sudah terancam.

Dampak menghangatnya laut terhadap pola sirkulasi dan cuaca menjadi kompleks. Memang butuh pengamatan jangka panjang untuk melihat bahwa fenomena ini memang telah mengganggu variasi alami, namun banyak bukti menunjukkan berbagai dampak yang mungkin terjadi.

Cepatnya pemanasan perairan Arktik dapat memperburuk gelombang panas saat datangnya musim panas di Eropa dan Amerika Utara. Turunnya perbedaan suhu mendorong sirkulasi lintang pertengahan. Banyaknya siklon yang kuat baru-baru ini sangat mungkin berhubungan dengan perubahan di wilayah tropis Pasifik. Selain itu, pemanasan laut sudah menjadi ancaman serius bagi kehidupan di laut. Air hangat kurang mengikat oksigen dan gas-gas lainnya.

Pemanasan pun meningkatkan stratifikasi laut yang menghambat pergerakan air permukaan yang kaya oksigen masuk ke kedalaman yang lebih rendah oksigennya. Akibatnya, zona rendah oksigen makin menyebar. Model iklim memprediksi bahwa zona yang tidak ramah bagi sebagian besar makhluk laut ini dapat meningkat 50 persen pada akhir abad ini.

Dalam jangka panjang, dunia akan kehilangan habitat yang dibutuhkan organisme yang bernapas dengan oksigen. Untuk saat ini saja, para Oceanographer melihat tanda hilangannya oksigen di setiap cekungan laut di lautan global.

Sebuah studi terbaru terkait sedimen dasar laut pada zaman es terakhir (sekitar 10.000 hingga 17.000 tahun lalu) juga mengungkap bahwa ekosistem Lautan Pasifik dari Kutub Utara sampai Chili telah kehilangan oksigen secara luas dan tiba-tiba melalui pencairan es ketika planet menghangat. Temuan ini sekilas memperlihatkan tentang apa yang mungkin terbentang di depan mata.

Kekhawatiran lain adalah bahwa peningkatan suhu dapat mengurangi peran penting laut sebagai penyerap karbon. Menyerap karbondioksida dari atmosfer adalah cara lain yang dilakukan laut untuk mengurangi dampak gas rumah kaca, meskipun dampaknya perairan laut tumbuh semakin asam.

Saat ini, hampir setengah karbondioksida yang dihasilkan manusia larut dalam laut. Sebagian besar di antaranya berada di laut belahan bumi selatan dimana pusaran angin membenamnya dalam-dalam. Tapi air hangat mengikat lebih sedikit karbondioksida. Siklus angin pun akan menurun suatu hari nanti.

Kenaikan suhu air laut dan melemahnya angin akan mempercepat jenuhnya penyerapan karbondioksida sekaligus mempercepat masuknya gas pengikat panas ke atmosfer. Skenario ini mirip dengan kisah terjadinya pelepasan karbon laut secara besar-besaran yang mengakhiri zaman es terakhir.

Masih ada waktu untuk memperbaiki keadaan planet bumi ini. Selama ini, laut memang telah bekerja keras menjadi penyangga dengan menyerap sekitar 90 persen panas. Semua demi kenyamanan makhluk bumi. Tapi perlu diingat bahwa kerja laut yang berat ada batasnya. Pada suatu titik, ia tak akan lagi mampu melakukannya!


Kerja Berat Sang Laut was first posted on April 6, 2015 at 4:12 am.

Kolaborasi KKP dan BIG Mengelola Kelautan Berkelanjutan. Seperti Apa?

$
0
0

Kesuksesan penerapan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara lestari dan berkelanjutan tak lepas dari peran serta kementerian/lembaga terkait. Salah satunya adalah Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai salah satu lembaga pemerintah yang menyelenggarakan tugas informasi geospasial di Indonesia, termasuk di bidang kelautan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai menandatangani kesepakatan bersama antara KKP dan BIG dalam penyelenggaraan informasi geospasial kelautan pada Jumat (27/03/2015)  mengatakan, informasi geospasial kelautan sangat diperlukan karena menjadi informasi utama dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan  secara berkelanjutan.

Tak hanya itu, data teknis geospasial dibutuhkan untuk mendukung penegakan kedaulatan di laut, terutama dalam perundingan batas yurisdiksi negara Indonesia dengan negara tetangga. Masalah pencegahan dan pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing juga sangat bergantung pada pemanfaatan dan pengembangan basis data informasi geospasial yang baik dan lengkap.

“Dengan begitu penanganan illegal fishing juga akan menjadi lebih mudah dilakukan, itu sebagai bentuk upaya kita untuk menegakkan kedaulatan di laut”, kata Susi dalam siaran persnya.

Contoh peta kelautan Indonesia. Sumber : BIG

Contoh peta kelautan Indonesia. Sumber : BIG

Susi menjelaskan dengan adanya informasi geospasial kelautan yang lengkap dengan resolusi berdasarkan tingkat keperluannya, maka aktivitas pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia bukan lagi sebuah keniscayaan. Namun disadari bahwa keberadaan data informasi geospasial kelautan yang mencakup wilayah Indonesia masih belum terintegrasi dengan baik. Data spasial yang berkualitas dan terkelola dengan baik akan sangat berpengaruh bagi pengembangan ekonomi kelautan  Indonesia di masa yang akan datang.

“Keberhasilan pengelolaan kelautan sangat berpengaruh pada tersedianya data spasial mengenai suatu tematik tertentu. Semisalnya, penentuan batas maritim di lautan dan pemetaan zona penangkapan ikan dan pengelolaan sumber daya kelautan,” kata Susi.

Selain itu, menurut Susi, pentingnya pengelolaan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan telah menjadi isu global. Hal ini merujuk kepada fakta bahwa di beberapa belahan dunia, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya kelautan, seperti ikan, telah masuk kepada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Berbagai spesies ikan konsumsi semakin sulit ditemukan. Hal ini juga berdampak kepada masalah pada pemberdayaan nelayan-nelayan tradisional. Apabila eksploitasi ikan skala besar terus berjalan seperti yang ada saat ini, maka nelayan tradisional akan semakin terancam akibat sulitnya mendapatkan ikan.

“Kebijakan pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan menjadi prioritas kami karena semata-mata adalah untuk kesejahteraan nelayan”, kata Susi.

Sementara itu Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP, Lilly Aprilya Pregiwati dalam rilis menyampaikan, kesepakatan bersama antara KKP dan BIG yang ditandatangani menjadi penting dan strategis bagi kedua belah pihak. Sebagai lembaga pemerintah,  keduanya memiliki konstribusi yang sangat penting dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sebagaimana visi Presiden Joko Widodo.

contoh peta kelautan dari BIG. Sumber : BIG

contoh peta kelautan dari BIG. Sumber : BIG

Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama meliputi penyelenggaraan informasi geospasial untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, pemanfaatan dan pengembangan basis data informasi geospasial terkait sumberdaya kelautan dan perikanan dan peningkatan infrastruktur informasi geospasial nasional di bidang kelautan dan perikanan. Selain itu, penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi geospasial terkait sumberdaya kelautan dan perikanan, dan  peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang informasi geospasial untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Dukungan Informasi Geospasial

Kepala BIG, Priyadi Kardono dalam pemaparannya usai penandatangan kerja sama (27/03/2015) mengatakan bahwa Indonesia yang merupakan negara maritim, dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093 km2 serta jumlah pulau 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat.

“Diperlukan data dan informasi geospasial untuk membangun berbagai wilayah di seluruh Indonesia, apalagi data informasi tentang kelautan dan perikanan,” kata Priyadi.

Ia menambahkan, dalam mendukung pembangunan wilayah kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia, BIG menyediakan data dan informasi geospasial berupa Peta Rupabumi Indonesia (RBI) berbagai skala, Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN), Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan berbagai skala. BIG juga mendukung program nawacita di bidang kemaritiman diantaranya pembangunan tol laut, dengan menyediakan informasi geospasial untuk mendukung pengembangan 24 pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia.

“BIG juga memetakan status batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Landas Kontinen (LK), Batas Maritim NKRI serta pemetaan pulau kecil terluar,” kata Priyadi.

Kepala BIG juga menjelaskan bahwa untuk mengimplementasikan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), BIG menyediakan referensi tunggal IGD, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang diselenggarakan Kementerian dan Lembaga dalam bentuk Rakornas, Rakorda dan Rakortek untuk mendukung Pokja IGT. Dalam hal dukungan untuk pembangunan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil,  di dalam Pokja IGT dibentuk, Pokja Pemetaan Mangrove, Pokja Pemetaan Pulau-Pulau Kecil dan Pokja Pemetaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.

Priyadi berharap ke depan dapat dilakukan peningkatan kerjasama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kemaritiman berbasis IG melalui percepatan penyediaan data IG untuk mendukung rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk itu perlu dukungan penganggaran yang memadai untuk penyediaan data IG pesisir dan laut.

“Kesemua ini dilakukan agar pengelolaan data dan informasi geospasial dapat dilaksanakan secara efektif baik di BIG maupun di K/L dan Pemerintah Daerah,” tambahnya.

BIG sendiri telah meluncurkan One Map IG Tematik untuk mendukung pembangunan pesisir, kelautan dan perikanan, diantaranya Satu Peta Mangrove, Satu Peta Padang Lamun dan Satu Peta Karakteristik Laut Nasional. Selain satu peta tersebut, BIG telah melakukan kegiatan antara lain Pemetaan Lahan Garam, Pemetaan Ekosistem Pesisir Mangrove (Kerapatan, Spesies, Karbon), Pemetaan Ekosistem Pesisir Terumbu Karang, Pemetaan Ekosistem Pesisir Habitat Lamun serta peta Pemetaan Ekoregion, Pemetaan Karakteristik Laut, Pemetaan Arah dan Kecepatan Arus.  Kesemuanya ini merupakan data dan informasi geospasial untuk mendukung Tata Ruang Laut Nasional.

Sementara itu, Abdul Halim selaku Sekjen KIARA kepada Mongabay, pada Minggu, (29/03/2015) mengatakan, terhadap kerja sama tersebut harus  bisa mengatasi ego-sektoral kelembagaan negara terkait pengelolaan kondisi geografis kelautan. Dengan satu peta dan data yang valid, kebijakan yang diambil akan lebih tepat, termasuk program pembangunannya untuk kelautan yang berkelanjutan.

“Penting juga dalam sektor penegakan hukum, kerja sama tersebut seharusnya bisa memberikan optimalisasi penegakan hukum di laut,” katanya.


Kolaborasi KKP dan BIG Mengelola Kelautan Berkelanjutan. Seperti Apa? was first posted on April 6, 2015 at 4:37 am.

Orang Denmark Ini Rancang Sepeda Bertenaga Matahari

$
0
0

Denmark dikenal sebagai surga pesepeda. Negara di Eropa itu sangat memperhatikan infrastruktur dan kebijakan yang membuat warganya nyaman dalam bersepeda.

Warganya pun punya budaya bersepeda. Dari statistik Direktorat Jalan Kota Kopenhagen menyebutkan 16 persen perjalanan di kota Denmark dilakukan dengan menggunakan sepeda dan 24 persen perjalanan kurang dari lima kilometer juga dilakukan dengan bersepeda.

Sedangkan 45 persen anak-anak di Denmark menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolah. Setiap orang Denmark bersepeda rata-rata 1,1 kilometer per hari. Dan berarti terdapat 1,2 juta kilometer per hari total jarak dari seluruh pesepeda di Kopenhagen.

Bahkan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 36 persen orang dewasa Denmark akan mengayuh sepeda pada akhir pekan.

Budaya itu, tentu membuat warganya kreatif dalam bersepeda. Salah satunya adalah Jesper Frausig. Dia membuat sepeda yang dilengkapi  dengan panel surya di rodanya.

Sepeda dengan solar panel. Foto : Jesper Frausig

Sepeda dengan solar panel. Foto : Jesper Frausig

Panel surya itu menyerap sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi.  Panel surya itu dihubungkan dengan batere berbentuk botol dan motor hub.

Panel surya  itu bekerja ketika sepeda diparkir dibawah sinar matahari. Panel surya di roda itu mengisi energi bersih ke batere dan energinya bisa digunakan untuk membantu sepeda berjalan tanpa dikayuh.

Frausig merancang sepeda berpanel surya itu tersebut selama 3 tahun dan membangun dua prototipe. Dia mengklaim bahwa sepeda itu dapat menempuh 70 km dan kecepatan maksimum 50 km/jam (30 mph) dan kecepatan standar 15 mph dengan tenaga dari batere.

Sepeda berpanel surya karya Frausig ini dinominasikan INDEX: Design to Improve Life Awards.

Sepeda dengan solar panel. Foto : Jesper Frausig
Sepeda dengan solar panel. Foto : Jesper Frausig
Sepeda dengan solar panel. Foto : Jesper Frausig

Sepeda dengan solar panel. Foto : Jesper Frausig

 


Orang Denmark Ini Rancang Sepeda Bertenaga Matahari was first posted on April 6, 2015 at 5:44 am.

Mengatasi Perubahan Iklim Itu Tidak Bisa Sendiri

$
0
0

Isu perubahan iklim masih menjadi isu hangat yang diperbincangkan di seluruh dunia oleh berbagai kalangan. Di Indonesia, isu perubahan iklim terus menjadi perhatian utama karena peran Indonesia sebagai salah satu negara penyuplai oksigen dunia. Berbagai kalangan bahu membahu secara simultan terus mencari solusi terbaik untuk mengatasi perubahan iklim yang dari hari ke hari semakin tak terbendung lagi.

Selain Pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pihak lain juga ikut mengawasi perubahan iklim ini hingga bersama-sama mencari cara untuk mengatasinya. Salah satunya, adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus melakukan penelitian tentang perubahan iklim dan dampaknya di Indonesia.

Kanopi hutan hujan tropis.  Foto: Rhett Butler

Kanopi hutan hujan tropis. Foto: Rhett Butler

Di luar LSM, beragam kegiatan juga dilaksanakan untuk menyebarluaskan dan update terkini dari isu perubahan iklim yang terjadi di Indonesia dan dunia. Salah satunya, adalah pegelaran Indonesia Climate Change Education Forum & Expo yang tahun ini sudah memasuki gelaran tahun kelima.

Tahun ini, ICCEFE akan digelar pada 14-17 Mei di Assembly Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta. Kegiatan tersebut akan berisi rangkaian acara  yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas, dari usia kanak-kanak sampai lanjut usia, tentang perubahan iklim.

Selain itu, ICCEFE digelar juga bertujuan untuk memberikan edukasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kemudian, yang tak kalah penting, pelaksanaan ICCEFE juga diharapkan menjadi sarana efektif untuk pertukaran informasi dan mempromosikan program berkaitan dengan perubahan iklim antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat secara umum.

Ketua Tim Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Rachmat Witoelar, menyebut kegiatan ICCEFE sebagai ajang istimewa karena menjadi paket lengkap dalam aksi memberikan pemahaman tentang perubahan iklim.“Ini adalah sesuatu yang sangat strategis dan harus bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan,” katanya saat jumpa pers tentang ICCEFE di Gedung Wana Manggala Bhakti, Jakarta, Senin (06/04/2015).

Menurut mantan Ketua Harian Dewan Harian Nasional Perubahan Iklim itu, isu perubahan iklim dewasa ini menjadi urusan semua orang dan karenanya harus ada kepedulian yang kontinu untuk mengatasinya secara bersama.”Untuk melawan perubahan iklim sendirian itu jelas tidak bisa. Perlu ada kerja sama antara semua pihak yang ada,” ujarnya.

Akan tetapi, Rachmat mengingatkan, untuk bisa menumbuhkan kesadaran dan memberikan pemahaman tentang perubahan iklim kepada masyarakat, perlu ada keterangan sangat otentik yang bisa dipahami dengan menyeluruh. Sarana yang bisa menjembatani maksud tersebut, ungkap dia, adalah melalui pelaksanaan forum seperti ICCEFE.

Rachmat menjelaskan, saat ini topik perubahan iklim juga menjadi bahasan serius dan kontinu di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Karenanya, Indonesia bisa memanfaatkannya untuk sarana edukasi bagi masyarakat dan juga penguatan poros maritim yang saat ini menjadi program utama pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Tim Teknis Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Yetti Rusli, Indonesia saat ini harus bisa menegakkan kepedulian terhadap isu perubahan iklim. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan hal teknis yang bisa mendukung untuk mengatasi isu perubahan iklim.

“Dengan penduduk yang banyak dan wilayah yang luas, Indonesia harus melaksanakan langkah teknis dan taktis untuk mengatasi isu perubahan ikllim ini,” kata Yetti di Gedung Wana Manggala Bhakti, belum lama ini. Dia mencontohkan, salah satu bentuk langkah teknis yang bisa diterapkan adalah meningkatkan kewaspadaan masyarakat nasional terhadap bencana seperti banjir, gagal panen dan lain sebagainya.

Dengan pelaksanaan ICCEFE nanti, Staf Ahli Menteri KLHK Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim itu berharap kepedulian masyarakat terhadap perubahan iklim bisa semakin baik lagi. Sehingga, ke depannya penanganan teknis bisa diterapkan seiring dengan peningkatan pemahaman dari masyarakat.

Di sisi lain, pelaksanaan ICCEFE juga akan membawa manfaat signifikan bagi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. “Kita mendapatkan manfaat berupa pengembangan SDM, tersedianya data dan informasi terkait rencana pembangunan maritim nasional dan navigasi bencana di laut,” ungkap Nani pada kesempatan yang sama.

Terkait pelaksanaan ICCEFE, Katili, Anggota Tim Teknis Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Amanda Katili menjelaskan bahwa kegiatan tersebut akan mengombinasikan kegiatan forum dan pameran yang berkaitan dengan perubahan iklim.

“Kami adakan kegiatan ini sebagai forum strategis yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia rendah emisi karbon dan diakhiri dengan pencarian solusi inovatif,” ungkapnya.

Amanda mengatakan, sejak pertama kali digelar pada 2011, ICCEFE terus mengalami peningkatan dari sisi penyelenggaraan dan jumlah kunjungan masyarakat. Kata dia, tahun pertama pelaksanaan, pengunjung yang datang berkisar di angka 15 ribu orang. Namun, jumlah itu terus meningkat hingga pada pelaksanaan 2014 berhasil menyedot 80 ribu pengunjung.

Untuk tahun ini, pihaknya menargetkan bisa menyedot pengunjung hingga mencapai minimal 90 ribu orang. “Tahun ini kita bekerja sama dengan LAPAN. Diharapkan, kehadiran LAPAN bisa menarik pengunjung lebih banyak,” tandas dia.


Mengatasi Perubahan Iklim Itu Tidak Bisa Sendiri was first posted on April 7, 2015 at 3:34 am.

Hakim Harus Berpihak Pada Kelestarian Pegunungan Kendeng. Kenapa?

$
0
0

Puluhan perempuan warga Rembang berkebaya, bersama dengan puluhan mahasiswa dari Universitas Semarang, Universitas Diponegoro dan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang serta aliansi mahasiswa di Semarang dan Yogyakarta melakukan aksi dari Museum Ronggowarsito ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (02/04/2015).

Sambil membawa spanduk bertuliskan “Jawa Krisis Air dan Jawa Tengah Darurat Tambang”, mereka melakukan aksi di depan PTUN, menolak pendirian pabrik dan penambangan PT. Semen Indonesia, bertepatan dengan lanjutan sidang gugatan warga Rembang kepada Gubernur Jawa Tengah yang memberikan ijin lingkungan untuk penambangan kepada PT Semen Gresik (Persero) Tbk, sekarang PT Semen Indonesia.

Warga Rembang dan koalisi mahasiswa melakukan aksi menyuarakan bahwa Jawa Tengah darurat tambang dan penolakan pertambangan PT Semen Indonesia di kawasan Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando

Warga Rembang dan koalisi mahasiswa melakukan aksi menyuarakan bahwa Jawa Tengah darurat tambang dan penolakan pertambangan PT Semen Indonesia di kawasan Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando

Dalam aksi itu, Marno, warga Tegaldowo jadi kordinator aksi berorasi agar hakim dapat memutuskan perkara dengan jujur, adil, bersandar pada fakta di persidangan, jujur dan berpihak pada kelestarian lingkungan.

“Kami sudah sejahtera dengan bertani. Tambang akan bikin gunung kendeng rusak, dan sumber air hilang,” kata Marno.

Dia mengatakan penambangan yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia tersebut berada di kawasan lindung geologi Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih. Berdasarkan hasil penelitian Semarang Caver Association (SCA) dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), dikawasan itu ada 49 goa dan 109 mata air yang menjadi sumber air bagi kehidupan masyarakat dan pertanian mereka di 14 kecamatan, di Kabupaten Rembang.

Izin lingkungan Gubernur Jawa Tengah 660.1/17 tahun 2012 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 junto Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang tahun 2011-2031 junto Keppres Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah, termasuk CAT Watuputih.

Sedangkan Muhnur Satyaprabu dari Walhi selaku kuasa hukum warga mengatakan mereka telah menyimpulkan ada empat fakta penting yang harus dipertimbangkan hakim, yaitu gugatan masyarakat dan Walhi ini benar-benar punya hak mengajukan gugatan, kawasan yang menjadi lokasi pertambangan adalah kawasan yang berfungsi karst dan sudah ditetapkan sebagai CAT, kawasan karst lokasi tambang dilindungi sesuai PP No.26/2008.

“Pemerintah harus menghentikan pendirian pabrik dan penambangan karena melanggara hak asasi manusia. Semoga hakim jeli melihat ada pertentangan hukum yang sangat fundamental dan ada pertentangan data yang mendasar, sehingga bisa menjadi dasar yang kuat untuk membatalkan ijin pertambangan PT Semen Indonesia,” kata Muhnur.

Tanggapan Kuasa Hukum PT. Semen Indonesia

Dalam persidangan yang diketuai hakim Susilowati Siahaan SH, dengan hakim anggota Husein Amin Effendi SH dan Desy Wulandari SH, kuasa hukum Tergugat II Intervensi, Handarbeni Imam Ariyoso mengatakan mereka menyimpulkan agar majelis hakim menolak gugatan dari penggugat, dan menolak permohonan penundaan proses pembangunan pabrik PT Semen Indonesia Tbk yang diajukan penggugat.

Ia mengatakan fakta di persidangan menyebutkan masyarakat belum merasakan atau menderita kerugian karena secara hukum kegiatan penambangan dan pabrik semen belum terlaksana. Dari sisi pokok perkara, seluruh gugatan para penggugat layak untuk ditolak.

Majelis hakim bisa menyatakan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang adalah sah dan mengikat secara hukum.

Di persidangan bahwa surat izin yang menjadi objek sengketa tidak cacat hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dia mencontohkan, wilayah penambangan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk terbukti tidak berada di atas Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, di luar kawasan imbuhan air.

PT Semen Indonesia telah memiliki langkah-langkah pengendalian kegiatan, termasuk reklamasi serta adanya wawasan lingkungan dalam pendirian pabrik dan penambangan seperti tertuang dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam pembuatan dan pengurusan AMDAL tidak mengandung kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran atau pemalsuan data, dokumen, dan informasi. Dalam persidangan terbukti penerbitan surat izin tidak melanggar asas partisipatif masyarakat.

Hakim ketua Susilowati Siahaan mengatakan mereka sudah menerima tiga kesimpulan dari para pihak yakni penggugat, tergugat dan tergugat intervensi. Majelis hakim kemudian menutup sidang, dan akan dilanjutkan pada Kamis (16/04/2015) dengan  agenda pembacaan kesimpulan atau putusan.

“Keputusan hakim akan ada yang menang dan kalah. Saya harap nanti tidak ada yang anarkis. Masih ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh. Dan sidang ditunda hingga 16 April 2015 mendatang,”kata Susilowati.

Solidaritas Dari Daerah

Pada saat bersamaan, dukungan terhadap warga Rembang yang menolak pertambangan dan pabrik PT Semen Indonesia dilakukan diberbagai daerah yakni di Yogyakarta, Surabaya, Samarinda, Jakarta dan Cirebon. Di DI Yogyakarta aksi berpusat di gedung pusat Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Selain melakukan orasi, perwakilan masyarakat juga mempertanyakan keberlanjutan tim evaluasi dan dokumen yang dibentuk UGM terhadap keterangan dua dosen UGM yang dianggap memberikan keterangan yang tidak jujur di PTUN Semarang.

 


Hakim Harus Berpihak Pada Kelestarian Pegunungan Kendeng. Kenapa? was first posted on April 7, 2015 at 5:12 am.
Viewing all 2588 articles
Browse latest View live