Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 2538 articles
Browse latest View live

KPK Dan KKP Ingin Perubahan Sistem Tata Kelola Laut

$
0
0

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sepakat untuk memperbaiki sistem tata kelola laut yang berpotensi korupsi saat dan merugikan negara ribuan triliun serta menyengsarakan rakyat.

Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menyebut banyak yang belum paham ada urusan apa KPK dengan kelautan.  “Selama memimpin KPK 4 tahun dan kembali dipanggil 6 bulan terakhir ini bahwa korupsi bukan hanya terjadi karena perilaku tapi saya melihat karena sistem yang salah, failed atau weak system,” katanya dalam Deklarasi Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Sektor Kelautan di Kuta, Badung, Bali, pada Selasa (04/08/2015).

Banyak yang menikmati zona nyaman dengan sistem yang sudah ada sehingga tak perlu melakukan perubahan. Menurutnya banyak orang baik nyemplung ke sistem salah. Sistem yang tak benar itu menyengsarakan.

“Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau masak garam saja tak bisa produksi sendiri? Apa susahnya bikin garam? Kurang berapa terik matahari NTB, NTT untuk mengeringkan air laut? Ini sistemnya salah,” contoh Ruki.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola laut yang salah. Hal itu ia ungkapkan dalam acara Gerakan Nasional Penyelamatan SDA sektor kelautan di Badung, Bali pada Selasa (04/08/2015). Foto : Luh De Suriyani

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola laut yang salah. Hal itu ia ungkapkan dalam acara Gerakan Nasional Penyelamatan SDA sektor kelautan di Badung, Bali pada Selasa (04/08/2015). Foto : Luh De Suriyani

Ia mengasumsikan ini dibiarkan karena banyak yang dapat cuk. Tapi petani garam termarjinalkan dan makin miskin. “Ini sistem yang salah dan harus ikhlas untuk diperbaiki. Laut dikuasai, laut dikapling, hutannya, lalu apa lagi?” serunya.

Kewajiban menyejahterakan rakyat, menurutnya sangat jelas dalam konstitusi. Bagaimana hubungannya dengan korupsi? Menjadi keharusan penyelenggara negara, pertama mengevaluasi sistem yang kadung sudah berjalan. “Jangan pernah nyaman di sistem sekarang dari mikro, makro, politik, Pemilu, sampai peradilan. Saya pribadi sangat kecewa KPU mengizinkan mantan terpidana korupsi ikut running Pilkada dengan dalih itu hak asasi manusia. Mana yang lebih penting HAM bersifat individual atau komunal?” keluhnya.

Termasuk juga pengelolaan laut dan pantai. Ia mengingatkan potensi yang ada bisa terus dieksplorasi tanpa merusak lingkungan.

Sementara Susi Pudjiastuti mengkritik sistem dan kebijakan yang sulit diubah serta koordinasi yang kurang baik antar departemen serta pemerintah daerah untuk mendukung perbaikan.

“Indonesia nomor 2 terpanjang pantainya di dunia tapi ekspor perikanan No.5 di Asia Tenggara. Ada yang salah, orang tak sadari,” katanya. Setelah tahu dan jadi Menteri ia mengaku lebih tahu data. Misalnya menurut data BPS rumah tangga nelayan dari 1,6 juta tinggal 800 ribu dalam 10 tahun terakhir. “Kenapa 2/3 nelayan berkurang bukannya bertambah?” tanyanya. Juga menurut catatan KKP ada 115 perusahaan eksportir di Jawa dan kota pelabuhan bangkrut pada rentang 2003-2013. “Kalau saya pabrik Pangandaran yang kecil saja bisa ekspor 5-15 juta dollar dan beli dari nelayan kecil. Berapa miliar dollar devisa yang hilang?” herannya.

Ini menurutnya ironi dan kontradiksi. Sementara Thailand dan Philipina jadi No.1 dan 2 di Asia. Masalahnya banyak kapal besar menangkap secara  ilegal. “Mulai sekarang saya eksekusi UU perikanan, kapal itu kita bisa tangkap dan tenggelamkan. Kalau tidak nanti Indonesia jadi miskin dan jadi imigran. Ingin menegakkan kedaulatan laut. Saya bilang jangan biarkan nelayan gelap anda, sehingga tak ada nota protes dari negara mereka,” katanya.

Sumber daya apapun jika tak jaga dan eksploitasi bisa habis. “20 tahun lalu Indonesia masih jadi Sekjen OPEC dan OKI. Tapi sekarang nett importir minyak karena habis. Sama dengan batubara, emas. Kalau tak menjaga semua akan habis,” ingatnya.

 Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando

Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando

Laut adalah sumber yang bisa diperbaharui, ikan bisa beranak pinak, bertelur. Kecuali jika pantai tempat ikan kawin dan berkembang biak, diambil. “Karena induk ikan sama dengan manusia, insting keibuan tak akan menelorkan di tengah lautan bebas, mereka akan mencari terumbu karang, pasir gulma di tepi pantai. Tapi demi pertumbuhan properti, demi aqua culture project terbaru, demi kebutuhan lain kita tebang mangrove, kita reklamasi pantai tanpa mempedulikan ekosistem,” lugasnya.

Ia menegaskan reklamasi untuk pembangunan sah tetapi syarat utamanya keberlanjutan ekosistem. “Jakarta boleh menambah ruang tapi perhitungkan bahwa tiap wilayah air yang direclaim harus ganti wilayah air baru. (Kalau tidak ) nanti banjir. Air dikemanakan? Mau dipompa? Berapa lama?” gugatnya.

Reklamasi tanpa pembangunan DAS sungai akan memperparah. Menurutnya bandara Sukarno Hatta bisa tenggelam. Jika mempersiapkan matang, Susi bertanya ke mana air disalurkan dan seberapa besar? “Di sinilah sistem bisa mengawal dan jadi pilar penjaga agar developer tak cheating wilayah air, tak boleh ada korupsi sistem, manipulasi data. Kajian harus akuntabel, objektif bisa jadi pertanggungjawaban pejabat mapun pribadi kepada anak cucu,” ujarnya.

Susi mengingatkan kerugian Rp2000-3000 triliun tata kelola laut yang salah. “Ada illegal fishing menikmati 36% solar nasional itu ratusan triliun. Kita beri subsidi pada maling ikan untuk merusak terumbu karang, jaring yang dipakai 50 km terpendek,” sebutnya.

Selain itu kasus perbudakan membuat negara kita ditegur. “Bagaimana bisa perbudakan terjadi di wilayah Indonesia? Ribuan kapal, yang punya izin hanya 1300. Mereka foto kopi izinnya,” sebutnya.

Contoh lain, polisi menangkap kapal dengan sirip hiu 2,1 ton kering yang ekuivalen 220 kg ikan hiau dari perairan Raja Ampat. Ia menyebut 1 kg sirip ikan berasal dari 1 kwintal ikan.

Ia mengapresiasi Amerika minggu lalu memberikan pembebasan tarif ekspor. “Jika nilai ekspor USD 2 milyar maka 400 juta dollar masuk ke ekonomi kita. Kita harus bekerja keras, rusaknya laut Indonesia rusak suplai tuna dunia karena breeding dan nursering 80% di Indonesia. Kita diberi Tuhan satu lokasi yang secara geografis sentral maritim. Dilewati 4 samudera dan di khatulistiwa,” paparnya.


KPK Dan KKP Ingin Perubahan Sistem Tata Kelola Laut was first posted on August 6, 2015 at 1:38 am.

Penertiban Impor Garam Bisa Selamatkan Industri Garam Nasional

$
0
0

Kebijakan impor garam yang diterapkan Kementerian Perdagangan dinilai belum selaras dengan visi dan misi yang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal itu, karena KKP beritikad untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu menyuplai kebutuhan garamnya sendiri baik untuk konsumsi maupun untuk industri.

Itikad baik itu masih belum searah karena Kemendag masih memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan No.58/2012 tentang Ketentuan Impor Garam. Aturan tersebut dinilai rancu karena impor garam menjadi bisa dilakukan oleh banyak pintu.

“Seharusnya impor garam itu dilakukan oleh satu pintu saja. Pintu yang lain tidak usah melakukannya. Karena dengan demikian, impor garam bisa lebih dikontrol dan diatur dengan rapi,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Priyanto memperlihatkan garam hasil produksi rumah tangga miliknya. Foto : Tommy Apriando

Priyanto memperlihatkan garam hasil produksi rumah tangga miliknya. Foto : Tommy Apriando

Saat memberikan keterangan tersebut, Susi nampak tak bisa menyembunyikan emosinya, karena sejak dia memimpin pada 2014 sampai sekarang, kebijakan impor garam masih belum juga bisa ditertibkan. Karena itu, dia merasa program pengembangan industri garam yang dilaksanakan pihaknya menjadi sia-sia.

“Dengan adanya impor ini sudah jelas bisa mematikan produsen garam yang mayoritas adalah para nelayan yang ekonominya menengah ke bawah. Bagaimana nasib mereka jika tata niaga garam ini tidak ditertibkan dari sekarang?” tutur dia.

Susi kemudian menyebut, saat ini sedikitnya terdapat 30 ribu kepala keluarga (KK) yang menggantungkan mata pencahariannya pada produksi garam. Jika masing-masing KK diperkirakan di dalamnya ada lima orang anggota keluarga, maka sedikitnya terdapat 150 ribu orang yang terlibat dalam produksi garam nasional.

“Bisa dibayangkan tidak bagaimana nasib mereka? Sudah susah memproduksi garam, tapi harganya jatuh di pasaran karena beredar garam impor. Darimana mereka bisa dapatkan penghasilan lagi?” paparnya.

Susi mencontohkan, beberapa waktu lalu garam diimpor dari Australia, India dan sejumlah negara lain penghasil garam. Namun, impor tersebut dilaksanakan bertepatan dengan panen garam yang dialami para petani garam. Kondisi tersebut tak pelak langsung menjatuhkan harga garam di pasaran.

“Memang garam impor dari Australia itu murah. Harganya sekitar Rp500 per kg dan dijual di pasaran dengan harga Rp1.250 per kg. Namun, kondisi itu memukul para petani garam. Seharusnya impor tidak dilakukan saat panen,” tegas dia.

Tertibkan Tata Niaga Garam Nasional

Kunci dari tata niaga garam saat ini adalah di tingkat importir. Karena, meski ada peraturan dari Kemendag, namun pelaku utama adalah para importir garam yang pada prakteknya selalu mencari keuntungan materi.

“Ini bisa ditertibkan tata niaga garam, tetapi memang susah. Saya sudah ngomong sama importir tentang hal ini. Tapi sepertinya mereka keberatan,” ucap Susi Pudjiastuti.

Yang dimaksud keberatan, kata Susi, importir sepertinya tidak mau menerima masukan dari KKP bahwa impor garam sebaiknya diatur lebih baik lagi dengan cara mengontrolnya secara teratur. Kemudian, impor juga sebaiknya dilakukan saat masa panen masih jauh atau sebulan menjelang dan dua bulan sesudah panen.

“Masalahnya ini berkaitan dengan ketahanan pangan nasional. Jika garam lokal sudah dihargai dengan baik, maka keberlangsungan mereka bisa terjamin. Itu artinya, garam lokal harus diserap sama besarnya seperti serapan untuk impor,” papar dia.

Di luar itu semua, Susi juga menyoroti kebijakan Kemendag yang tetap memberikan izin impor untuk sejumlah perusahaan. Padahal, sudah jelas kalau KKP beritikad untuk memajukan industri garam nasional. Kebijakan impor dari Kemendag tersebut mencakup 1,5 juta ton garam impor.

“Seharusnya, untuk pintu impor itu cukup dari PT Garam dan Koperasi Petani Garam saja. Dengan demikian, kebutuhan impor bisa lebih diperketat karena yang tahu pasti mereka. Kalau sekarang, tidak bisa dilakukan seperti itu,” ucap dia.

Ada Oknum yang Bermain Garam

Sementara itu Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad menyebut ada oknum yang bermain dalam impor garam tersebut. Pasalnya, dengan kemampuan saat ini, Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi sebesar 1,4 juta ton per tahun.

“Namun kenyataannya, tetap saja ada yang bandel mengimpor garam konsumsi. Jelas ini mematikan garam lokal. Kalau impor garam industri memang dimaklumi karena Indonesia masih belum mampu memproduksinya. Tapi kalau garam konsumsi, kita sudah lama bisa,” ungkap Sudirman.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengaku prihatin melihat kondisi yang terjadi saat ini terkait impor garam. Seharusnya, dengan kondisi Indonesia sekarang, kuota impor garam sudah bisa dikurangi dengan signifikan.

“Pemerintah harus mengoreksi kuota impor garam,” tutur Abdul Halim.

realisasi garam


Penertiban Impor Garam Bisa Selamatkan Industri Garam Nasional was first posted on August 7, 2015 at 3:00 am.

Ribuan Pemuda Indonesia Siap Ramaikan Peringatan Hari Harimau Sedunia

$
0
0

Semenjak pertengahan bulan Juli 2015 yang lalu, media sosial diramaikan oleh gambar loreng harimau. Ratusan pemerhati lingkungan beramai-ramai mengganti foto profil, baik facebook, twitter maupun instagram, dengan foto bernuansa harimau. Selain itu, himbauan untuk melawan perburuan dan perdagangan harimau sumatera dan bagian tubuhnya juga gencar disuarakan melalui status-status mereka.

Kegiatan ini, menurut salah satu pegiat kampanye anti perburuan dan perdagangan harimau sumatera, Siska Handayani, merupakan bagian dari peringatan Global Tiger Day yang jatuh pada tanggal 29 Juli setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, sudah direncanakan akan ada kampanye serentak yang akan dilaksanakan di 7 kota di Sumatera dan Jawa pada hari Minggu, 9 Agustus 2015.

“Secara serentak, kami akan melaksanakan kampanye di Padang, Medan, Pekan Baru, Palembang, Jakarta dan juga Purwokerto. Kegiatan kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian publik terhadap nasib harimau terakhir milik Indonesia yang kian terancam akibat perburuan dan deforestasi,” kata Siska, yang juga sebagai koordinator Tiger Heart, jaringan relawan Forum HarimauKita.

Salah satu simpatisan aksi Global Tiger Day tahun kemarin yang diselenggarakan di Taman Monas, Jakarta. Foto : Hariyawan A Wahyudi

Salah satu simpatisan aksi Global Tiger Day tahun kemarin yang diselenggarakan di Taman Monas, Jakarta. Foto : Hariyawan A Wahyudi

Pada kampanye serentak esok hari, berbagai kegiatan seperti face painting, kostum, pentas teaterikal, dan berbagai aksi lainnya siap meramaikan kegiatan. Ribuan pemuda dari berbagai komunitas juga menyatakan siap bergabung seperti pecinta alam, pemerhati lingkungan, blogger, pelukis, pegiat komik, break dance, hingga komunitas skate board

Apakah Global Tiger Day?

Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day merupakan peringatan tahunan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap konservasi harimau sedunia. Peringatan yang jatuh pada tanggal 27 Juli ini mulai ditetapkan pada Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Konservasi Harimau atau disebut juga Tiger Summit Meeting di St. Petersburg, Rusia, November 2010 yang lalu.

Diperingatinya Global Tiger day ini bermula dari keprihatinan atas hilangnya 93% habitat alami harimau akibat ekspansi manusia untuk kebutuhan pemukiman dan pertanian. Populasi harimau yang tersisa saat ini terdesak di petak-petak kecil hutan yang berdampak tingginya resiko inbreeding. Kecilnya petak hutan tersebut juga meningkatkan resiko perburuan. Hal ini terjadi di berbagai habitat harimau di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia, terutama di Sumatera yang menjadi habitat harimau terakhir Indonesia.

“Di Sumatera sendiri, dalam periode tahun 2000-2012 sendiri, diperkirakan sebanyak 2,8 juta hektar hutan telah hilang. Bisa dikatakan pula bahwa laju kehilangan hutan di Sumatera setara dengan 900 lapangan sepak bola perharinya, ” jelas Yoan Dinata, Ketua Forum HarimauKita.

Lebih lanjut, Yoan mengatakan bahwa peringatan Global Tiger Day di Indonesia bertujuan untuk mengajak masyarakat dalam mengambil bagian dalam melindungi aset bangsa dengan menjaga dan melestarikan hutan sebagai habitanya.

Kampanye penyelamatan harimau Global Tiger Day pada tahun kemarin di Jakarta, yang juga diselenggarakan serentak di beberapa kota di Indonesia. Foto : Hariyawan A Wahyudi

Kampanye penyelamatan harimau Global Tiger Day pada tahun kemarin di Jakarta, yang juga diselenggarakan serentak di beberapa kota di Indonesia. Foto : Hariyawan A Wahyudi

Kampanye ini juga diharapkan disambut oleh Pemerintah Daerah melalui kebijakan-kebijakan pembangunan, terutama tata ruang daerah yang berbasis ekosistem dan lingkungan. Dengan melestarikan harimau sumatera, besar kemungkinan hutan-hutan di Sumatera terjaga keutuhannya, sebagai kunci dari pembangunan berkelanjutan.

Hanya Tersisa 6 Subspecies Harimau Sedunia

Secara global, harimau dikelompokkan menjadi 9 subspesies yaitu harimau kaspia (Panthera tigris virgata), harimau benggala (Panthera tigris tigris), harimau siberia (Panthera tigris altaica), harimau indocina (Panthera tigris corbetti), harimau cina selatan (Panthera tigris amoyensis), harimau malaya (Panthera tigris jacksoni), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau bali (Panthera tigris balica). Saat ini, 3 subspecies harimau telah dinyatakan punah, yaitu harimau kaspia, harimau jawa dan harimau bali.

Harimau kaspia dinyatakan punah pada tahun 1950-an, sedangkan harimau bali pada 1940-an dan harimau jawa sekitar 1980-an. Harimau kaspia pernah ditemukan berkeliaran di padang rumput dan hutan hujan di kawasan Afganistan, Iran, Mongolia, Turki dan Kawasan Asia Tengah. Harimau jawa merup akan subspesies harimau yang pernah hidup di Pulau Jawa. Sedangkan harimau bali, merupakan subspesies yang pernah hidup di Pulau Bali. Harimau bali sendiri disinyalir sebagai harimau dengan ukuran paling kecil dibandingkan dengan subspesies lainnya.

Indonesia pernah menjadi negara yang memiliki subspesies harimau terbanyak di dunia. 3 dari 9 subspesies pernah hidup di Indonesia. Uniknya, dari keseluruhan subspesies yang ada, seluruh subspesies harimau yang ada di Indonesia adalah harimau kepulauan. Dengan punahnya harimau jawa dan bali, maka hanya harimau sumatera yang tersisa di Indonesia.

“Kami tidak ingin nasib harimau sumatera seperti harimau jawa dan harimau bali yang telah punah. Mari kita jaga agar selalu lestari di alamnya,” himbau Yoan.


Ribuan Pemuda Indonesia Siap Ramaikan Peringatan Hari Harimau Sedunia was first posted on August 9, 2015 at 2:00 am.

Cap Jari Masyarakat Purwokerto Dukung Pelestarian Harimau Sumatera

$
0
0

Ada yang berbeda di tengah-tengah riuhnya suasana malam minggu di Alun-Alun Purwokerto pada Sabtu malam (08/08/2015) kemarin. Tampak puluhan pengunjung Alun-Alun berjejer mengantri mengelilingi sebuah banner berisikan kalimat “Saya Mendukung Penyelamatan Hutan Indonesia”. Banner tersebut diusung oleh sekelompok masyarakat pemerhati lingkungan untuk memperingati Global Tiger Day 2015. Mereka tergabung dalam wadah TigerHeart, jaringan relawan Forum HarimauKita.

Apris Nur Rakhmadani, selaku koordinator aksi menyampaikan bahwa aksi ini dilatarbelakangi keprihatinan atas punahnya harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau bali (Panthera tigris balica). Oleh karena itu, dia berharap masyarakat dapat belajar dari buruknya pengelolaan hutan Jawa untuk perbaikan pengelolaan hutan di luar Jawa.

“Macane Jawa wis enthong, enggane macane Sumatera kon enthong juga,” katanya dalam bahasa Banyumas yang berarti harimau di Jawa sudah habis, masa harimau di Sumatera dibiarkan habis juga. “Dukungan melalui cap jari ini adalah wujud kepedulian masyarakat Purwokerto untuk pengelolaan habitat harimau di Sumatera. Jangan sampai hutan di Sumatera salah urus dan kita kehilangan satu-satunya subspesies harimau yang tersisa di Indonesia,” terangnya lebih lanjut.

Peringatan Global Tiger Day 2015 di Alun-alun Purwokerto, Jawa Tengah pada Sabtu malam (08/08/2015). Kampanye penyelamatan harimau sumatera ini dilaksanakan serentak di 7 kota di Indonesia. Foto : Apris Nur Rakhmadani/Purwokerto

Peringatan Global Tiger Day 2015 di Alun-alun Purwokerto, Jawa Tengah pada Sabtu malam (08/08/2015). Kampanye penyelamatan harimau sumatera ini dilaksanakan serentak di 7 kota di Indonesia. Foto : Apris Nur Rakhmadani/Purwokerto

Ode, salah satu pengunjung yang turut memberikan dukungan kegiatan, mengaku tertarik dengan tema yang diusung. Menurutnya, selama ini sangat sedikit masyarakat yang mengetahui isu-isu lingkungan apalagi isu konservasi satwaliar.

“Tiap hari kan masyarakat kita tontonannya televisi yang isinya paling berita politik dan kriminal, malah seringnya gosip. Padahal masyarakat juga perlu tahu hal-hal tentang konservasi seperti ini. Saya saja baru tahu kalau harimau jawa sudah punah, sangat disayangkan,” katanya kepada Mongabay di sela-sela kegiatan.

Dari kegiatan ini, dia juga mendapat informasi bahwa di kawasan hutan sekitar Purwokerto masih terdapat macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Namun dia mengaku sedih setelah tahu bahwa status macan tutul jawa dikelompokkan sebagai critically endangered. “Pemerintah harus serius dalam melindungi hutan di Jawa. Jika tidak, macan tutul juga pastinya akan menyusul harimau jawa yang telah punah,” harapnya.

Aksi peringatan Global Tiger Day di Purwokerto ini dilanjutkan pada keesokan harinya.Bertempat di GOR Satria Purwokerto, mereka melakukan berbagai aksi seperti face painting, peragaan kostum harimau dan teaterikal.  Sebagaimana malam sebelumnya, aksi ini juga menarik ratusan pengunjung yang sedang berolah raga.

Jawa Sebagai Target Pasar Perdagangan Bagian Tubuh Harimau Sumatera

Meskipun habitat harimau terakhir di Indonesia hanya tersisa di Sumatera, Apris menyampaikan bahwa kampanye pelestarian harimau harus terus digalakkan di Jawa. Alasannya lebih karena Jawa masih menjadi target utama perdagangan bagian tubuh harimau sumatera.

“Masih banyak masyarakat di Jawa yang menginginkan kulit, taring atau kumis harimau untuk jimat atau sekedar koleksi. Ini yang kami sasar sebagai target kampanye agar mereka sadar untuk tidak lagi membeli dan mengkoleksi bagian tubuh harimau,” jelasnya.

Peringatan Global Tiger Day 2015 di Purwokerto, Jawa Tengah pada Minggu (09/08/2015). Kampanye penyelamatan harimau sumatera ini dilaksanakan serentak di 7 kota di Indonesia. Foto : Apris Nur Rakhmadani/Purwokerto

Peringatan Global Tiger Day 2015 di Purwokerto, Jawa Tengah pada Minggu (09/08/2015). Kampanye penyelamatan harimau sumatera ini dilaksanakan serentak di 7 kota di Indonesia. Foto : Apris Nur Rakhmadani/Purwokerto

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemantauan perdagangan harimau dan bagian tubuhnya melalui internet, terdapat ratusan penawaran muncul setiap bulannya. Mereka melakukan penjualan dengan memanfaatkan media sosial seperti facebook.  Mayoritas pelaku dan pembeli berada di Pulau Jawa.

Hal ini senada dengan laporan International Fund for Animal Welfare (IFAW) yang menyebutkan sebanyak 33.006 transaksi berbasis internet yang memperdagangkan satwa liar di tahun 2014. Angka tersebut diperoleh dari investigasi di 16 negara, termasuk Indonesia. Dari angka tersebut, 9.482 di antaranya memperdagangkan satwa yang dikategorikan sebagai appendix I dan II oleh Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

Giyanto dari Wildlife Crimes Unit (WCU) mengungkapkan bahwa selama periode 2011-2014, total sebanyak 30 kasus perdagangan online berhasil diungkap. Dari 30 kasus tersebut, 18 di antaranya memperjualbelikan bagian-bagian tubuh harimau sumatera. Upaya penegakan hukum ini merupakan kerjasama lintas sektoral yang terdiri atas Bareskrim Mabes Polri, BBKSDA Sumatera Utara, BBKSDA Jawa Barat, BKSDA Lampung, Polda Metro Jaya, BKSDA Jawa Tengah dan BKSDA Bali.

“Barang bukti yang disita dari penangkapan kasus-kasus di atas cukup mencengangkan. Tak kurang dari 22 ofset harimau sumatera berhasil diamankan. Selain itu, disita juga 3 kulit utuh, 274 lembar potongan kulit, 41 buah kumis harimau dan 4 kilogram tulang,” ungkapnya.

Pada akhir aksi, Apris menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membeli kulit, taring ataupun bagian tubuh harimau yang lain. Dia mengingatkan untuk tidak tertipu oleh janji manis para pedagang jimat bahwa bagian tubuh harimau memiliki daya mistik.

“Stop mengkoleksi bagian tubuh harimau. Laporkan ke forum@harimaukita.or.id jika menemukan situs atau posting yang masih memperjualbelikan harimau sumatera,” tutupnya.

 


Cap Jari Masyarakat Purwokerto Dukung Pelestarian Harimau Sumatera was first posted on August 10, 2015 at 12:40 am.

Nelayan Selamatkan Lumba-lumba Terdampar di Pantai Penimbangan

$
0
0

Seekor lumba-lumba panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (7/8) kemarin. Hingga berita ini diturunkan lumba-lumba tersebut masih berada di kawasan pantai dengan pengawasan Kelompok Nelayan Sari Segara – Bhaktisraga.

Para nelayan dan Tim Basarnas berusaha membantu lumba-lumba malang tersebut ke tengah laut tetapi, hewan mamalia tersebut kembali ke arah pantai. Diharapkan bantuan akan segera datang dan mendapat perawatan.

Seekor lumba-lumba panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu lumba-lumba tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Seekor lumba-lumba panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu lumba-lumba tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Dijelaskan saksi mata di lapangan Made Wisata (53), ia awalnya tengah beristirahat usai melaut mencari ikan. Setibanya dipinggir pantai, sebuah benda berukuran raksasa muncul perlahan, sekitar pukul 15.30 WITA. Dia langsung mendekati benda mencurigakan, dan ternyata diketahui seekor lumba-lumba terdampar lemas.

Sejumlah nelayan dan warga sekitar lainnya, langsung membantu menyelamatkan lumba-lumba dari pinggir pantai ke tengah laut lepas. “Saya lagi beristirahat bekerja sambil bersih-bersih. Saya lihat ada satu ekor lumba-lumba tiba-tiba ke pinggir pantai, kami langsung menolong lumba-lumba itu supaya tidak mati,” jelas Wisata.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Kelompok Nelayan Sari Segara Putu Naca (58), kondisi lumba-lumba yang mendadak terdampar di Pantai Penimbangan, membuat nelayan bekerja keras menyelamatkan nyawa lumba-lumba tersebut. Sayangnya akibat luka dan tubuh lumba-lumba yang lemas, nelayan tidak mampu berbuat banyak terhadap nasib hewan mamalia itu.

Diperkirakan terdamparnya lumba-lumba di Pantai Penimbangan, diakibatkan suhu iklim dan cuaca yang tidak bersahabat, dimana pada saat ini arus dan ombak begitu keras. Disamping menurut para nelayan akibat ikan parasit yang menempel di punggung lumba-lumba. Ikan parasit ini diperkirakan mengisap darah lumba-lumba .

Seekor lumba-lumba panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu lumba-lumba tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Seekor lumba-lumba panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu lumba-lumba tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

 

“Bagian punggung  dan ekor ada luka-luka, mungkin kondisi ini yang menyebabkan lumba-lumba tersebut tidak kuat berenang. Kita tahu arus dan ombak saat ini sangat kuat. Dengan kondisi lumba-lumba yang tidak sehat, sehingga tidak kuat berenang,’’tambahnya.

“Kami di sini berupaya menyelamatkan  hewan tersebut, dengan mendorong beramai-ramai ke laut lepas. mungkin karena kondisi hewan tersebut sedang sakit, ikan tersebut kembali lagi ke pantai,’’katanya. Dari keterangan Putu Naca, Lumba-lumba tersebut masih belum mendapat pertolongan kesehatan. ‘’kami khawatir kalau belum mendapat pertolongan kesehatan lumba-lumba tersebut bisa mati,’’paparnya.

Peristiwa terdamparnya lumba-lumba di Pantai Penimbangan bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya pada tahun 2006 silam seekor lumba-lumba pernah terdampar di kawasan pantai Penimbangan tersebut.


Nelayan Selamatkan Lumba-lumba Terdampar di Pantai Penimbangan was first posted on August 11, 2015 at 1:00 am.

Beginilah Semangat Perempuan Lampoko Sulsel Menjaga Pantainya

$
0
0

Sinar matahari bersinar terik pada pukul 14.00 pada Minggu (02/08/2015). Namun Pantai Lampoko, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, mendadak ramai. Puluhan warga Desa Lampoko, berbondong-bondong ke tepian pantai.

Mereka datang bukan untuk berlibur, tetapi akan melakukan penanaman mangrove. Warga yang sebagian besar adalah perempuan, tanpa lelah mulai menggaris hamparan pantai yang sedang surut, menggambar petakan, sebelum akhirnya menanam bibit mangrove berjarak dua meter setiap tanaman di tempat itu.

Puluhan Perempuan di Desa Lampoko Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan ramai-ramai melakukan penanaman mangrove di Pantai Lampoko. Mereka merasa punya kewajiban melindungi kawasan tersebut dari degradasi yang semakin meluas. Foto : Wahyu Chandra

Puluhan Perempuan di Desa Lampoko Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan ramai-ramai melakukan penanaman mangrove di Pantai Lampoko. Mereka merasa punya kewajiban melindungi kawasan tersebut dari degradasi yang semakin meluas. Foto : Wahyu Chandra

Meski berusia separuh baya, Rusnawati, termasuk yang paling bersemangat. Ketika bibit di tangannya habis, ia mengambil lagi puluhan bibit, dan mulai menanam dengan saling bercanda dengan temannya. Sesekali ia minta difoto dengan berbagai gaya sambil memegang bibit mangrove. “Bisa difoto untuk disimpan di rumah,” kelakarnya.

Ia mencari lokasi lain yang kosong, ketika petak yang telah digarisi telah ditanami bibit mangrove. Belasan anak membantu mengangkut karung berisi bibit, selain antusias ikut menanam. Kaki seorang anak bahkan luka berdarah, tak sengaja menginjak kulit kerang yang tajam.

Pantai Lampoko memang terdegradasi parah. Sekitar 20 hektar pesisir pantai rusak tanpa mangrove. Sedikit tersisa tegakan mangrove berumur tua.

Inisiator penanaman, Tua Hasiholan Hutabarat, Program Officer Restoring Coastal Livelihood (RCL) Oxfam mengatakan mangrove itu hilang karena faktor alam yaitu angin kencang yang memicu ombak besar, khususnya di musim barat.

“Semua tempat punya masalah yang berbeda-beda. Kalau di Lampoko ini memang banyak karena faktor angin dan ombak yang tinggi,” katanya.

Tetapi pembangunan tanggul yang tidak mempertimbangkan kondisi pantai menyebabkan ombak besar yang merusak mangrove.  “Tanggul-tanggul pemecah ombak itulah yang mengalihkan kekuatan ombak ke kawasan-kawasan tertentu. Menghancurkan mangrove di tempat itu. Makanya pembuatan tanggul harus mempertimbangkan kondisi pantai, jangan sampai malah menyebabkan pergeseran arus di tempat lain,” katanya.

Meski telah berusia lanjut Rusnawati, perempuan dari Desa Lampoko, Balusu, Kabupaten Barru, Sulsel termasuk yang paling bersemangat dalam kegiatan penanaman mangrove tersebut. Foto : Wahyu Chandra

Meski telah berusia lanjut Rusnawati, perempuan dari Desa Lampoko, Balusu, Kabupaten Barru, Sulsel termasuk yang paling bersemangat dalam kegiatan penanaman mangrove tersebut. Foto : Wahyu Chandra

Hartia, seorang warga menjelaskan fenomema angin kencang dan ombak tinggi juga dipicu suhu panas di pantai karena adanya PLTU di pantai Lampoko. “Dulu tidak seperti ini, tetapi setelah adanya PLTU sekitar 2007, ada perubahan terhadap iklim di sini,” katanya.

Kegiatan penanaman mangrove yang merupakan akhir program RCL Oxfam pada Agustus 2015 ini, juga dilakukan di Desa Lasitae dan Desa Lawallau, Kabupaten Barru, yang mangrovenya rusak karena konversi lahan.

“Mereka misalnya bikin tambak dua hektar, sekelingnya jadi rusak. Mangrove yang dulunya bergerombol mulai menipis karena ditebangi. Kalau mangrove tidak bergerombol akan mudah rusak oleh ombak.”

Penanaman mangrove untuk ketiga lokasi tersebut ditargetkan sekitar 360 ribu bibit di lahan sekitar 185 hektar. Di Desa Lasitae sendiri telah ditanam sekitar 7000 hektar, di Desa Lampoko sekitar 50 ribu hektar. Sisanya akan ditanam di Desa Lawallu.

“Namun, tidak semua mangrove itu kemudian langsung ditanam. Ada yang disisakan mengantisipasi kalau ada bibit mangrove yang telah ditanam hilang karena ombak,” katanya.

Tidak hanya orang dewasa, belasan anak sekolah di Desa Lampoko Desa Lampoko, Balusu, Kabupaten Barru, Sulsel turut ambil bagian dari aksi penanaman mangrove bersama orang tua mereka. Foto : Wahyu Chandra

Tidak hanya orang dewasa, belasan anak sekolah di Desa Lampoko Desa Lampoko, Balusu, Kabupaten Barru, Sulsel turut ambil bagian dari aksi penanaman mangrove bersama orang tua mereka. Foto : Wahyu Chandra

Desa Lampoko sendiri selama ini telah menjadi langganan penanaman mangrove, terlihat dengan beberapa petak penanaman mangrove yang dipagari dengan bambu. “Itu dari program BLHD provinsi tahun 2014 lalu, sekitar bulan November,” ungkap Tua.

Sebelumnya juga dilakukan beberapa kali penanaman, namun selalu gagal, karena dilakukan pada waktu yang tak tepat, yaitu ketika musim barat.

Pemerintah desa bahkan telah berapa kali menganggarkan penanaman mangrove tiap tahunnya, tetapi terkendala pencairan anggaran yang tidak tepat dengan waktu penanaman.

“Setiap tahun selalu dianggarkan tapi hasilnya tidak maksimal. Anggaran biasanya baru cair di akhir tahun, justru di musim barat. Program penanaman tetap dipaksakan, akhirnya banyak program penanaman yang gagal. Paling hanya berhasil 20 persen saja.”

Idealnya, menurut Tua, penanaman mangrove memang harus dilakukan ketika musim laut surut, seperti sekarang ini, sehingga keberhasilan mencapai 50-60 persen.

Untuk merawat mangrove, RCL Oxfam bersepakat dengan warga dan pemerintah mengawasi pertumbuhan bibit tersebut, seperti di Desa Lasitae.

“Kita bangun konsensus dengan warga, khususnya dengan kelompok dampingan Oxfam, dan pemerintah desa. Jadi akan ada semacam kontrol perkembangan pertumbuhan mangrove yang telah ditanami. Kalau ada yang rebah ditegakkan lagi, kalau ada yang hilang diganti dengan yang baru. Selain itu, program seperti ini akan menjadi bagian dari program desa setiap tahunnya.”

Hasilnya memang cukup positif karena setiap saat warga selalu mencatat perkembangan mangrove sesuai kesepakatan.

Banyaknya warga yang terlibat dalam proses penanaman mangrove ini diakui Tua di luar dugaannya. Awalnya dia mengkhawatirkan kurangnya keterlibatan warga karena tidak adanya insentif berupa uang atau biaya-biaya lainnya, seperti yang biasa terjadi pada program pemerintah.

“Ini memberikan harapan bahwa program penanaman ini bisa berhasil karena keikutsertaan warga secara sukarela.”

Ratna, seorang warga Lampoko lainnya, meski kini tidak lagi telibat dalam kelompok dampingan Oxfam namun sangat bersemangat mengikuti kegiatan penanaman ini. Meskipun lokasi penanaman ini agak jauh dari tempat tinggalnya.

“Ketika ada pengumuman akan ada penanaman mangrove ini saya langsung niatkan untuk ikut. Ini kan untuk desa kami juga, apalagi acaranya santai dan kumpul-kumpul dengan ibu-ibu lain.”

Hartia menaruh banyak harapan dengan adanya upaya rehabilitasi mangrove di desanya. Ia mengakui masih ingat keasrian pantai di Lampoko ketika dulu tegakan mangrove masih sangat banyak memenuhi kawasan pesisir.

“Dulu memang sangat padat mangrove nya di sini, seperti yang di sana itu, tapi memang sekarang pelan-pelan berkurang. Kita pun agak khawatir karena pantainya semakin masuk ke dalam. Mudah-mudahan dengan adanya penanaman ini bisa lebih baik lagi.”

Tidak hanya terkait ancaman akan semakin meluasnya degradasi pantai, keberadaan kawasan mangrove di Lampoko juga terkait dengan sumber penghidupan warga di sana. Keberadaan kawasan mangrove itu ternyata menjadi habitat utama kepiting, yang justru lebih banyak ketika musim ombak tinggi. Pada waktu tertentu kepiting bisa mudah ditemukan di sela-sela tanam mangrove yang masih tersisa.

“Kalau memang musimnya kita bisa dapat hingga tiga ember kepiting per hari. Kalau dijual bisa dapat hingga Rp 80 ribu per hari, sebagai tambahan penghasilan,” tandas Hartia.

 


Beginilah Semangat Perempuan Lampoko Sulsel Menjaga Pantainya was first posted on August 12, 2015 at 2:00 am.

Mengganggu Kesehatan, Limbah PLTU Celukan Bawang Bali Menuai Protes

$
0
0

Limbah pembuangan PLTU Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali menuai protes tidak hanya dari warga setempat, tetapi juga dari Komisi II DPRD Buleleng. Pasalnya, limbah cair saat ini masih ditampung secara darurat.

Ironisnya, PLTU berkapasitas 426 Megawatt tersebut bakal diresmikan secara penuh dalam waktu dekat ini . ‘’Apapun alasannya pihak perushaan harus menyelesaikan persoalan limbah. Saat ini penampungan limbahnya masih darurat, bagaimana diresmikan,” kata Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa, pada Senin (10/08/2015) saat melakukan sidak ke lokasi.

Budiasa mengatakan pihaknya sudah beberapa kali melakukan sidak menanggapi keluhan warga yang terganggu kesehatannya karena limbah cair dan debu tersebut. ‘’Pembuangan limbah sangat penting sekali. Sebelum ada solusi tentang pembuangan limbah tersebut, sebaiknya jangan dulu diresmikan, karena masih perlu dibenahi,’’tambahnya.

Rombongan Komisi II DPRD Buleleng melakukan sidak ke lokasi PLTU  saat melakukan sidak ke lokasi. Limbah pembuangan PLTU Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali pada Senin (10/08/2015). PLTU itu  menuai protes warga setempat, karena limbah cair dan debu menganggu kesehatan. Foto : Alit Kertaraharja.

Rombongan Komisi II DPRD Buleleng melakukan sidak ke lokasi PLTU saat melakukan sidak ke lokasi. Limbah pembuangan PLTU Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali pada Senin (10/08/2015). PLTU itu menuai protes warga setempat, karena limbah cair dan debu menganggu kesehatan. Foto : Alit Kertaraharja.

Bahkan kondisi aktual PLTU itu masih jauh dari Analisis Dampak lingkungan (Amdal) yang dipaparkan sebelumnya. ‘’Kami tegaskan sekali lagi tidak ada peresmian, karena mereka harus menuntaskan persoalan-persoalan yang masih perlu diperbaiki,’’imbuhnya.

Sedangkan Kepala Humas PT General Energy Bali (GEB), Putu Singyen, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak, alasannya semuanya ditangani pemegang saham terbesar yaitu China Huadian. ‘’Kami tidsak tahu, bahkan besok katanya ada peresmian selesainya proyek ini, malah kami tidak tahu,’’ujarnya.

PLTU Celukan bawang merupakan proyek pembangkit terbesar di Bali. Proyek yang sebagian besar sahamnya dimiliki China Huadian Engineering Co.Ltd – dari China Huadian Group Company, nantinya mampu  mensuplai sumber energi untuk pertumbuhan ekonomi di Bali, khususnya di Buleleng.

 


Mengganggu Kesehatan, Limbah PLTU Celukan Bawang Bali Menuai Protes was first posted on August 13, 2015 at 1:00 am.

Menko Kemaritiman Kini Dijabat Rizal Ramli

$
0
0

Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan pergantian sejumlah menteri dalam kabinet yang dipimpinnya. Dalam pengumuman yang dilaksanakan pada Rabu (12/08/2015) itu, Jokowi menyebutkan ada enam nama yang diganti. Salah satunya, adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Susilo yang posisinya digantikan Rizal Ramli.

Pelantikan keenam menteri baru tersebut dilaksanakan di Istana Negara dan tanpa dihadiri Indroyono yang posisinya sedang berada di luar Jakarta. Selain Indroyono, lima menteri lain yang ikut dilantik adalah:

1. Darmin Nasution menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil.

3. Luhut Binsar Panjaitan menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno.

4. Thomas Lembong menjadi Menteri Perdagangan menggantikan Rahmat Gobel.

5. Politikus senior PDI Perjuangan Pramono Anung menjadi Menteri Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto.

6. Sofyan Djalil menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menggantikan Andrinof Chaniago.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Mongabay di lapangan, Indroyono saat pelantikan berlangsung posisinya sedang berada di Denpasar, Bali, dalam  perjalanan pulang dari Timika, Papua Barat.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti  (tengah) usai acara sertijab di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (29/10/2014)  bersama mantan Menteri KKP Sharif Cicip Sutardjo (tiga dari kiri) dan Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo (kanan). Foto : KKP

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) usai acara sertijab di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (29/10/2014) bersama mantan Menteri KKP Sharif Cicip Sutardjo (tiga dari kiri) dan Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo (kanan). Foto : KKP

“Saya sedang transit di Denpasar, on the way from Timika  to Jakarta,” ucap Indroyono dalam pesan singkat yang dikirimkan kepada wartawan.

Karena mengaku sedang ada di luar Jakarta, Indroyono berpamitan kepada wartawan melalui pesan singkat. Lengkapnya: “Yth Bapak dan Ibu, dengan berakhirnya tugas kami sebagai Menko Kemaritiman, maka kami mohon pamit, sekiranya ada khilaf, baik disengaja maupun tidak sengaja, mohon kiranya dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya,” papar Indroyono.

Sebelum mendapatkan kabar singkat tersebut, Mongabay sempat mendatangi kantor Kemenko Kemaritiman dan menjumpai sejumlah pegawai di gedung tersebut. Namun, dari beberapa orang yang ditanyai, tak satupun mengaku tahu ada pergantian menteri tersebut.

“Saya tidak tahu. Saya belum dengar kabarnya,” ucap salah satu pegawai Biro Humas kementerian tersebut yang enggan disebutkan namanya.

Menurut dia, Menteri Indroyono sedang berada di Papua untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Namun, dia tak berani menyebut pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan terakhir sebagai menteri.

“Semoga tidak ya. Pulang dari Papua Pak Menteri tetap berkantor disini. Orangnya baik dan ramah,” ungkap dia.

 

Serah Terima Jabatan

Setelah kabar pergantian jabatan menteri di lingkungan Kementerian Koordinator Kemaritiman menyebar dan dipastikan itu benar, para pegawai akhirnya mulai mengakuinya. Bahkan, di antara mereka ada yang menyebut bahwa Kamis (13/8/2015) pagi akan dilaksanakan upacara serah terima jabatan (Sertijab).

“Iya, sertijabnya besok pagi jam 8 pagi disini,” ucap staf tim medis Kemenko Kemaritiman Adhi Ferdya kepada wartawan di gedung BPPT.

Akan tetapi, Adhi enggan merinci lebih jauh seperti apa sertijab yang akan digelar tersebut. Menurutnya, itu masih dibicarakan di internal dan dia sendiri belum mengetahuinya dengan pasti.

Sementara itu, terkait pergantian jabatan tersebut, belum ada tanggapan resmi dari kementerian yang ada di bawah Kemenko Kemaritiman. Termasuk, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selama ini menjadi lembaga sentral dibawah Kemenko Kemaritiman.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga belum memberikan tanggapan resmi, walaupun Mongabay sudah mengirimkan pesan singkat kepadanya. Saat dihubungi lewat sambungan telepon pun, Susi tidak mengangkatnya.

Keputusan Tepat

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim, berpendapat bahwa keputusan Jokowi untuk mengganti menterinya di Kementerian Koordinator Kemaritiman merupakan langkah yang tepat dan bijak.

Pasalnya, Indroyono selama 10 bulan menjabat, belum ada pekerjaan yang menjanjikan dan.”Beliau belum memberikan hasil kinerja terbaik selama di kabinet,” ungkap Abdul Halim kepada Mongabay.

Karena kinerja yang tidak meyakinkan itu, menurut dia, Jokowi terpaksa harus mengambil keputusan dengan melakukan pergantian jabatan. Dengan cara tersebut, diharapkan posisi Menko Kemaritiman bisa melaksanakan akselerasi cita-cita poros maritim dunia.

Parameter ketidakberhasilan Indroyono melaksanakn kinerja, kata Abdul Halim karena tiga faktor di bawah ini:

  1. Roadmap bersama di bidang kemaritiman, dipimpin oleh Menko Maritim dan dirumuskan bersama-sama dengan 4 (empat) kementerian sektoral di bawahnya;
  2. Penyusunan kebijakan sebagai payung hukum untuk memaksimalkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI); dan
  3. Implementasi di lapangan.

Tentang sosok pengganti Indroyono, Rizal Ramil, Halim menilainya sebagai sosok yang memiliki integritas tinggi. Rizal Ramli, dalam pandangan dia, adalah ekonom yang selama ini memiliki pendirian teguh dan dikenal bersih.

 

“Serta memiliki pengalaman duduk di pemerintahan sebagai Menko Perekonomian di era (Presiden) Gus Dur,” jelasnya.

Namun, sosok Rizal Ramli di mata dia tetap memiliki kelemahan karena tidak memilki latar belakang bidang kemaritiman yang harusnya itu menjadi faktor penting untuk menjabat Menko Kemaritiman. Tapi, lagi-lagi Rizal Ramli dinilai sebagai sosok yang tepat karena punya indra yang sangat tajam.

“Setidaknya beliau mengetahui tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Kesediaan beliau patut diuji selama tiga bulan ke depan,” tandas Abdul Halim.

 


Menko Kemaritiman Kini Dijabat Rizal Ramli was first posted on August 13, 2015 at 6:33 am.

Peringati Hari Konservasi, Aktivis Di Sulut Suarakan Perlindungan Satwa

$
0
0

Pengetahuan masyarakat dan penegakan hukum yang belum maksimal dinilai jadi kendala perlindungan satwa. Sehingga, aktivis yang terlibat berupaya mengajak masyarakat untuk mengatahui  isu-isu konservasi, contohnya berhenti makan yaki (Macaca nigra) dan satwa dilindungi lainnya.

Oleh karena itu aktivis lingkungan berkumpul di pusat kota Bitung, Sulawesi Utara, pada Senin (10/08/2015), untuk memperingati hari konservasi. Dengan menyuarakan keterancaman satwa dilindungi dan berharap masyarakat mau melibatkan diri dalam isu-isu konservasi.

Aksi Aktivis lingkungan memperingati hari konservasi di pusat kota Bitung, Sulawesi Utara, pada Senin (10/08/2015). Aksi dilakukan sejumlah elemen seperti Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT) dan Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi.  Foto :  Tasikoki Education

Aksi Aktivis lingkungan memperingati hari konservasi di pusat kota Bitung, Sulawesi Utara, pada Senin (10/08/2015). Aksi dilakukan sejumlah elemen seperti Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT) dan Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi. Foto : Tasikoki Education

Sejumlah elemen yang terlibat dalam peringatah hari konservasi di antaranya, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT) dan Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi. Mereka membagikan pin, selebaran dan stiker perlindungan bertema perlindungan satwa di Sulut.

Dalam kurun setahun belakangan, sejumlah kasus perburuan satwa dilindungi memang sempat terpublikasi lewat jejaring sosial maupun media massa, baik lokal maupun nasional. Lewat publikasi tadi, yaki, menjadi satwa yang paling sering diburu. Pelakunya, datang dari berbagai lapisan, mulai dari masyarakat yang dikategorikan awam hingga terpelajar.

Meski informasi sudah merebak di jejaring sosial dan media massa, namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui isu tersebut. Billy Gustavianto, Education Officer Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), menceritakan, dalam kegiatan itu pihaknya mendapat sejumlah pertanyaan terkait perlindungan satwa. “Memangnya, masih ada yang makan yaki?” demikian ia menirukan pertanyaan pengguna jalan.

Fenomena tadi membuat Billy menjabarkan sejumlah data dan fakta mengenai keterancaman satwa di Sulut, misalnya karena aksi perburuan, perdagangan serta untuk dipelihara.

Namun, ia mengaku senang melayani pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebab, informasi terkait pentingnya perlindungan satwa, secara tidak langsung, menjadi cara mengajak masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan konservasi.

“Harapannya, banyak yang makin sadar tentang perlunya konservasi. Kalau alam sudah seimbang, tidak perlu konservasi lagi,” kata Billy.

Hanya saja, ia melihat, isu konservasi belum menjadi isu prioritas. Upaya penegakan hukum, khususnya terkait perlindungan satwa, dinilai belum maksimal. “Peraturan sudah ada, hanya saja penegakan hukum masih terbilang lemah. Sekecil apapun kasus lingkungannya, efek jera harus diberikan. Jika hukum ditegakkan, maka akan berdampak bagus,” kata Billy.

Aksi hari konservasi nasional di pusat kota Bitung, Sulawesi Utara, pada Senin (10/08/2015). Aksi dilakukan sejumlah elemen seperti Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT) dan Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi. Foto : Tasikoki Education

Aksi hari konservasi nasional di pusat kota Bitung, Sulawesi Utara, pada Senin (10/08/2015). Aksi dilakukan sejumlah elemen seperti Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT) dan Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi. Foto : Tasikoki Education

Nona Diko, koordinator lokal Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT), menambahkan, pemahaman masyarakat yang minim jadi kendala menyampaikan permasalahan konservasi. “Belum semua masyarakat tahu. Kami harus menjelaskan lagi bahwa di Sulut ada satwa di lindungi,” ungkapnya.

Lewat kegiatan itu, Nona menemukan, pengetahuan tentang perlindungan satwa justru dimiliki oleh pelajar SMA. Sejumlah siswa yang melintasi lokasi tak hanya memiliki ketertarikan yang tinggi, namun juga ikut menceritakan informasi yang mereka dengar sebelumnya.

“Komunikasi paling sulit menjelaskan pada masyarakat yang belum tahu soal konservasi. Lain dengan anak-anak SMA, yang bisa sharing tentang penyelamatan yaki. Mereka pernah mendengar dari teman-teman mereka soal kampanye penyelamatan satwa endemik sulut, mungkin dari Yayasan Selamatkan Yaki,” ujar Nona.

Ia memang tidak terlampau terkejut dengan fenomena tadi. Sebab, berdasarkan pengalaman Nona, tema-tema konservasi sudah banyak disampaikan pada siswa-siswi di kelas. Bukan hanya satwa, tapi juga terkait penggunaan kertas, tisu dan plastik. “Contohnya, di awal kegiatan belajar-mengajar di kelas, banyak anak yang pakai gelas air mineral dalam kemasan plastik. Tapi setelah dijelaskan prosesnya sudah tidak lagi.”

“Kami menjelaskan bahwa ada dampak lingkungan dari penggunaan plastik. Kemudian, data mengenai jumlah sampah plastik tiap tahunnya. Itu sesuai dengan materi pelajaran 1, yaitu pengetahuan dasar lingkungan.”

“Jadi, lewat aksi hari konservasi ini, kami berharap, semua elemen sadar bahwa konservasi bukan hanya di luar rumah, tapi bisa dimulai dari dalam rumah. Kurangi penggunaan sampah plastik, misalnya,” tambah Nona.

Maria Taramen, ketua Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau, menuturkan, masyarakat luas perlu melibatkan diri dalam menyelesaikan masalah konservasi di daerah. Sebab, jika keseimbangan ekologi terganggu, maka masyarakat sekitar yang akan langsung merasakan dampaknya.

Di sisi lain, Maria juga berharap, dukungan dan keterlibatan dari pemerintah daerah dalam isu-isu perlindungan satwa. Menurut dia, kendala konservasi di daerah, salah satunya karena penegakkan hukum yang lemah.

Ia menilai, pemerintah daerah harus memberi contoh pada masyarakat lewat penegakan hukum. “Di atas kertas ada perlindungan satwa, tapi penegakkan hukumnya minim. 30% perlindungnan satwa tidak jalan, banyak kasus yang lolos. Sebenarnya, aturan sudah melindungi, pemerintah tinggal jalankan,” tambah Maria.

 


Peringati Hari Konservasi, Aktivis Di Sulut Suarakan Perlindungan Satwa was first posted on August 14, 2015 at 6:02 am.

Selamatkan Terumbu Karang, Biorock Besar Akan Dipasang Di Perairan Wakatobi

$
0
0

Perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata bahari utama di Indonesia, dengan panorama bawah air seperti terumbu karang yang indah dan menawan, serta ikan-ikan yang eksotis. Wakatobi memliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi karena termasuk dalam segitiga terumbu karang dunia.

Akan tetapi, ternyata sebagai destinasi wisata bahari, tidak menjadikan kelestarian terumbu karang terjamin. Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti menggunakan bom sempat menjadi permasalahan yang terjadi di perairan Wakatobi, membuat terumbu karang menjadi rusak dan kritis.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Wakatobi berinisiatif menjadi tuan rumah peringatan Coral Day 2015. Coral Day merupakan sebuah gerakan bersama untuk menyelamatkan terumbu karang Indonesia yang diinisiasi oleh beberapa organisasi lingkungan sejak tahun 2010.

Puncak peringatan Coral Day 2015 di Wakatobi akan diselenggarakan pada 5 September 2015, bertepatan dengan konferensi internasional pertemuan kepala bupati Local Government Voices toward HABITAT III on a New Urban Agenda.

Salah satu kegiatan Coral Day yaitu transplantasi karang. Ada yang berbeda pada transplantasi karang Coral Day Wakatobi mendatang yaitu, bakal ditenggelamkannya ‘rumah ikan raksasa’, berupa instalasi karya seni terbuat dari besi berukuran 6 x 8 meter.

Instalasi seni Domus Lungus karya Teguh Ostenrik yang akan menjadi rumah ikan dan pertumbuhan terumbu karang ini bakal ditanam di perairan Pantai Waha, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pemasangan Domus Lungus menandai puncak perayaan Coral Day 2015. Foto : Yayasan Terumbu Rupa

Instalasi seni Domus Lungus karya Teguh Ostenrik yang akan menjadi rumah ikan dan pertumbuhan terumbu karang ini bakal ditanam di perairan Pantai Waha, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pemasangan Domus Lungus menandai puncak perayaan Coral Day 2015. Foto : Yayasan Terumbu Rupa

Instalasi karya Teguh Ostenrik diberi nama Domus Lungus yang berarti rumah panjang dan dilengkapi dengan replika longnose butterfly fish yang merupakan  maskot Taman Nasional Wakatobi.

Asrul Hanif Arifin, Ketua Yayasan Terumbu Rupa mengatakan instalasi tersebut telah dikirim ke Wakatobi dari Jakarta, dan siap dirakit pada akhir Agustus ini. “Pada tanggal 1 – 2 September nanti, akan dibawa ke laut. Dan akan ditempatkan di laguna di sekitar Pantai Waha,” kata Asrul yang dihubungi Mongabay pada Minggu (15/08/2015).

Instalasi itu menggunakan teknologi biorock, yang dapat mempercepat pertumbuhan terumbu karang delapan kali lebih cepat. Yayasan Terumbu Rupa menamakan instalasi tersebut sebagai ARTificial Reef, karya seni sekaligus transplantasi terumbu karang.

“Teknologi biorock menggunakan listrik yang didapat dari solar panel. Listrik ini bisa mempercepat 8x pertumbuhan karang. Spora akan disebarkan oleh arus dan ombak, dan kemudian menempel di karang lain,” kata Asrul. Sedangkan sumber listrik berasal dari panel surya yang dipasang diatas instalasi, mengapung dipermukaan laut mengikuti instalasi tersebut.

Pemasangan Domus Lungus tersebut dimaksudkan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat untuk ikut menyelamatkan terumbu karang. “Domus Lungus dipasang sebagai simbol bahwa kami peduli dengan terumbu karang dan pengingat bagi penduduk setempat agar turut menjaga terumbu karangnya,” jelasnya.

Karena keberadaan terumbu karang sangat penting bagi ekosistem perairan dan satwa laut termasuk ikan di dalamnya. Bila terumbu karang rusak, maka ikan pun hilang, dan wisatawan juga tidak akan datang. Maka pariwisata di Wakatobi bisa terancam.

“Kami tergerak melihat kondisi terumbu karang yang semakin kritis. Kami menggabungkan seni dan teknologi sebagai upaya konservasi terumbu karang. Kami berharap kontribusi kami dapat menginspirasi pihak lain untuk ikut serta menyelamatkan terumbu karang Indonesia,” kata Asrul.

Dia mengatakan pihaknya telah memasang instalasi biorock ini di Perairan Sengigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat pada tahun 2014. “Kami berencana memasang ini di Pulau Weh dan Pulau Batam,” jelasnya.

Sedangkan Bupati Wakatobi, Hugua mendukung dan antusias adanya perayaan Colar Day di wilayahnya.  “Kami sangat antusias menjadi tuan rumah perayaan Coral Day tahun ini. Gerakan melestarikan terumbu karang harus ditumbuhkan mulai dari warga Wakatobi sendiri dan juga wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi. Kami berharap Wakatobi bisa menjadi contoh bagaimana wisata bahari dikelola dengan ramah lingkungan dan tidak merusak terumbu karang,” katanya.

Koordinator Coral Day Indonesia, Ery Damayanti menambahkan, “Kami sangat senang berbagai pihak mau bergabung dengan gerakan penyelamatan terumbu karang ini. Semoga Coral Day bisa menjadi  pengingat bahwa selain menikmati keindahan bawah laut, kita juga harus ikut melestarikan terumbu karang Indonesia yang terancam dan kondisinya semakin kritis.”

Salah satu keindahan laut Wakatobi. Foto diberikan oleh The Nature Conservancy Indonesia

Salah satu keindahan laut Wakatobi. Foto diberikan oleh The Nature Conservancy Indonesia

Pada kesempatan sebelumnya, Askal Sumera, Panitia Kegiatan Coral Day 2015 di Wakatobi mengatakan ada berbagai acara yang dilakukan pada September 2015, seperti bakti karang, penanaman terumbu karang, seminar, pendidikan lingkungan untuk pelajar, lomba melukis, festival layang-layang bertema biota laut, dan pagelaran seni budaya wakatobi.

“Acara puncak pada 5 September 2015, bersamaan dengan pertemuan para bupati dan walikota se-Asia Pasifik, dengan bakti karang, atau pembersihan karang dari sampah. Ada 5 spot bakti karang di daerah Wangi-wangi, “ kata Askal.

Sedangkan pendidikan lingkungan ke pelajar sekolah di Wakatobi dilakukan mulai dari Mei 2015. Materi yang diberikan tentang pengelolaan lingkungan, budaya dan pengembangan ekonomi di kawasan Wakatobi karena daerah tersebut telah ditetapkan oleh Unesco sebagai satu dari delapan cagar biosfer di dunia.

Rangkaian Coral Day 2015

Untuk 2015, ada enam tempat pelaksanaan Coral Day yaitu (1) Pulau Bangka Sulawesi Utara dengan puncak perayaan pada 9 Mei 2015; (2) Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta pada 14 – 17 Mei 2015; (3) Pulau Belitung, propinsi Bangka Belitung pada Juni 2015; (4) Pulau Bokori, Sulawesi Tenggara pada 8 Agustus 2015; (5) Pulau Maratua, Kalimantan Timur pada 12 September 2015 dan di (6) Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada 5 September 2015.

Tanggal 8 Mei didaulat sebagai tanggal Coral Day sebagai penghargaan inisiatif rehabilitasi terumbu karang di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh masyarakat lokal serta organisasi atau LSM terkait. Tanggal 8 Mei dipilih karena sejarah restorasi terumbu karang yang dimulai oleh nelayan Desa Les, Buleleng, Bali, pada tahun 2005, ketika diturunkan blok beton bertuliskan LES yang menandakan bersihnya desa Les dari penggunaan potassium sianida dan mulainya restorasi terumbu karang. Tanggal bersejarah ini menjadi inspirasi bagi dibuatnya Coral Day, sebagai pengingat terus-menerus pentingnya terumbu karang bagi kehidupan manusia.

Coral Day adalah sebuah gerakan yang diinisiasi oleh beberapa organisasi lingkungan dan pertama kali diselenggarakan pada 2010 di Bali. Coral Day merupakan peringatan satu hari untuk terumbu karang yang mengajak masyarakat untuk mengenal terumbu karang lebih dekat dan berpartisipasi untuk menyelamatkan terumbu karang.

 

 


Selamatkan Terumbu Karang, Biorock Besar Akan Dipasang Di Perairan Wakatobi was first posted on August 15, 2015 at 6:21 am.

Belajar Navigasi Alam Keliling Dunia Dari Kano Tradisional Hawaii

$
0
0

Ada yang berbeda di tepi pantai pasir putih Sanur, Bali. Terlihat sebuah kano besar berbendera Hawaii bernama Hōkūle a. Kano tradisional Hawaii berumur 40 tahun ini telah berlayar 150.000 mil di Samudra Pasifik. Diawaki 13 orang yang mengandalkan angin, matahari, dan navigasi tradisional.

Selama tiga tahun berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, Hōkūle a mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim.

Perahu ini membawa pesan mālama honua, artinya memelihara bumi dalam bahasa Hawaii. Dengan berlayar menggunakan metode leluhur, mereka memulai mendorong komunitas global untuk berlayar melalui rute baru, mengkampanyekan planet yang sehat dan berkesinambungan untuk generasi masa depan.

Hōkūle a bakal melanjutkan perjalanan 47.000 mil laut mengunjungi 26 negara. Dari Hawaii mereka telah melakukan perjalanan ke Perancis, kemudian Kepulauan Cook lalu Samoa, Tonga, New Zealand, Australia, dan kini di Bali. Selanjutnya akan melanjutkan perjalanan ke Madagaskar, Afrika.

Pemerintah saat ini boleh saja bermimpi jadi poros maritim dunia, namun awak Hōkūle a ini sudah membuktikan. Mereka merevitalisasi teknologi masa lalu dan lautan bisa dijelajahi.

Nainoa Thompson (kiri) pemimpin pelayaran perahu tradisional Hawaii, Hōkūle a menjelaskan tentang pelayaran keliling dunia mereka ketika berlabuh di Pantai Sanur, Bali, awal Agustus 2015. Hōkūle a yang berumur 40 tahun ini berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, untuk mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim. Foto : Luh De Suriyani

Nainoa Thompson (kiri) pemimpin pelayaran perahu tradisional Hawaii, Hōkūle a menjelaskan tentang pelayaran keliling dunia mereka ketika berlabuh di Pantai Sanur, Bali, awal Agustus 2015. Hōkūle a yang berumur 40 tahun ini berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, untuk mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim. Foto : Luh De Suriyani

Ketika merapat di Sanur, para awak dan pendukung pelayaran ini menampilkan lagu dan tarian Hawaii berjudul Ave Vahitie dan Oli Kahea tentang permohonan ijin untuk berlabuh dan ucapan rasa syukur karena telah sampai dengan selamat.

Juga ada lagu dan tari berjudul Ka Uluwehi a Kei Kai yang menceritakan tentang hubungan yang baik antara manusia dengan manuasia serta manusia dengan alam. Mirip dengan filosofi Hindu di Bali, Tri Hita Karana, tiga hubungan harmonis dengan manusia, alam, dan Tuhan.

Pelayaran ini dipimpin Nainoa Thompson.  Ia memberikan oleh-oleh garam laut dari Hawaii sebagai bentuk kekayaan laut mereka. Dikemas cantik dan dililit medali masyarakat pelayaran Polinesia (PVS).

Ia memperkenalkan dua awak wanita yang memegang peran penting sebagai navigator dengan teknik tradisional penunjuk arah perjalanan mereka yaitu, Lehua Kamalu dan Jenna Ishii.

Nainoa yang juga Presiden PVS dan ahli navigasi tradisional Polinesia ini mengatakan kampanye seperti ini penting di tengah perubahan iklim di dunia. “Kami ingin berbagi pengetahuan dan budaya antar negara pesisir untuk menjaga alam dengan cara kita sendiri,” ujarnya. Bali menurutnya sangat unik karena masih menjaga kearifan lokalnya.

Garam laut, souvenir pelayaran perahu tradisional Hawaii, Hōkūle a ketika berlabuh di Pantai Sanur, Bali, awal Agustus 2015. Hōkūle a yang berumur 40 tahun ini berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, untuk mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim. Foto : Luh De Suriyani

Garam laut, souvenir pelayaran perahu tradisional Hawaii, Hōkūle a ketika berlabuh di Pantai Sanur, Bali, awal Agustus 2015. Hōkūle a yang berumur 40 tahun ini berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, untuk mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim. Foto : Luh De Suriyani

Pemerintah Provinsi Bali menampilkan tari penyambutan Sekar Jempiring dan Tari Joged Bumbung dari pelajar SMKN 1 Denpasar. Asisten Bidang Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Bali Ketut Wija menyambut kedatangan perahu ini awal Agustus 2015 lalu. Pemerintah Bali dan Hawaii sebelumnya menandatangani kerjasama sister island karena banyak persamaan.

Nyoman Wardawan, salah seorang pejabat di Dinas Pariwisata Bali mengatakan Bali harus belajar dari Hawaii dalam menjaga kelestarian lingkungan. “Tak ada sampah sedikit pun di pantai mereka,” ujar pria yang tahun lalu berukunjung ke sana.

Sebagai pulau yang menjual pantai dan budaya seperti Hawaii, menurutnya Bali jangan hanya mengandalkan taksu dan ritual tapi juga praktik pelestarian dalam keseharian. “Bali masih diselamatkan oleh taksunya (semacam nilai intrinsik),” tambahnya.

Navigasi Tradisional

Hōkūle a berlayar menggunakan pengetahuan leluhur atas konstelasi bintang, pergerakan laut, kehidupan laut, pola cuaca, dan tanda-tanda yang berasal dari alam. Dengan panjang  18,9 m, lebar 6,1 m, mampu menampung 12-14 awak. Pertama kali berlayar tahun 1975 dari Hakipu’u, O’ahu, Hawai’i.

Untuk menyokong  pelayaran Hōkūle a, ada kano tambahan yang lebih modern yakni Hikianalia yang juga berteknologi ramah lingkungan berlayar dengan energi solar dan layar. Dilengkapi dua panel photovoltaic dan dua motor listrik.

Penari Bali mengajak salah seorang awak kapal perahu tradisional Hawaii, Hōkūle a ketika berlabuh di Pantai Sanur, Bali, awal Agustus 2015. Perahu Hōkūle a yang berumur 40 tahun ini berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, untuk mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim. Foto : Luh De Suriyani

Penari Bali mengajak salah seorang awak kapal perahu tradisional Hawaii, Hōkūle a ketika berlabuh di Pantai Sanur, Bali, awal Agustus 2015. Perahu Hōkūle a yang berumur 40 tahun ini berlayar sejak Mei 2014 sampai Juni 2017 nanti, untuk mengkampanyekan kearifan lokal pelaut tangguh Hawaii di masa lalu sekaligus pelestarian lingkungan dan perubahan iklim. Foto : Luh De Suriyani

Bagaimana alam bisa memandu perahu ini?

Bintang digunakan sebagai kompas dan merupakan bagian utama dari navigasi. Para penjelajah mengingat posisi lebih dari 200 bintang dan melihat terbit dan terbenamnya bintang untuk menentukan posisi perahu terhadap tempat tujuan. Tanda-tanda yang sengaja ditaruh di perahu disejajarkan dengan bintang-bintang dekat cakrawala untuk menjadi titik panutan dan membantu menjaga arah pelayaran.

Dari awan, para navigator melihat bentuk, tinggi, dan warna awan sebagai penanda arah dan cuaca. Awan cenderung berkumpul di atas daratan dengan bentuk tertentu, memberikan tanda untuk navigator dalam pelayaran mereka.

Perilaku burung laut memberikan tanda penting akan arah pulau atau atol terdekat. Para navigator berpengalaman bisa melihat membedakan burung laut yang terbang dari pesisir di pagi hari untuk mencari makan dan kembali ke sarang mereka pada malam hari, yang mengindikasikan arah daratan.

Pergerakan ombak diawali dari jarak yang jauh dan ini membantu navigator untuk menjaga dan menentukan arah ketika tanda-tanda di langit tidak terlihat. Di samudra Pasifik, angin timur laut menyebabkan adanya gerakan ombak timur laut, sementara angin tenggara menyebabkan gerakan ombak tenggara.

Dalam materi publikasi mereka disebutkan penduduk kepulauan Pasifik telah menguasai tata cara tersebut dan menggunakannya dalam mengeksplorasi dan menduduki kepulauan Pasifik. Masyarakat Pelayaran Polinesia menemukan kembali dan merevitalisasi pengetahuan ini untuk Hawaii setelah menghilangnya pengetahuan ini selama 600 tahun. Mereka melakukannya untuk menghubungkan masa lalu dan menemukan impian untuk masa depan.

Kedua perahu itu dilengkapi teknologi untuk menghubungkan kelas-kelas di sekolah dan perorangan dari seluruh dunia melalui situs hokulea.org. Situs ini memungkinkan Hōkūle’a dan Hikianalia menjadi kelas-kelas terapung yang bisa mendemonstrasikan potensi belajar yang berbasis proyek seperti ini dalam skala dunia.

Portal pendidikannya memberikan akses kepada sekolah-sekolah dan para pengajar kepada kekayaan kurikulum mālama honua, rencana belajar, dan alat-alat belajar. Sumber data ini akan terus bertambah seiring dengan dilakukannya perjalanan keliling dunia untuk menghubungkan komunitas global.

Menghidupkan Tradisi

Perahu Polinesia terakhir, atau yang disebut sebagai wa’a kaulua punah ditahun 1400-an. Tahun 1973, seniman dan penulis Herb Kāne memimpikan untuk membangun perahu dua lambung pertama kalinya dalam berabad-abad. Ide tersebut menyatukan banyak orang dari beragam latar belakang dan profesi untuk membentuk PVS.

Pada tanggal 8 Maret 1975, perahu pertama PVS – Hōkūle a – berlayar. Dirancang berdasarkan replika  gambaran perahu kuno di kepulauan Pasifik. Suksesnya pelayaran Hōkūle a ke Tahiti di tahun 1976 tanpa menggunakan alat navigasi modern menandakan ditemukannya kembali seni pelayaran tradisional dan pencarian arah.

Perahu ini dinamakan dari bintang Arcturus yang menandakan garis lintang Hawai’i ketika bintang tersebut berada tepat diatasnya. Hōkūle a memiliki dua lambung yang membuatnya mampu melintasi ombak tinggi dan cepat berlayar kembali melalui ombak yang ganas. Layar kanvasnya yang berbentuk segitiga memanfaatkan tenaga angin dan membuatnya bisa melaju sampai 20 knot.

Perahu ini menggunakan elemen tradisional serta materi baru. Seperti lambung fiberglas, layar yang terbuat dari kanvas dan tali temali sintetis untuk menambah kekuatan di atas laut.

 


Belajar Navigasi Alam Keliling Dunia Dari Kano Tradisional Hawaii was first posted on August 16, 2015 at 2:00 am.

Penanaman Sejuta Karang Dari Marinir Untuk Laut Indonesia Yang Lebih Baik

$
0
0

70 tahun sudah Indonesia merdeka, terbebas dari penjajahan. 70 tahun, bukanlah waktu yang  singkat untuk sebuah negara. Pembangunan pun telah dilakukan di segala aspek kehidupan.

Akan tetapi di usianya yang cukup matang untuk sebuah negara, pemerintah masih belum mampu untuk melindungi lingkungan dan kekayaan sumber daya alamnya.

Salah satunya adalah terumbu karang, yang mempunyai fungsi penting dalam ekosistem laut, seperti sebagai  tempat tinggal, tempat berlindung, tempat berkembang biak (spawning ground), tempat pembesaran (nursery ground), dan mencari makanan (feeding ground) bagi ribuan biota laut yang tinggal di dalam dan di sekitarnya.

Peralatan selam yang digunakan untuk penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman. Foto : Wisuda

Peralatan selam yang digunakan untuk penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman. Foto : Wisuda

“Saat ini kondisi terumbu kerang yang masih baik hanya 30 persen, sedang sisanya 70 persen dalam kondisi rusak dan rusak berat.” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam Seminar Nasional Penyelamatan Terumbu Kerang di Markas Besar Marinir, Jakarta, pada awal Agustus kemarin.

Banyak aktivitas manusia yang merusak karang, seperti penggunaan bom untuk menangkap ikan, potassium dan pencemaran sampah serta aktivitas lainnya. Selain itu kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan menambah berat tekanan terumbu kerang.

“Aksi penyelematan terumbu kerang diharapkan mampu menyelamatkan potensi kekayaan laut Indonesia melalui upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan sumber daya terumbu karang secara berkelanjutan. Selain itu untuk menjamin kelestarian dan keanekaragaman hayatinya untuk generasi saat ini maupun yang akan datang,” tegas Menteri Susi.

Salah satu pihak yang ikut peduli terhadap penyelamatan terumbu karang Indonesia adalah Korps Marinir TNI Angkatan Laut.

Para penyelam peserta untuk penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman. Foto : Wisuda

Para penyelam peserta untuk penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman. Foto : Wisuda

Dengan mendapatkan dukungan sepernuhnya dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Korps Marinir bekerja sama dengan komponen bangsa lainnya melakukan penyelamatan karang nusantara dengan judul “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman.

Acara puncaknya diadakan serentak  di tiga tempat, yaitu  Pulau Weh Aceh,  Pantai Tapal Kuda Ambon, dan pusat kegiatan dilakukan di Pantai Malalayang Manado pada 15 agustus 2015 lalu.

Acara di Ambon dipimpin oleh Danpasmar 1 Kolonel (Mar) Lukman Hasjim. Di Aceh dipimpin Danpasmar 2 Kolonel (Mar) Hasanudin. Sedangkan di Pantai Malalayang Manado, dipimpin langsung oleh Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal ( Mar) Buyung Lalana.

Aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program Marinir TNI AL dengan berbagai pihak ini dipusakan di Pantai Malalayang langsung dipimpin oleh Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal ( Mar) Buyung Lalana. Foto : Wisuda

Aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program Marinir TNI AL dengan berbagai pihak ini dipusakan di Pantai Malalayang langsung dipimpin oleh Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal ( Mar) Buyung Lalana. Foto : Wisuda

Aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman. Foto : Wisuda

Aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Program yang telah dimulai sejak Mei 2015 ini dilakukan dengan menanam satu juta bibit terumbu karang di daerah seluas 100 hektar, yang berada di 51 lokasi penanaman dengan 243 titik penanaman. Foto : Wisuda

Tidak kurang dari 500 penyelam ikut ambil bagian dalam acara puncak di Pantai Malalayang, Manado. Penanaman terumbu karang masal di dalam laut yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun TV nasional,  memecahkan rekor MURI untuk penanaman karang terbanyak.

Acara tersebut didahului dengan upacara singkat dan tele videoconference antara para pemimpin upacara di tiap daerah dengan Presiden Joko Widodo. Dan yang menjadikannya unik, upacara, penanaman coral, dan videoconference di hari puncak program SOLL ini, semua dilakukan di dalam laut.

Tele videoconference Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal ( Mar) Buyung Lalana dengan Presiden Joko Widodo sebagai bagian dari aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Foto : Wisuda

Tele videoconference Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal ( Mar) Buyung Lalana dengan Presiden Joko Widodo sebagai bagian dari aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Foto : Wisuda

Beberapa prajurit Marinir berjaga dalam aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Foto : Wisuda

Beberapa prajurit Marinir berjaga dalam aksi penanaman terumbu karang di Pantai Malalayang, Manado, Sulut, pada 15 Agustus 2015 sebagai puncak acara “Save Our Litoral Life” (SOLL). Foto : Wisuda

Dankormar Mayjen TNI ( Mar) Buyung Lalana mengatakan, bahwa program ini merupakan wujud penjabaran pengabdian korps marinir TNI AL mendukung program pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sekaligus merupakan bentuk pelaksanaan tugas operasi militer selain perang TNI.

“Saat ini korps marinir bersama komponen bangsa lainnya terus mengkampanyekan pentingnya langkah memelihara terumbu karang Inonesia dan mendidik masyarakat untuk menganut pola pikir , kembali melihat laut, dan tidak membelakangi laut,” tegasnya.

Ada pun lokasi penanaman terumbu karang oleh korps marinir yang dilakukan dengan menggunakan media dan substrat yaitu:

  1. Pantai Kelagian Lampung
  2. Pantai Lembing Lampung
  3. Pulau Weg Aceh
  4. Pulau Berhala Sumatera Utara
  5. Pulau Sekatung Sumut
  6. Pantai Melur Batam
  7. Pantai Mirota Batam
  8. Tanjung Peni Jakarta
  9. Pulau Merak Kecil Banten
  10. Pulau Merak Besar Banten
  11. Pantai Labuan Banten
  12. Pulau Popole Banten
  13. Tanjung Lesung Banten
  14. Pulau Tidung Kepulauan Seribu
  15. Pulau Pari Kepulauan Seribu
  16. Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
  17. Pulau damar, Kepulauan Seribu
  18. Pantai Cermin Srimesing Belawan
  19. Pulau Kasiak Padang
  20. Pulau Bangkil, Tanjung Pinang
  21. Pulau Bakua Tanjung Pinang
  22. Pantai Pasir Putih Situbondo
  23. Pantai Lletekan Malang
  24. Pantai Tiga Warna Malang
  25. Pantai Mentoso Tuban1
  26. Pantai Mentoso Tuban 2
  27. Pantai Bulu Situbondo
  28. Pantai Gadong Tuban
  29. Pantai Labuhan Lamongan
  30. Pantai Karang Jumiang Pamekasan
  31. Pantai Tengket Bangkalan
  32. Pantai Sine Tulungagung
  33. Pantai Sidokelar Gresik
  34. Pantai Gili Ketapang
  35. Pantai Kondang Merak Purboyo
  36. Pantai Jangkar Situbondo
  37. Pantai Barang Cadi Sulsel
  38. Pantai Samalona Sulsel
  39. pantai Sanrobengi Sulsel
  40. Pantai Tabololong Kupang
  41. Selat Lembeh, Sulut
  42. Pantai Malalayang Manado
  43. Pantai Halong Ambon
  44. Pantai Ureng Ambon
  45. Pantai Morela Ambon
  46. Pantai Yos Sudarso Jayapura
  47. Pantai Tampa Garang Sorong
  48. Pantai Habe Merauke
  49. Pantai Karang Unarang Ambalat
  50. Pantai Dana Rote NTT

 

 

 


Penanaman Sejuta Karang Dari Marinir Untuk Laut Indonesia Yang Lebih Baik was first posted on August 17, 2015 at 10:01 am.

Ketika Wajah Soekarno, Obama, Mandela dan Gusdur Jadi Rumah Ikan

$
0
0

Ada yang menarik dalam rangkaian peringatan kemerdekaan ke-70 RI di pantai Amed, Karangasem. Bali, yaitu adanya bola dunia raksasa berdiameter 2 meter. Bola simbo dunia yang terbuat dari besi dan beton ini berhiaskan wajah tokoh dunia seperti Presiden Soekarno, Presiden AS Barack Obama, Nelson Mandela, Yesus, Bunda Maria.

Bola dunia yang terbuat dari besi dan beton sebagai tempat pertumbuhan terumbu karang dan ikan ditenggelamkan di Pantai Amed, Karangasem, Bali. Bola dunia buatan seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang berhiaskan tokoh pewayangan dan tokoh dunia seperti Presiden Soekarno, Presiden AS Barack Obama, Nelson Mandela, Yesus, Bunda Maria. Foto : Luh De Suriyani

Bola dunia yang terbuat dari besi dan beton sebagai tempat pertumbuhan terumbu karang dan ikan ditenggelamkan di Pantai Amed, Karangasem, Bali. Bola dunia buatan seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang berhiaskan tokoh pewayangan dan tokoh dunia seperti Presiden Soekarno, Presiden AS Barack Obama, Nelson Mandela, Yesus, Bunda Maria. Foto : Luh De Suriyani

Bola dengan berat 350 kg ini juga berisi hiasan lain seperti lilitan dua naga, perlambang pikiran positif dan negatif yang dimiliki manusia. Kemudian ukiran dan tokoh pewayangan lain yang diambil dari filosofi ajaran Sutasoma yang cinta lingkungan dan cinta kasih. Wajah-wajah tokoh dunia ini dianggap menjadi inspirasi perdamaian, kemanusiaan, dan semesta sehingga ditempel di sekeliling bola.

Di permukaan bola juga ditempel potongan karang untuk merangsang pertumbuhan karang lain. Bola dunia raksasa ini dibuat sejumlah seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang, Kabupaten Karangasem, Bali.

Bola dunia yang melambangkan padmasana atau bumi ini akan menjadi ikon baru di desa wisata bawah laut terkenal, Amed. Berlokasi di Desa Purwakerthi, sekitar 3 jam berkendara dari Denpasar.

Wajah Presiden Soekarno menghiasi bola dunia yang ditenggelamkan ditenggelamkan di Pantai Amed, Karangasem, Bali, pada 17 Agustus 2015 sebagai tempat pertumbuhan terumbu karang dan ikan. Bola dunia dengan berat 350 kg ini buatan seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang. Foto : Luh De Suriyani

Wajah Presiden Soekarno menghiasi bola dunia yang ditenggelamkan ditenggelamkan di Pantai Amed, Karangasem, Bali, pada 17 Agustus 2015 sebagai tempat pertumbuhan terumbu karang dan ikan. Bola dunia dengan berat 350 kg ini buatan seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang. Foto : Luh De Suriyani

Bola simbol bumi ini dibuat dari beton berpori untuk menjadi bakal rumpon ikan. Beberapa tahun ke depan, diharapkan mulai ditumbuhi karang, kemudian jadi tempat ikan bertelur sehingga menjadi daya tarik spot penyelaman baru.

Di Amed sendiri sudah ada beberapa patung beton yang ditenggelamkan beraneka bentuk seperti dewa-dewi sampai kotak pos. Sejumlah penyelam menyebut kotak pos ini difungsikan untuk mengirim surat dengan wadah anti air, lalu diambil guide lokal untuk dikirimkan.

“Kami ingin memberi pesan bahwa para tokoh perdamaian dan cinta kasih ini akan menjaga lingkungan agar lestari dan melindungi ibu bumi,” kata I Gede Sukarda, seniman seni rupa yang mendesain bola dunia ini. Ia mengatakan pembuatan bola dunia itu merpuakan inisiatif warga dan rekannya di sanggar Seni Lempuyang dengan dana swadaya.

Menurutnya ini merupakan bentuk kontribusi dalam pelestarian dan konservasi seniman. Sebelumnya, sanggar yang berdiri sejak 1989 ini sudah pernah menenggelamkan substrat berbentuk Barong yang menyimbolkan manifestasi kebaikan yang melindungi bumi.

Wajah Presiden AS Barack Obama menghiasi bola dunia yang ditenggelamkan ditenggelamkan di Pantai Amed, Karangasem, Bali, pada 17 Agustus 2015 sebagai tempat pertumbuhan terumbu karang dan ikan. Bola dunia dengan berat 350 kg ini buatan seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang. Foto : Luh De Suriyani

Wajah Presiden AS Barack Obama menghiasi bola dunia yang ditenggelamkan ditenggelamkan di Pantai Amed, Karangasem, Bali, pada 17 Agustus 2015 sebagai tempat pertumbuhan terumbu karang dan ikan. Bola dunia dengan berat 350 kg ini buatan seniman desa dari Komunitas Seni Rupa Lempuyang. Foto : Luh De Suriyani

Para seniman berbagi peran. Setelah dibuatkan desain, lalu pembetonan dan pengukiran oleh I Nyoman Labda, seniman patung di Denpasar. Dipoles dan ditempelkan sejumlah patung, wajah tokoh, dan ornamen lain.

Selain bola dunia juga ada figure monster binatang dari kawat untuk medium tumbuhnya karang-karang. Dibuat oleh komunitas Plus Minus, para pelukis dari Ubud.

Awalnya, , bola dunia dan monster itu akan diturunkan ke dalam laut pada 16 Agustus lalu, namun urung karena cuaca buruk. Saat itu gelombang besar, yang menghalangi pengangkutan dan penurunan dari jukung. Di bawah laut, air keruh sehingga mengurangi jarak pandang. Kegiatan ini dirangkaikan dengan sejumlah kampanye konservasi lain seperti pameran foto dari warga dan pemandu selam setempat, dan lomba melukis tema laut oleh anak-anak pesisir. Kegiatan ini didukung Desa Pekraman Culik dan beberapa LSM seperti Coral Reef Aliance, LMN, Yayasan Reef Check, dan Concervation International Indonesia.

Selain panorama bawah laut seperti rumpon karang, ikan hias, dan lainnya juga ada foto kegiatan ekonomi serta tantangan penduduk sekitar. Misalnya jalan desa yang rusak dan pengerajin tikar pandan. Warga juga diminta menilai mana foto favorit dan menuliskan apa cerita di balik foto menurut mereka.

“Saya pilih foto anak-anak main di pantai ini karena sering lihat setiap hari,” kata Ketut Reti, porter atau tukang angkut tabung gas dan peralatan selam di Amed. Namun para pengunjung ini kerap dilihat menginjak koral ketika snorkeling atau main di pesisir sehingga mengakibatkan patah dan rusak.

Amed menjadi salah satu daya tarik bawah laut di Bali, khususnya Karangasem. Kawasan ini bertetangga dengan Tulamben, lokasi bangkai kapal karang USA Liberty Wreck yang pernah terpilih menjadi 12 spot diving terbaik di dunia. Pesisir Amed dan Tulamben makin indah dan eksotis dengan latar belakang Gunung Agung. Wilayah ini sudah dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan di Bali.


Ketika Wajah Soekarno, Obama, Mandela dan Gusdur Jadi Rumah Ikan was first posted on August 18, 2015 at 7:05 am.

Begini Aksi Nyata Slank Peduli Konservasi Yaki Dan Terumbu Karang

$
0
0

Siapa tak kenal Slank? Band rock n roll terkenal ini ternyata tidak hanya piawai dalam bermusik, tetapi juga punya kepedulian dan terlibat dalam konservasi lingkungan di Sulawesi Utara.  Misalnya, sejak 2013, mereka telah bersepakat untuk menjadi Yaki Ambassador (Duta Yaki). Kemudian, secara individual, Kaka, vokalis Slank, pernah membuat petisi yang berisi penolakan pertambangan di pulau Bangka, Minahasa Utara.

Keterlibatan Slank sebagai Duta Yaki disebabkan karena keprihatinan mereka pada penurunan populasi yaki (Macaca nigra) dalam 30 tahun terakhir. Padahal, monyet berpantat merah ini hanya bisa ditemui di Sulawesi Utara.

“Kami tergugah karena teman-teman dari Yayasan Selamatkan Yaki memberi input kepada kita bahwa yaki adalah satwa endemik, yang cuma ada di Sulawesi Utara. Kita orang Indonesia, siapa lagi yang mau jagain yaki, ‘sesepuh’ kita,  kalau bukan kita?” ujar Kaka dalam jumpa pers terkait keterlibatan slank dalam program konservasi terumbu karang dari Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Save Our Litorral Life (SOLL), yang dipusatkan di Pantai Malalayang, Manado, Sulut pada Minggu (16/08/2015).

Band legendaris Slank ternyata peduli dengan konservasi primata endemik Sulawesi, yaki (Macaca nigra) dengan menjadi Yaki Ambassador sejak 2013. Mereka prihatin dengan penurunan populasi yaki dalam 30 tahun terakhir.  Foto : Themmy Doaly

Band legendaris Slank ternyata peduli dengan konservasi primata endemik Sulawesi, yaki (Macaca nigra) dengan menjadi Yaki Ambassador sejak 2013. Mereka prihatin dengan penurunan populasi yaki dalam 30 tahun terakhir. Foto : Themmy Doaly

Sementara itu, Ivanka pembetot bass, menyatakan, pentingnya keterlibatan Slank dan slankers pada kampanye penyelamatan yaki. Sebab, saat ini banyak satwa di Indonesia berada dalam ancaman kepunahan, salah satunya yaki. “Kita tahu, setelah dia lahir butuh waktu 2 tahun setidaknya untuk lahir 1 bayi yaki lagi. Ya, kalau habis di Sulawesi Utara berarti di seluruh dunia sudah tidak bisa ditemukan yaki lagi,” terang Ivanka.

Bimbim, drumer sekaligus pendiri Slank, berpesan kepada slankers, penggemar fanatik mereka, untuk melibatkan diri dalam isu-isu pelestarian satwa endemik ini. Keterlibatan slankers dinilai dapat membantu memberi penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya eksistensi yaki.

“Slankers bisa jadi agen pelindung yaki yang menyebarkan ke temen-temennya, ke saudaranya, ke kampungnya, ngajak mereka semua untuk peduli. Jangan ditumis yakinya. Jangan lagi ada yaki di pasar ekstrim. Hutannya juga  jangan diganggu, ntar banjir lagi,” demikian pesan drumer bernama asli Bimo Setiawan Al Machzumi.

Sebagai Duta Yaki, Slank mengajak fans fanatik mereka, Slankers, dan masyarakat luas untuk ikut peduli terhadap keberadaan yaki, primata endemik Sulawesi Utara. Mereka prihatin dengan penurunan populasi yaki dalam 30 tahun terakhir.  Foto : Themmy Doaly

Sebagai Duta Yaki, Slank mengajak fans fanatik mereka, Slankers, dan masyarakat luas untuk ikut peduli terhadap keberadaan yaki, primata endemik Sulawesi Utara. Mereka prihatin dengan penurunan populasi yaki dalam 30 tahun terakhir. Foto : Themmy Doaly

Ia berpendapat, masyarakat luas penting mendapat edukasi terkait pelestarian satwa endemik. Sebab, selama ini, Bimbim menyaksikan sejumlah pandangan yang salah, khususnya mengenai perilaku konsumsi satwa dilindungi.

“Memang harus diedukasi, sih. Kayak di Bali kebiasaan makan penyu, dengan mitos-mitos, budaya dan agama. Tapi, setelah dicari nggak ada hubungannya sama sekali. Itu cuma pembenaran. Makan kelinci aja nggak tega, apalagi yaki yang bentuk tubuhnya mirip manusia, lucu, fun. Jadi, kita biasakan makan yang wajarlah,” kata Bimbim ketika ditemui di Manado.

Stop Pertambangan

Kaka sempat menyinggung pentingnya penyelamatan pulau Bangka dari pertambangan, serta latar belakang keterlibatannya dalam pembuatan petisi online beberapa waktu silam.

Lelaki bernama asli Akhadi Wira Satriaji ini memberi analogi pulau Bangka seperti taman bermain yang terancam digusur. Sebagai orang yang beberapa kali merasakan keindahan alam bawah laut di sana, Kaka merasa perlu melibatkan diri dalam gerakan penyelamatan pulau Bangka.

“Jadi, hati kecil merasa sedih dan sayang. Pas waktu itu saya ada di Bangka dan ada informasi pulau ini akan jadi areal pertambangan. Yang saya tahu, ada beberapa regulasi yang tidak memenuhi syarat. Wah, ini nggak bener.”

Pembuatan petisi tadi, diakui Kaka, merupakan upaya untuk membentuk kesadaran masyarakat bahwa terjadi penyalahgunaan wewenang, khususnya terkait pemberian izin pertambangan di pulau Bangka. Meski demikian, ia menampik tudingan anti terhadap aktifitas pertambangan. Menurut Kaka, perusahaan tambang boleh beraktifitas asal mengikuti aturan yang berlaku di negara ini.

Ketika wartawan menghubungkan kegiatan SOLL dengan keterlibatan TNI AL dalam mengangkut alat berat perusahaan tambang di pulau Bangka, 2012 silam, Slank menyatakan semua pihak tidak usah lagi melihat kesalahan di masa lampau, tapi lebih fokus pada perbaikan-perbaikan kedepannya.

Dikatakan Bimbim, keterlibatan Slank murni untuk memberi penyadaran kepada seluruh masyarakat agar kembali memperhatikan permasalahan di pesisir dan laut. Ia percaya, kehadiran Slank dalam SOLL dapat menarik respon masyarakat di seluruh Indonesia.

“Itu, kan, tahun 2012. Sekarang kita mau revolusi mental. Kita jangan saling curiga. Semua pengen berubah, kok. Kita juga mantan ‘penjahat’, mantan pengguna narkoba. Kita mikirnya kedepan. Di kegiatan SOLL Slank membentuk awarenessnya. Kalau nggak ada Slank mungkin orang nggak nengok. Tapi, karena ada Slank, seluruh Indonesia nengok kesitu dan kita bisa sama-sama mulai untuk kembali ke pesisir,” ungkapnya.

Ia juga sependapat dengan Kaka, bahwa aktifitas pertambangan bukanlah hal buruk. Hanya saja, pemerintah daerah serta investor perlu membuka komunikasi agar masyarakat setempat dapat terlibat. “Kalau gua percaya kurang komunikasi, ya. Sebenernya pertambangan itu nggak jelek, cuman mestinya warga terlibat. Mestinya banyak dialog sebelum memulai,” tambah Bimbim.

Selamatkan Pesisir dan Laut

Keterlibatan Slank dalam SOLL, diyakini dapat menjadi magnet agar pesan-pesan penyelamatan pesisir dan laut lebih efektif diterima masyarakat luas. Dalam pertemuan itu, Slank juga mendapat piagam penghargaan sebagai seniman pendukung SOLL.

Letkol ( Mar)Etwin Ramadhan, yang menjadi moderator jumpa pers, mengakui, selama ini banyak kegiatan TNI AL yang berhubungan dengan tema-tema penyelamatan pesisir tidak begitu terekspos. Ia mencontohkan, tahun 2009 sudah pernah diselenggarakan Sail Bunaken yang memecahkan rekor dunia dengan melibatkan 2456 penyelam.

“Itu adalah awal berlangsungnya kepedulian kita terhadap pelestarian lingkungan laut. Manado ini icon-nya bukan wokunya, bukan ikan cakalang, bukan bubur manado, tapi Bunaken. Secara pribadi, tahun 2012 lalu, saya juga pernah terlibat pelestarian penyu di Sumatera Barat. Bukan hanya terumbu karang, tapi ekosistem di laut.”

Korps Marinir TNI AL memberi penghargaan kepada Slank, karena keterlibatannya dalam program konservasi terumbu karang dari Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Save Our Litorral Life (SOLL), yang dipusatkan di Pantai Malalayang, Manado, Sulut pada Minggu (16/08/2015). Penghargaan diserahkan oleh Letkol ( Mar)Etwin Ramadhan. Foto : Themmy Doaly

Korps Marinir TNI AL memberi penghargaan kepada Slank, karena keterlibatannya dalam program konservasi terumbu karang dari Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Save Our Litorral Life (SOLL), yang dipusatkan di Pantai Malalayang, Manado, Sulut pada Minggu (16/08/2015). Penghargaan diserahkan oleh Letkol ( Mar)Etwin Ramadhan. Foto : Themmy Doaly

“Kenapa sekarang kita ajak Slank? Mereka ini band legendaris. Kita ngajak mereka, akhirnya masyarakat pada tahu. Sudah lama kami bikin kegiatan seperti ini. Hanya, karena ada Slank baru kali ini booming,” tambah Etwin.

Ivanka mengapresiasi ide Korps Marinir dalam menyelamatkan lingkungan. Melalui even SOLL, menurut dia, gerakan penyelamatan lingkungan yang berjalan sendiri-sendiri mulai menemukan wujud persatuan.  “Seluruh masyarakat Indonesia harus terlibat,” ajaknya.

Sementara itu, Kaka menilai, kesamaan ide antara marinir dengan Slank menjadi salah satu alasan keterlibatan mereka. Melalui kegiatan ini, ia berharap masyarakat dapat kembali melihat pentingnya pelestarian ekosistem laut dan pesisir.

“Kebetulan, marinir punya ide cemerlang yang menyatukan visi-misi kita, yaitu mencintai alam khususnya laut dan pesisir. Ada penanaman satu juta karang. Kami sambut dengan antusias yang sama. Kita merasa wajib mendukung kegiatan ini. Memang Marinir gayanya kaku, tapi terbukti idenya cemerlang,” ungkap Kaka.

Kaka percaya energi positif dari musik lebih efektif digunakan untuk mengajak masyarakat terlibat aksi penyelamatan lingkungan, daripada diskusi panjang lebar.

“Kalau kita ada misi tertentu yang ingin disampaikan lebih efektif dengan nyanyi. Sambil nyanyi kita ngomong dan sindir. Makanya, Slank selalu berpikir gimana caranya rock n roll show memberi sesuatu yang positif.”

Sebagai seniman, Bimbim mengatakan Slank merasa lebih nyaman menyebarkan pemikiran positif lewat lagu, termasuk soal konservasi lingkungan.  “Tugas kita bukan bikin pressure ke pemerintah. Kalau gitu, kami jadi politisi aja. Kita bukan demonstran, kita seniman yang menyebarkan pemikiran positif ke banyak orang. Lebih efektif kita buat lirik lagu. Menyebarkan pesan lewat lagu, musik dan pemikiran di lirik,” ujarnya.

 


Begini Aksi Nyata Slank Peduli Konservasi Yaki Dan Terumbu Karang was first posted on August 18, 2015 at 9:00 am.

38 Kapal IUU Fishing Ditenggelamkan

$
0
0

Keinginan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menenggelamkan kapal bermasalah di wilayah kelautan Indonesia terwujud pada Selasa (18/8/2015) pagi. Ini menjadi bagian dari kado untuk peringatan kemerdekaan ke-70 Indonesia.

Susi sendiri beberapa hari lalu sudah mengatakan bahwa dia berkeinginan untuk memberikan kado terindah kepada Indonesia dengan penenggelaman 70 kapal, sesuai dengan usia peringatan kemerdekaan RI tahun ini. “Kita inginnya begitu. Kalau bisa ya 70 kapal yang ditenggelamkan,” ucap Susi.

Namun, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Asep Burhanuddin merilis data terbaru bahwa kapal yang akan ditenggelamkan sebanyak 38 saja yang seluruhnya merupakan kapal pelaku pencurian ikan (Illegal Unreported and Unregulated /IUU Fishing).

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan     Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto:  Ayat S  Karokaro

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto: Ayat S Karokaro

Asep memaparkan, dari 38 kapal yang masuk agenda penenggelaman itu, 5 kapal berasal dari Pol air yang kemudian dilimpahkan kepada KKP untuk pelaksanaan penenggelamannya. Bersamaan dengan itu, TNI AL juga akan menggelar penenggelaman kapal di berbagai lokasi.

“Ada 12 kapal milik TNI AL yang akan ditenggelamkan. Waktunya dilaksanakan bersamaan karena biar menjadi kado indah buat Indonesia di perayaan kemerdekaan ke-70,” tuturnya.

Ke-38 kapal tersebut, menurut Asep, adalah kapal pelaku IUU Fishing dari sejumlah negara tetangga. Rinciannya, 18 kapal milik nelayan Vietnam, 5 kapal milik nelayan Thailand, 11 kapal milik nelayan Filipina,  2 kapal milik nelayan Malaysia, dan 2 kapal milik nelayan lokal Indonesia.

Lokasi Penenggelaman

Asep mengungkapkan, pelaksanaan penenggelaman kapal sendiri sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

“Latar belakang kita tenggelamkan kapal-kapal tersebut karena memang mereka melakukan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia. Selain itu, kapal-kapal tersebut juga melakukan itu dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan,” jelasnya.

Namun, yang paling utama adalah karena kapal-kapal tersebut melakukan aktivitas tanpa diilengkapi dokumen yang sah.

Adapun, untuk pelaksanaan penenggelaman kapal, KKP memilih sejumlah lokasi dengan berbagai pertimbangan. Menurut Asep, penenggelaman 5 kapal akan dilaksanakan di Perairan Rinai, 3 kapal di Perairan Belawan, 15 kapal di Perairan Pontianak, 8 kapal di Perairan Bitung, 3 kapal di Perairan Tarempa, dan 4 kapal di Perairan Tarakan.

“Untuk pelaksanaan penenggelaman kapal, sepenuhnya akan melibatkan KKP, TNI AL dan Pol Air,” tandas Asep.

12 Kapal dari TNI AL

Selain dari KKP, penenggelaman kapal juga akan dilakukan oleh TNI Angkatan Laut yang diketahui akan menenggelamkan 12 kapal ikan asing. Ke-12 kapal tersebut merupakan tangkapan dari KRI TNI Angkatan Laut

Dalam keterangan resminya, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI M Zainuddin menjelaskan, penenggelaman kapal memang menjadi bagian dari upacara peringatan kemerdekaan RI ke-70.

Adapun, 12 kapal yang akan ditenggelamkan itu, menurut Zainuddin, diantaranya ada KM Sudita 11 yang berbendera Thailand dengan berat 100 gross tonnage (GT), KM Camar Laut 01 berbendera Thailand dengan berat 112 GT, KM Thindo Mina 6 berbendera Thailand dengan berat 103 GT, dan KM Laut Natuna 15 berbendera Thailand dengan berat 105 GT.

“Kapal L/B Stonino 904 berbendera Filipina dengan berat 20 GT dan Kapal L/B Luke VII berbendera Filipina dengan berat 16 GT,” ungkap Zainuddin.

“Secara keseluruhan, 12 kapal tersebut, 4 kapal adalah berbendera Thailand, 3 kapal berbendera Filipina, 4 kapal berbendera Vietnam dan 1 kapal berbendera Malaysia,” papar dia.

Untuk lokasi penenggelaman, Zainuddin menambahkan, TNI AL akan melaksanakannya di 3 lokasi, yaitu di Lanal Tarempa, Lanal Rinai dan Lantamal Tarakan.

Nelayan Indonesia Ditangkap

Sementara itu, bersamaan dengan rencana penenggelaman kapal oleh TNI AL dan KKP, kabar kurang sedap datang dari nelayan Indonesia yang ditangkap di perairan Malaysia oleh polisi kelautan Malaysia Penang.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim, nelayan yang ditangkap berjumlah 12 orang dan semuanya berasal dari Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Mereka ditangkap pada 24 Juli lalu sekitar pukul 03.30 waktu setempat.

Muhammad Iqbal, Koordinator Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mengatakan, “Penangkapan ini merupakan pengulangan. Negara tidak pernah sungguh-sungguh memberikan perlindungan, meski sudah ada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia mengenai Pedoman Umum tentang Penanganan terhadap Nelayan oleh Lembaga Penegak Hukum di Laut Republik Indonesia dan Malaysia.”


38 Kapal IUU Fishing Ditenggelamkan was first posted on August 19, 2015 at 1:00 am.

KIARA: Membangun Kemaritiman itu Tak Melulu dengan Infrastruktur

$
0
0

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang kuat, seharusnya bisa diimplementasikan dengan baik oleh semua sektor di lapangan. Salah satunya, oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjadi institusi sentral berkaitan dengan program Nawacita yang dideklarasikan oleh Presiden Joko Widodo.

Komitmen yang dimaksud, salah satunya bisa diwujudkan dengan mengalokasikan anggaran sebaik mungkin dari APBN. “Pemerintah melalui KKP seharusnya bisa melihat kondisi terkini berkaitan dengan dunia kelautan dan perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim di Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Nelayan di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta, sedang menyiapkan jaring lobster. Foto : Melati Kaye

Nelayan di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta, sedang menyiapkan jaring lobster. Foto : Melati Kaye

Dengan meningkatkan kepekaan, KKP seharusnya bisa memperbaikinya untuk penyaluran anggaran di tahun berikutnya. Menurut dia, cara tersebut bisa menjanjikan keberhasilan karena kebutuhan lebih dasar akan diperhatikan.

“Saat ini (2015), penyaluran anggaran dari KKP lebih banyak terserap untuk pembangunan infrastruktur. Itu seharusnya tidak boleh lagi ada di penyaluran anggaran tahun 2016,” tuturnya.

Untuk itu, Halim mengatakan, KKP mesti lebih selektif dan kreatif dalam melaksanakan penyaluran anggaran di tahun mendatang dengan tujuan lebih baik lagi. Termasuk, dengan melaksanakan pemberdayaan masyarakat di kawasan pesisir yang ada di Tanah Air.

“Apa yang menjadi kekurangan pada tahun ini jangan diulangi lagi di tahun mendatang. KKP bisa melakukannya asalkan dalam merencanakan program dilakukan dengan kreatif dan tidak monoton,” cetus dia.

Untuk tahun 2016 sendiri, Halim menjelaskan bahwa KKP mendapat alokasi anggaran lebih besar dibanding tahun 2015. Peningkatannya, mencapai angka Rp5 triliun atau menjadi Rp15 triliun untuk Rancangan APBN 2016.

“Namun sayang, kenaikan tersebut tercatat dialokasikan sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur di sektor kelautan. Sementara untuk program pemberdayaan masyarakat seperti nelayan dan maritim belum ada,” jelas dia.

Padahal, Abdul menambahkan, dengan alokasi sebesar itu, seharusnya KKP bisa melaksanakan program pemberdayaan untuk nelayan. Misalnya, pengadaan rumah untuk nelayan yang jumlahnya saat ini mencapai 2,7 juta orang.

“Ini tinggal kemauan dari KKP saja. Jika itu tidak terjadi, tidak akan ada keharmonisan antara program Nawacita kemaritiman dan pelaksanaannya di lapangan. Sangat disayangkan,” tegas dia.

Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Ikan Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Foto : Jay Fajar

Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Ikan Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Foto : Jay Fajar

Seperti diketahui, dalam RAPBN 2016, kelompok bidang kemaritiman direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp80,74 triliun atau lebih rendah 13,3 persen bila dibandingkan dengan APBNP tahun 2015 sebesar Rp93,16 triliun.

Daya Serap Anggaran Rendah

Akan tetapi, walau kelompok bidang kemaritiman, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapat alokasi tambahan untuk RAPBN 2016, daya serap anggaran untuk tahun 2015 masih sangat rendah.

Menurut Halim, hingga semester I berakhir pada Juli 2015, serapan anggaran dari KKP baru mencapai 9,2 persen. Kondisi tersebut seharusnya tidak terulang lagi pada akhir semester II 2015.

“Sangat disayangkan jika itu terjadi. Walau setiap tahun memang selalu berakhir minus karena serapan anggaran yang rendah, namun ini harus diperbaiki karena RAPBN 2016 memiliki visi yang lebih jelas untuk poros maritim dunia,” jelas dia.

Salah satu strategi yang bisa diterapkan untuk menghindari terulangnya kembali daya serap rendah, bisa dilakukan dengan membuat program yang kreatif dan tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur saja.

Selain masalah tersebut, KIARA juga menyoroti tentang kebijakan Pemerintah dalam membuat setiap program. Belajar dari waktu sebelumnya, tambah Halim, sudah seharusnya setiap kebijakan anggaran yang dibuat jangan bentrok antara satu kementerian dengan kementerian yang lain.

Optimalkan Pendapatan Negara

Sementara itu Manajer Advokasi dan Investigasi Forum untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Apung Widadi, mengatakan, walau terjadi kenaikan jumlah alokasi anggaran dalam RAPBN 2016, namun tidak ada yang signifikan karena pelaksanaannya tidak ada yang baru.

“Tidak terlihata ada upaya untuk mengoptimalkan pendapatan dan penangananan defisit yang terjadi hampir setiap tahun. Tidak terlihat juga bagaimana rencana detil untuk mengantisipasi jika terjadi krisis nantinya,” tutur dia.

Menurut Apung, secara umum, pendapatan negara pada RAPBN 2016 ditargetkan sebesar Rp1.848,1 triliun dan itu mengalami kenaikan Rp86,5 triliun dari APBNP 2015. Sedangkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam RAPBN 2016 ditetapkan sebesar Rp280 triliun atau naik Rp11 triliun dibanding APBNP 2015.

“Ini seharusnya tidak seperti itu. Pemerintah harus bisa meningkatkan sumber-sumber penerimaan negara dengan cara melakukan koreksi terhadap kebijakan perpajakan dan nonpajak. Misalnya, peningkatan pendapatan BUMN dan sumber daya alam,” papar dia.

Namun demikian, walau mendesak untuk menambah sumber-sumber penerimaan negara, namun Apung menegaskan bahwa Pemerintah jangan asal membuat program untuk menghadirkan sumber baru. Karena, jika itu terjadi maka akan terjadi kesalahan lagi.

Contoh nyata, menurut Apung, dalam program kemaritiman, pemerintah fokus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Seharusnya, jika memang ingin mencapai target tersebut, Pemerintah fokus untuk membuat program pembangunan nyata.”Jangan sampai malah seperti dijual ke investor asing. Karena, misalnya jika anggarannya terbatas,” pungkas dia.


KIARA: Membangun Kemaritiman itu Tak Melulu dengan Infrastruktur was first posted on August 20, 2015 at 2:49 am.

Sudah 8 Bulan, Bagaimana Proses Hukum Dosen Pengunggah Foto Pemburu Satwa Dilindungi?

$
0
0

Masih ingat foto yaki (Macaca nigra) dan kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis) hasil buruan yang diunggah oleh pemilik akun Facebook bernama Devy Sondakh? Sejak Desember 2014, BKSDA Sulawesi Utara telah melaporkan pemilik akun pada Polda Sulut. Sayangnya, hingga delapan bulan berselang, publik belum juga mengetahui perkembangan kasus dan mulai mempertanyakan kejelasan proses hukumnya.

Belakangan, kasus yang pelakunya diduga berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas di Manado, telah masuk di meja Polda Sulut.  Wilson Damanik, Kabag Humas Polda Sulut, ketika ditemui Mongabay mengatakan, pihaknya akan berusaha menyelesaikan semua kasus yang dilaporkan ke Polda Sulut. Menurut dia, pelaku sedang diproses sesuai UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Devi S, kala memprosting hasil buruan, beberapa satwa dilindungi di akun Facebook-nya.

Devi S, kala memprosting hasil buruan, beberapa satwa dilindungi di akun Facebook-nya.

Tetapi ia belum bersedia menjelaskan perkembangan hasil tahap pemeriksaan dan status hukum pelaku, karena kasus sedang dikoordinasikan dengan instansi terkait. “Secara teknis, kami perlu berkoordinasi dengan Bareskrim soal teknis penerapan peraturan. Yang jelas, semua kasus yang masuk di Polda Sulut akan ditangani. Kasus ini, sekarang sedang dalam proses. Pelaku akan diproses sesuai UU Konservasi,” ujar Wilson, pada Rabu (12/08/2015).

Sedangkan aktivis menyayangkan lambannya penanganan dan menilai penegak hukum belum terlampau serius menyelesaikan kasus ini.

“Saya menyayangkan, karena sudah sekian lama jalan di tempat. Ada indikasi tidak fokusnya penegak hukum pada isu perburuan satwa,” kata Yunita Siwi, Education Officer Yayasan Selamatkan Yaki.

Ia menghimbau, para aktivis dan pecinta satwa untuk kembali merespon kasus ini. Yunita khawatir, jika tidak disikapi, pelaku bisa lepas dari jerat hukum.

“Saya kira, perlu gerakan bersama para pegiat konservasi untuk kembali membicarakan kasus ini. Kita jelas tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri. Mungkin, karena kesibukan masing-masing, sehingga dalam waktu delapan bulan ini kasus perburuan yaki belum menemukan kejelasan hukum.”

Sedangkan Stephan Miloyski Lentey, Field Station Manager Macaca Nigra Projects tetap optimis dengan penangnan hukum, daen mengajak berbagai pihak bekerja sama untuk mengangkat kembali kasus tersebut.

“Ini kasus berat dan sudah 8 bulan belum ada kejelasan. Kalau tidak ditangani, ada kemungkinan perburuan yaki akan semakin meningkat, sebab pelakunya adalah doktor hukum. Ini jadi semacam contoh terbaik untuk hal buruk. Jangan lupakan kasus ini.”

19 Desember 2014 pelaku mengunggah foto tersebut dengan keterangan “Hasil berburu kemarin: Para kembaranku, Natalan bersama”. Di dalamnya terdapat dua jenis satwa dilindungi, seperti yaki dan kuskus kerdil.Tindakan ini memicu respon masyarakat luas.

Sebelumnya, pemilik akun Facebook Devy Sondakh, dalam komentarnya sempat menyatakan dirinya dosen filsafat dan logika. Lalu, menghubungkan keterangan di foto itu dengan berbagai faktor, seperti tradisi, agama, ekonomi dan hama bagi petani. Akibat komentar-komentar tadi, banyak pengguna jejaring sosial menghujat pemilik akun dan menyebar foto hasil buruan satwa dilindungi tersebut.

Penegak Hukum Harus Jeli

John Tasirin, pakar Biodiversitas asal Universitas Sam Ratulangi Manado, menilai, peraturan perlindungan satwa sebenarnya sudah cukup jelas, namun seakan belum menjadi prioritas para penegak hukum. Tetapi ia belum pernah dimintai  pendapat sesuai displin ilmu untuk membahas kasus yang kini sudah dilaporkan ke Polda Sulut.

“Kalau kita berandai-andai, kenapa kasusnya belum diproses, mungkin karena perburuan satwa belum menjadi prioritas, tidak prioritas, salah prioritas atau memandang hukum secara parsial. Harusnya hukum tetaplah hukum. Jadi biarpun ringan atau berat, hukum tetaplah hukum,” ujarnya ketika ditemui Mongabay, Kamis (13/8/2015).

Salah satu ikon penting dalam perlindungan primata di Indonesia, tapi siapa yang tahu di Indonesia? Foto:

Salah satu ikon penting dalam perlindungan primata di Indonesia, tapi siapa yang tahu di Indonesia? Foto:

Menurutnya penting untuk menerapkan kurikulum tentang lingkungan hidup di sekolah-sekolah polisi, untuk memberikan pemahaman jenis-jenis satwa dilindungi.

“Karena, dengan diratifikasinya Convention on Biological Diversity (CBD) maka pemerintah Indonesia terikat pada kesepakatan internasional, misalnya oleh IUCN soal status kelangkaan atau dengan CITES terkait transportasi dan perdagangan.”

John mengingatkan kepolisian untuk jeli dalam menangani kasus, khususnya terkait yaki. Sebab, jika tidak cermat menafsirkan PP No 7 tahun 1999 berpotensi melahirkan pemaknaan berbeda.

Ia menjelaskan, ilmu pengetahuan khususnya tentang yaki telah berkembang lebih cepat ketimbang kebijakan pemerintah. Banyak perkembangan yang telah terjadi selama 15 tahun terakhir ini yang menuntut agar PP No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa ini perlu direvisi.

“Yaki hanyalah salah satu contoh urgensi perbaikan PP tersebut. Dalam penyusunan kebijakan publik, aturan ini cukup memadai, tapi tidak dalam ketegasan keputusan hukum.”

Menurut dia, untuk memperoleh pengetahuan lebih dalam terkait PP No 7 tahun 1999, perlu diketahui latar historis klasifikasi pembagian jenis Macaca di Sulawesi.

John menjelaskan beberapa abad lampau para saudagar dan petualang Eropa mengidentifikasi yaki dengan sebutan Sulawesi Black Apes atau kera hitam Sulawesi. Padahal, dalam sistematika hewan, kera (apes) berbeda dari monyet (monkeys).

JIka mereka bisa bicara, mereka akan bertanya: Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2012? Mana bukti cintamu, Indonesia.....?

JIka mereka bisa bicara, mereka akan bertanya: Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2012? Mana bukti cintamu, Indonesia…..?

Doktor lulusan University of Tasmania Australia menjelaskan kera bertubuh besar, tidak berekor dan banyak menghabiskan waktunya di tanah. Sedangkan monyet bertubuh kecil, memiliki ekor dan lebih banyak menghabiskan waktunya di pohon.

“Para petualang menarik kesimpulan, yaki adalah kera berdasarkan bentuk morfologi satwa liar, tidak seperti monyet yang mereka kenal.”

Saat sistematika jenis pertama ini direvisi pada tahun 1969, lanjut John, spesimen dari Sulut ini digolongkan dalam marga Cynopithecus niger, yang masih digunakan di banyak publikasi ilmiah sampai tahun 1993. Sehingga, jenis yang ada di Gorontalo dianggap satu jenis dengan yang ada di Minahasa. Walaupun, dalam buku The Ecology of Sulawesi  tahun 1987, dua jenis tadi sudah disebut sub-spesies Macaca nigra nigra dan Macaca nigra nigrescens.

Dalam buku Primate Taxonomy tahun 2001, dipisahkan Macaca nigra (Minahasa-Mongondow) dan Macaca nigrescens (Mongondow-Gorontalo). Jadi, sejak saat itu, Macaca yang disebut dengan nama ilmiah C. niger dipisah menjadi 2 jenis, yakni M. Nigra dan M. Nigrescens. Yang pertama dinamakan Sulawesi crested-black macaques dan yang satunya lagi dinamakan Sulawesi Black Macaques.

“Di buku itu juga, M. hecki dipisahkan dari M. tonkena dan M. ochreata dipisahkan dari M. brunnescens. Dengan demikian, saat ini ada 7 jenis Macaca di Sulawesi, yakni nigra, nigrescens, hecki, tonkena, maura, ochreata dan brunnescens. Semuanya itu, oleh orang Manado disebut yaki,” tulis John dalam tulisan Panasnya Daging Yaki.

Sementara itu, daftar jenis flora dan fauna yang dilindungi di Indonesia dalam PP No.7/1999 mencantumkan jenis Cynopithecus niger, Macaca brunnescens, Macaca maura dan Macaca tonkena.

“Maka, yang dimaksud dengan Cynopithecus niger yang ditemukan di Minahasa, Bolaang Mongondow dan Gorontalo saat ini adalah Macaca nigra dan Macaca nigrescens, yang sama-sama diberi status kelangkaan kritis oleh IUCN.”


Sudah 8 Bulan, Bagaimana Proses Hukum Dosen Pengunggah Foto Pemburu Satwa Dilindungi? was first posted on August 21, 2015 at 2:42 am.

Wisata Terumbu Karang Belum Dimanfaatkan Maksimal. Kenapa?

$
0
0

Kekayaan bahari di Indonesia hingga saat ini masih belum dimanfaatkan dengan maksimal. Pemanfaatan hanya untuk keperluan eksplorasi perikanan dan kelautan saja, khususnya untuk perikanan tangkap. Padahal, kekayaan bahari sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk sektor lain, salah satunya adalah pariwisata.

Pariwisata bisa bergerak dengan leluasa untuk memanfaatkan keindahan alam beserta isinya yang ada di lautan luas. Di antara keindahan alam yang bisa dieksplorasi itu, adalah terumbu karang yang jumlahnya masih sangat banyak di Tanah Air.

Terumbu karang di perairan Sangalaki, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. kelestarian terumbu karang dunia, akan menyelamatkan 200 juta penduduk. Foto: The Nature Conservancy

Terumbu karang di perairan Sangalaki, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. kelestarian terumbu karang dunia, akan menyelamatkan 200 juta penduduk. Foto: The Nature Conservancy

Hal tersebut diakui sendiri oleh Direktur Jenderal Kelautan Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (P3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad di Jakarta, Kamis (20/08/2015). Menurutnya saat ini terumbu karang di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata.

“Hanya di beberapa wilayah saja, terumbu karang sudah bisa dimanfaatkan dengan baik dan menghasilkan devisa negara. Namun, selebihnya masih banyak terumbu karang yang belum dimanfaatkan untuk pariwisata,” ucap Sudirman Saad kepada Mongabay di Hotel Pullman, Jakarta.

Namun, menurut Sudirman, walau layak untuk dimanfaatkan sektor pariwisata, pemanfaatan terumbu karang harus tetap memperhatikan ekosistemnya. Sehingga, kelestarian terumbu karang ke depan bisa tetap terjaga dengan baik.

Regional Business Forum

Untuk mengembangkan terumbu karang sebagai destinasi wisata, Pemerintah Indonesia menggandeng enam negara tetangga yang tergabung dalam Coral Triangle Forum (CTF) Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon.  Diketahui, pada Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle) terdapat lebih dari 2.000 jenis  ikan  karang  dan  600  spesies  karang.

Menurut Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Dadang Rizki, saat ini sumbangsih terumbu karang untuk sektor pariwisata masih sangat rendah. ”Pariwisata bahari baru menyumbang 10 persen saja untuk kunjungan wisatawan. Dari persentase tersebut, hanya 15 persen yang melakukan wisata terumbu karang,” ujarnya.

Dengan kondisi tersebut, Dadang melihat Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga dalam pengembangan pariwisata terumbu karang. Kondisi itu harus segera diperbaiki karena pada 2020 Indonesia menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 20 juta orang.

Untuk bisa menggapai target tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah Indonesia menggagas pertemuan 4th Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF). Dari pertemuan yang akan digelar pada 27-29 Agustus mendatang di Nusa Dua, Bali itu, diharapkan ada hasil untuk mengembangkan pariwisata terumbu karang dengan tetap menjaga kelestariannya.

Acara CTI-CFF ke-4 bakal dihadiri Menteri Lingkungan dan Konservasi Papua Nugini dan Ketua Dewan Menteri CTI-CFF John Pundari, Menteri Pariwisata dan Budaya Malaysia Dato Seri Mohamed Nazri Abdul Aziz, Menteri Budaya dan Pariwisata Kepulauan Solomon Bartholomew Parapolo dan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert Blake, serta Ketua  Dewan Pariwisata Berkelanjutan Dunia dan Penasehat UNWTO, Luigi  Cabrini.

Dalam siaran persnya, Luigi Cabrini mengatakan  kawasan  Segitiga  Karang  memiliki  sumber  daya  laut  yang  luar  biasa.  “Di  antaranya  termasuk atraksi-atraksi  unik  yang  harus  kita  jaga  bersama  untuk  generasi  mendatang.  Pendekatan  nilai sosial, ekonomi dan  keberlanjutan lingkungan sangat baik untuk diterapkan  karena  tidak  hanya memberikan  manfaat  bagi  komunitas  lokal  dan  upaya  konservasi  namun  juga  membuka kesempatan pemasaran lokasi-lokasi wisata di kawasan ini seiring meningkatnya minat turis untuk berlibur di kawasan wisata yang ramah lingkungan,” kata Cabrini.

Kekayaan terumbu karang di perairan Desa Tumbak, Minahasa Utara, Sulut. Foto Yoan Parizot

Kekayaan terumbu karang di perairan Desa Tumbak, Minahasa Utara, Sulut. Foto Yoan Parizot

Sedangkan Direktur  Eksekutif Sekretariat Regional CTI-CFF, Widi  A.  Pratikto  mengatakan kegiatan  tersebut menjadi ajang bertemunya seluruh pemangku  kepentingan  termasuk  dari  sektor  swasta,  komunitas,  pemerintah  dan  lembaga swadaya masyarakat. “Forum ini memberikan ruang untuk menegaskan komitmen mereka terhadap praktik  pariwisata  bahari  yang  berkelanjutan. Regional Business Forum juga menjadi ajang bagi negara-negara anggota Segitiga Karang untuk memasarkan lokasi wisata mereka sebagai tujuan wisata dunia,” katanya.

Data  dari  World  Travel  and  Tourism  Council  menunjukkan  bahawa  industri  perjalanan  dan pariwisata  di enam  negara kawasan  Segitiga Karang telah  memberikan  dampak ekonomi  yang signifikan. Di tahun 2014, industri ini berkontribusi sebesar 58 miliar USD terhadap GDP di enam negara serta telah menyediakan lapangan kerja kepada lebih dari 5 juta orang. Diperkirakan sekitar 3 miliar USD pendapatan pariwisata bahari di kawasan Segitiga Karang didapat dari pertukaran mata uang di area tersebut.

Akan tetapi, walau pertemuan tersebut baru akan digelar, namun Indonesia sudah menyadari ada salah satu faktor penghambat lambatnya pemanfaatan terumbu karang untuk pariwisata. Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin, faktor utama yang menghambat hingga saat ini adalah masalah infrastruktur.

“Kita ini masih belum punya infrastruktur memadai di wilayah-wilayah yang punya terumbu karang. Hanya di beberapa wilayah saja yang sudah ada. Karenanya, kita akan programkan untuk pembangunan bandara, jalan raya, jaringan telekomunikasi dan yang lain,” jelas Safri.

Berdasarkan data dari CTI-CFF, saat ini wilayah yang mengalami peningkatan kunjungan wisman ke pot terumbu karang, adalah di Taman Nasional Komodo; Raja Ampat, Papua Barat; Wakatobi, Sulawesi Barat; dan Sabang, Aceh.

“Pengelolaan bisnis pariwisata yang baik akan berdampak pada pelestarian di kawasan Segitiga Karang dan itu membantu 120 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem di laut,” ungkap Direktur Eksekutif Coral Triangle Center Rili Djohani.

Kondisi Faktual

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat, kondisi terumbu karang (coral reef) di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Karena, dari semua wilayah perarian yang memilki terumbu karang, kondisinya saat ini banyak yang rusak.

Menurut LIPI, walau terus terjadi kerusakan, namun saat ini terumbu karang Indonesia tetap menjadi yang terkaya di dunia. Dengan luas 2,5 juta hektare, terumbu karang di Indonesia juga tercatat memiliki keragaman hayati tertinggi di dunia. Dari 750 jenis karang yang ada di Indonesia, LIPI mencatat seluruhnya merupakan bagian dari 75 marga terumbu karang dunia.

Terumbu Karang Kepulauan Komodo. Foto: Michael W. Ishak

Terumbu Karang Kepulauan Komodo. Foto: Michael W. Ishak

Selain mendominasi jenis terumbu karang di dunia, terumbu karang di Indonesia juga diketahui memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Itu diketahui dari keberadaan 2.500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan.

Tidak cukup disitu, identitas terumbu karang Indonesia di dunia semakin dikenal karena keberadaannya menjadi bagian dari coral triangle atau segitiga karang dunia yang melipti enam negara, yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

Di antara wilayah perairan yang memiliki terumbu karang banyak adalah Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat. Menurut kajian ekologi yang dilakukan The Nature Conservancy (TNC) pada 2002, di perairan Raja Ampat terdapat sedikitnya 537 jenis karang dan 1074 jenis ikan. Catatan tersebut menasbihkan Raja Ampat menjadi kepulauan yang mengoleksi jenis terumbu karang terbanyak di dunia.

Selain Raja Ampat, wilayah lain di Indonesia yang dikenal karena reputasi terumbu karangnya, adalah Kepulauan Derawan (Kalimantan Timur), Pulau Banda (Maluku), Nusa Penida (Bali), Pulau Komodo (Nusa Tenggara Timur), Bunaken (Sulawesi Utara), Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Teluk Cendrawasih (Papua).

 


Wisata Terumbu Karang Belum Dimanfaatkan Maksimal. Kenapa? was first posted on August 21, 2015 at 7:18 am.

Ini Penyebab Kawanan Paus Yang Mati di Bali Utara

$
0
0

Terdamparnya dan matinya dua paus jenis Curvier Beaked atau paus panjang di kawasan laut Bali Utara, hingga kini belum diketahui penyebabnya. Namun dugaan, paus panjang tersebut terdampar dan mati dikarenakan mengalami decompression stop.

‘’Kami belum bisa mengungkap penyebab kematian paus jenis Curvier Beaked tersebut. Karena hasilnya dari laboratorium belum turun,’’demikian ungkap Permana Yudistira, Kepala Seksi Program dan Evaluasi, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan (BPSPL KKP) kepada wartawan, Rabu (19/08/2015) disela-sela kegiatan mengunjungi lokasi Kima Garden di kawasan Nusa Dua, Bali.

Seekor paus Cuvier Beaked panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu paus tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Seekor paus Cuvier Beaked panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu paus tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Permana menjelaskan paus ini sangat peka terhadap sonar yang dipancarkan di dalam laut. Pada saat itu, kawasan laut Jawa – Bali sedang berlangsung latihan militer anti kapal selam antara US Navy dengan TNI AL Indonesia. Diperkirakan latihan militer tersebut mengeluarkan sonar yang bisa mengacaukan orientasi mamalia laut tersebut.

‘’Kemungkinan saja saat kawanan hewan mamalia ini melintas di perairan Bali Utara mereka justru menghindari gelombang sonar dan akhirnya muncul ke permukaan dengan cepat,” ungkapnya.

Dia menjelaskan tidak hanya manusia yang bisa mengalami decompression stop akibat aktivitas penyelaman  di laut dalam, tetapi hewan-hewan yang hidup di air pun mengalami hal yang sama. “Kemungkinan pembuluh darahnya pecah akibat terkena decompression stop,” tambahnya.

Dari beberapa ekor mamalia yang mati dan bisa diambil sampelnya, satwa laut yang bisa menyelam hampir 3000 meter ini tidak ditemui luka akibat kena jaring atau luka cacat lainnya. ‘’Hanya ada luka karena terkena batu karang,’’jelas Permana.

Namun karena team BPSPL KKP datang ke lokasi lebih dari 8 jam, akhirnya mereka hanya cukup memperoleh sampel. ‘’Sebenarnya hasilnya bisa didapat dengan cepat bila matinya binatang mamalia tersebut kurang dari 8 jam. Kami bisa langsung melakukan nekropsi atau otopsi dan bisa tahu penyebabnya Tapi karena kami datang sudah lewat dari delapan jam akhirnya kami harus membawa ke laboratorium untuk memastikan penyebabnya,” katanya.

‘’Kami dapat informasi ketika hewan tersebut sudah dikubur. Jadi kami gali kembali untuk mendapatkan sample daging sayap dan dada,” tambahnya.

Seekor paus Cuvier Beaked panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu paus tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Seekor paus Cuvier Beaked panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015) kemarin. Nelayan berusaha membantu paus tersebut kembali ke laut lepas. Foto : Alit Kertaraharja

Paus Curvier Beaked yang ditemukan oleh Curvier 1823 ini habitatnya disepanjang laut yang memiliki suhu hangat, yaitu  di katulistiwa antara 23 derajat lintang utara dan 23,5 derajat lintang selatan.

Kawanan hewan ini sering melintasi selat Makasar hingga Selat Lombok mengikuti arus lintas Indonesia. Sekitar 7 Agustus lalu, tercatat lebih dari 5 paus panjang melintasi kawasan perairan Bali Utara. Dari jumlah tersebut beberapa terdampar, dua diantaranya mati, yaitu di kawasan pantai Lovina dengan panjang 4,25 meter dan di perairan Temukus, Kecamatan Banjar panjang mencapai 4,5 meter.

Sebelumnya, seekor paus Curvier Beaked panjang 4 meter berbobot berat 1 ton terdampar dan lemas di pinggir Pantai Penimbangan,Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pada Jumat (07/08/2015). Paus tersebut berhasil diselamatkan dengan dihalau ke laut lepas. Kemungkinan besar, dua paus curvier yang mati di pesisir Bali Utara ini merupakan satu kawanan paus yang sama dengan yang sempat tedampar di pantai Panimbangan.

 


Ini Penyebab Kawanan Paus Yang Mati di Bali Utara was first posted on August 22, 2015 at 1:41 am.

Festival Nusantara, Meneguhkan Posisi Masyarakat Adat

$
0
0

Suasana berbeda terasa di lereng Gunung Batur, Bali. Lereng gunung berbatu berjarak 2 jam perjalanan dari Denpasar yang biasa lengang itu, mendadak meriah dengan puluhan tenda warna-warni maupun hijau tentara.

Di salah satu tempat, berdiri panggung terbuka. Latar belakangnya Gunung Batur setinggi 1.717 meter dari permukaan laut. Di panggung itu, tiap malam hingga 17 Agustus nanti, berlangsung pentas musik dari berbagai daerah di Nusantara.

Salah satu ritual adat yang digelar dalam Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali pada awal Agustus 2015. Festival untuk memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) diikuti Sekitar 150 perwakilan masyarakat adat dari 21 provinsi di Nusantara. Foto : Anton Muhajir

Salah satu ritual adat yang digelar dalam Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali pada awal Agustus 2015. Festival untuk memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) diikuti Sekitar 150 perwakilan masyarakat adat dari 21 provinsi di Nusantara. Foto : Anton Muhajir

Namun, yang lebih penting adalah diskusi tentang posisi masyarakat adat, sebagai bagian penting dalam Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali.

Penyelenggaraan  Festival Nusantara itu untuk memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS), dibuka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya hadir mewakili Presiden Joko Widodo pada minggu pertama Agustus 2015.

Hadir pula Pelapor Khusus PBB untuk Hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Carpuz, Gubernur Bali Made Mangku Pastika, dan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan. Sekitar 150 perwakilan masyarakat adat dari 21 provinsi di Nusantara hadir dalam kegiatan tersebut.

Dalam sambutan yang dibacakan Siti Nurbaya, Presiden Jokowi mengatakan tetap berkomitmen membentuk Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat sebagai upaya menjembatani rekonsiliasi antara negara dan masyarakat adat. Saat ini pemerintah masih terus menyelaraskan pembentukan Satgas tersebut dengan sejumlah kementerian terkait.

Pemerintahan sedang mencari formulasi tepat pembentukan satgas. Menurut Siti, pemerintah juga terus melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian maupun lembaga terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan pemerintah daerah.

Komitmen Jokowi tersebut disambut baik oleh kalangan masyarakat adat. Sekjen AMAN, Abdon Nababan mengatakan masyarakat adat menginginkan pembentukan Satgas secepatnya. Jika masih belum terbentuk juga, kehidupan masyarakat adat akan terus mengalami kriminalisasi. Namun, di sisi lain, AMAN juga menyadari pembentukan Satgas Masyarakat Adat masih harus ada koordinasi dan penyelarasan. “Jadi kami tetap akan mendorongnya,” katanya.

Salah satu peserta pameran masyarakat adat dalam Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali pada awal Agustus 2015. Festival untuk memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) diikuti Sekitar 150 perwakilan masyarakat adat dari 21 provinsi di Nusantara. Foto : Anton Muhajir

Salah satu peserta pameran masyarakat adat dalam Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali pada awal Agustus 2015. Festival untuk memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) diikuti Sekitar 150 perwakilan masyarakat adat dari 21 provinsi di Nusantara. Foto : Anton Muhajir

Pelapor Khusus PBB untuk Hak-hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Carpuz menyatakan hal serupa. Menurut Victoria, pembentukan Satgas Masyarakat Adat adalah langkah pertama untuk mendorong kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat.

Tidak hanya dari sisi sosial dan adat, pembentukan satgas itu juga penting dari perspektif lingkungan. Bagi Indonesia, masyarakat adat yang setia menjaga kelestarian hutan, berperan penting juga terkait upaya menurunkan gas emisi karbon.

Peta Wilayah Adat

Untuk memperkuat posisi masyarakat adat, pada hari kedua festival, perwakilan masyarakat adat juga menyerahkan peta adat kepada pemerintah. Penyerahan dilakukan oleh tiga pihak yaitu Abdon Nababan (Sekjen AMAN), Kasmita Widodo (Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat), dan Deny Rahardian (Direktur Eksekutif Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif). Peta diterima Wiratno, Dirjen Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial KLHK mewakili pemerintah.

Penyerahan peta wilayah adat di Kintamani merupakan tahap keempat dari proses-proses yang sudah dilakukan. Penyerahan 604 peta wilayah adat itu total luasnya 6,8 juta hektar. “Selanjutnya ini bukan hanya milik KLHK. Kami berharap peta ini menjadi milik pemerintah dan sebagai rujukan dalam upaya penguatan masyarakat adat untuk menyelesaikan konflik,” kata Widodo.

Penyerahan pertama peta dilaksanakan pada Oktober 2012, kepada  Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Badan Informasi Geospasial seluas 2,4 juta hektar. Penyerahan kedua dilakukan pada 2013 seluas 2,6 juta hektar kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan. Adapun pada 2014, peta wilayah adat yang diserahkan seluas 4,8 juta hektar.

Peta sebaran masyarakat adat di Indonesia. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyerahkan peta adat hasil proses pemetaan partisipatif  kepada pemerintah dalam acara Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali pada awal Agustus 2015. Sumber : AMAN

Peta sebaran masyarakat adat di Indonesia. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyerahkan peta adat hasil proses pemetaan partisipatif
kepada pemerintah dalam acara Festival Nusantara di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali pada awal Agustus 2015. Sumber : AMAN

Menurut Abdon penyerahan peta wilayah adat tersebut sangat penting untuk meneguhkan posisi masyarakat adat. Saat ini, menurutnya, sekitar 70-80 persen wilayah adat sudah dipenuhi izin-izin usaha karena mudahnya pemberian izin oleh pemerintah. “Wilayah adat kita dengan mudahnya oleh pejabat Pemerintah Pusat diberi izin kepada berbagai pihak. Ini tantangan yang akan kita urus bersama bagaimana dengan izin yang sudah masuk,” kata Abdon.

Abdon menambahkan peta telah menjadi bagian penting dalam penjajahan. Dia menyebutkan contoh para pelaut Eropa, Spanyol dan Portugis yang menjelajahi negeri-negeri baru dan menyatakan bahwa negeri yang mereka temukan ada di bawah kekuasaan kerajaan. “Apa yang mereka bawa bersama mereka adalah tukang gambar atau tukang peta,” ujarnya.

Daerah baru yang ditemukan dan digambar itu kemudian menjadi wilayah jajahan Spanyol atau Portugis.

Belanda yang menjajah Indonesia memiliki doktrin yang kurang lebih sama dengan negara Eropa lainnya. “Domein Verklaring” menyatakan semua tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya adalah tanah negara. Pembuktian kepemilikan itu harus sesuai hukum penjajah.

“Itulah yang kemudian ingin dikoreksi oleh konstitusi kita. Ikhtiar konstitusi kita adalah menghapuskan doktrin itu sebagaimana disebut dalam UU Pokok Agraria,” ujarnya.

“Karena itulah maka masyarakat adat secara konstitusional harus diakui dan dihormati negara. Dalam konteks tanah ditegaskan lagi dalam UU Pokok Agraria,” tambahnya.

Festival Nusantara menjadi momen untuk mempertegas posisi masyarakat adat tersebut.

Meskipun demikian, Festival Nusantara tak hanya tentang persoalan adat tapi juga spiritual. Festival dengan tema Merayakan Peradaban Matahari itu juga menjadi momen perayaan kegiatan-kegiatan spiritual. “Karena persoalan lingkungan kan sangat terkait juga dengan spiritual,” kata Jero Gede Tindih, pemangku Desa Songan, Kintamani yang turut dalam festival tersebut.

Festival Nusantara sendiri dimeriahkan dengan pentas seni, budaya, dan bela diri dari masyarakat adat. Ada pula workshop, malam budaya, pameran produk nusantara, dan pemutaran film. Festival ditutup pada 17 Agustus melalui Deklarasi untuk Tanah Airyang melibatkan seluruh peserta, para pegiat seni, serta undangan dan simpatisan.

 


Festival Nusantara, Meneguhkan Posisi Masyarakat Adat was first posted on August 23, 2015 at 1:35 am.
Viewing all 2538 articles
Browse latest View live