Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 2538 articles
Browse latest View live

Seribu Penari Rejang Menari Untuk Menjaga Laut Nusa Penida

$
0
0

Sekitar 1000 orang perempuan warga Pulau Nusa Penida, Bali berkumpul di di kawasan pasang surut antara Pulau Nusa Lembongan dan Ceningan, Kabupaten Klungkung, Bali  menghaturkan tarian untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi.

Sesaat menjelang tarian sakral usai, seorang perempuan yang menari di barisan belakang berteriak memecah keheningan, rebah, dan segera dibopong seorang penjaga menjauh.

Sekitar 1000 perempuan warga Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali menghaturkan tarian Rejang untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Tarian itu sebagai bagian dari Nusa Penida Festival dengan salah satu tujuan untuk menjaga pesisir dan laut pulau tersebut. Foto : Luh De Suriyani

Sekitar 1000 perempuan warga Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali menghaturkan tarian Rejang untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Tarian itu sebagai bagian dari Nusa Penida Festival dengan salah satu tujuan untuk menjaga pesisir dan laut pulau tersebut. Foto : Luh De Suriyani

Beberapa detik kemudian diikuti seorang perempuan lain. Berteriak lebih kencang. “Dewa Baruna, Dewa Baruna, ampura,” suaranya bergetar sambil membanting tubuh dan memejamkan mata. Ia minta maaf pada sang penguasa laut.

Wanita itu, Made Wati, mengalami kerasukan (trance) atau kerauhan dalam bahasa Bali. Seorang yang kerauhan diyakini mendapat energi atau spirit dari dewa-dewa untuk menyampaikan sesuatu pada masyarakat. Kali ini mengingatkan tentang laut.

Upacara Mulang Pakelem atau melarung sesaji ke laut ini dilengkapi dengan persembahan Tari Rejang oleh 1000 anak-anak, remaja, dan ibu-ibu dari seluruh desa di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Rejang biasanya hanya ditarikan remaja untuk menyambut kehadiran dewa-dewi dalam perhelatan ritual.

Upacara yang bertepatan dengan Tumpek Kandang, upacara penghormatan pada binatang dalam agama Hindu di Bali ini bagian dari rangkaian Nusa Penida Festival yang dilaksanakan pemerintah dan warga setempat.

Seribuan perempuan mengikuti persembahan Tari Rejang di Pulau Nusa Penida, Klungkng, Bali untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Foto : Luh De Suriyani

Seribuan perempuan mengikuti persembahan Tari Rejang di Pulau Nusa Penida, Klungkng, Bali untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Foto : Luh De Suriyani

Setelah Wati, satu demi satu penari lain kerauhan. Menyebar di tiap barisan yang ditata seperti sembilan penjuru mata angin mengarah ke lingkaran penari di tengah-tengah. Jadilah terdengar teriakan di tiap penjuru. Tak hanya penari, juga penonton perempuan lain.

Suasana mencekam. Panitia meminta semua penari duduk tenang sembari menunggu pemangku atau pemimpin upacara memercikkan tirta atau air suci ke mereka yang kerauhan. Beberapa harus dibopong mendekati pusat ritual karena mereka ingin menari dalam kondisi trance dan menyampaikan pesan-pesan sang Baruna.

Salah seorang penari mengalami kerasukan (trance) saat dilakukan Tari Rejang Tari Rejang di Pulau Nusa Penida, Klungkng, Bali untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Foto : Luh De Suriyani

Salah seorang penari mengalami kerasukan (trance) saat dilakukan Tari Rejang Tari Rejang di Pulau Nusa Penida, Klungkng, Bali untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Foto : Luh De Suriyani

Beberapa saat setelah sebagian penari sudah agak tenang, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta mengambil pengeras suara. Ia barangkali terpengaruh dengan apa yang disampaikan oleh penari ketika kerauhan.

“Momentum Mulang Pakelem dan Rejang ini mengingatkan kita. Jangan memainkan laut sewenang-wenang, mari jaga. Nusa Penida itu blue paradise, sumber kehidupan yang harus dijaga,” katanya bersemangat.

Ia mengaku merasakan bentang alam berubah cepat. “Di masa kecil, tempat bermain tak seorisinal dulu. Mari tancapkan komitmen menjaga laut jangan sampai rusak dan menyesal seumur hidup,” Suwirta berkata di ujung pengeras suara.

Pria asal Nusa Lembongan ini meyakini laut karena sumber kehidupan dan andalan wisata. Laut rusak maka wisatawan akan minggat tak lagi mengunjungi.

Festival ini perhelatan kedua setelah pernah diselenggarakan di Pulau Nusa Penida. Di kawasan ini ada tiga gugusan pulau yang berada di tenggara Pulau Bali. Kawasan ini sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada tahun lalu.

Perairan Nusa Penida yang juga meliputi Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan ini memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan hampir 150 hektar terumbu karang dengan 296 jenis karang.

Anak-anak mengangkat ogoh-ogoh dalam Nusa Penida Festival yang digelar di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Nusa Penida Festival dengan salah satu tujuan untuk menjaga pesisir dan laut pulau tersebut. Foto : Luh De Suriyani

Anak-anak mengangkat ogoh-ogoh dalam Nusa Penida Festival yang digelar di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali pada Sabtu (03/10/2015) pagi. Nusa Penida Festival dengan salah satu tujuan untuk menjaga pesisir dan laut pulau tersebut. Foto : Luh De Suriyani

Kawasan ini termasuk global triangle center dengan 576 jenis ikan, 5 di antaranya jenis baru. Area ini menjadi cleaning station ikan mola-mola atau sunfish. Penetapan ini bagian dari target 20 juta kawasan konservasi laut nasional sampai 2020.

Penetapan KKP ini melalui proses panjang hingga keluar Keputusan Bupati Klungkung tentang pengesahan dokumen rencana pengelolaan jangka panjang 20 tahun dan zonasi KKP Nusa Penida.

Meliputi kawasan seluas lebih 20 ribu hektar. Zona inti ditetapkan hampir 500 ha, zona perikanan berkelanjutan hampir 17 ribu ha, dan zona budidaya rumput laut 464 ha. Juga ada zona pariwisata bahari sekitar 1200 ha, dan lainnya.

Menteri Pariwisata Arif Yahya yang membuka festival tahun ini mendukung slogan blue paradise yang digagas warga dan  Pemkab Klungkung. Menurutnya surga biru relevan dengan jargon blue economy untuk mendorong potensi bahari.

“Pengembangan ekonomi budaya dan alam bisa menyejahterakan jika dilestarikan. Terumbu karang paling gampang dibom lalu dijual tapi harganya murah. Kalau dibiarkan di laut nilainya 10 kali lipat,” ia mencontohkan.

Nusa Penida Festival bertema bahari ini memperlihatkan bagaimana warga mendokumentasikan pesisir dan potensi lautnya melalui foto, lomba kapal layar, lomba mengikat rumput laut bagi petani, transplantasi karang, penanaman bakau, dan lainnya.

Selain itu, memadukannya dengan kesenian tua di Nusa Penida yang sangat banyak memiliki kesenian sakral yang khas. Misalnya ada Sanghyang Jaran dan Baris Jangkang yang juga lekat dengan spirit bahari di masa lalu.

Untuk mendekatkan isu konservasi lingkungan ini pada generasi kini, ada parade ogoh-ogoh (boneka raksasa dari kain atau bahan lain) berbentuk fauna dilindungi dan menjadi daya tarik di Nusa Penida. Misalnya Mola-mola, Pari Manta, Penyu, dan lainnya. Setelah diarak remaja saat parade, ogoh-ogoh ini juga menarik perhatian bayi dan anak-anak yang memainkannya dan berusaha ikut mengangkat sambil bersorak.


Seribu Penari Rejang Menari Untuk Menjaga Laut Nusa Penida was first posted on October 5, 2015 at 12:16 am.

Benahi Sektor Kelautan untuk Kedaulatan Pangan Nasional

$
0
0

Perubahan iklim yang terjadi d dunia saat ini menjadi masalah serius yang dialami negara-negara di seluruh benua. Tak terkecuali, bagi Indonesia yang letaknya tepat di ekuator. Perubahan iklim, tak hanya mengancam keberlangsungan alam saja, tapi juga ikut mengancam keberlangsungan manusia dan makhluk hidup lain yang ada diatas bumi.

Demikian kesimpulan yang muncul dalam lokakarya “Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan di Indonesia” yang dilaksanakan Senin (5/10/2015) di Hotel Aryaduta, Jakarta. Hadir dalam lokakarya tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Pertanian IPB Prof Dwi Andreas Santoso; Dodo Gunawan Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG; Alan Koropitan Pakar Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB; dan Perdinan Pakar Ekonomi Penilaian Informasi Iklim IPB.

Kapal-kapal nelayan di Roban, Kabupaten Batang, Jateng terparkir tak bisa melaut karena musim ekstrem. Foto : Tommy Apriando

Kapal-kapal nelayan di Roban, Kabupaten Batang, Jateng terparkir tak bisa melaut karena musim ekstrem. Foto : Tommy Apriando

Salah satu panelis, Alan Koropitan, menyoroti bagaimana perubahan iklim ikut mempengaruhi peta kelautan dan perikanan di Indonesia, serta dunia pada umumnya. Menurutnya, semua itu berawal dari kurangnya validitas informasi tentang perubahan iklim.

“Kita siap-siap saja dengan kondisi yang semakin memburuk dan siap-siap saja untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut,” ungkap Alan.

Dia menerangkan, di antara dampak buruk yang dirasakan Indonesia akiibat perubahan iklim, adalah saat badai tropis terjadi. Walau badai tersebut secara resmi tidak akan pernah muncul di Tanah Air, tetapi ekor dari badai tersebut akan terasa di Indonesia.

“Beberapa waktu lalu, perairan di sekitar selat Sunda merasakannya. Itu harus diwaspadai,” tutur dia. Perlunya peningkatan kewaspadaan, karena itu berdampak buruk pada kehidupan nelayan di sekitar perairan tersebut.

Tidak hanya itu, Alan menyebutkan, perubahan iklim yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ikut mengubah peta wilayah perikanan di Indonesia. Saat ini,  wilayah perairan di selatan Pulau Kalimantan dan selatan Pulau Jawa menjadi wilayah perairan yang paliang banyak mengalami kerusakan.

Penyebabnya, karena hutan mangrove di dua wilayah perairan itu sudah semakin menyusut dan pada saat bersamaan ikan terus diburu untuk ditangkap.”Sementara, rekrutmen ikan-ikan baru dari pesisir juga tidak banyak. Kondisi itu semakin parah karena ada pembukaan lahan gambut di wilayah selatan Pulau Kalimantan,” papar dia.

El Nino

Salah satu bukti bahwa perubahan iklim sedang terjadi, adalah munculnya femonena cuaca El Nino. Di Indonesia, El Nino diprediksi akan berakhir pada awal November mendatang atau sekitar sebulan lagi dari sekarang.

“Tetapi, ada kesalahan informasi yang beredar di Indonesia sekarang. Hampir semua orang mengetahui kalau El Nino itu akan meningkatkan produksi ikan hingga berlipat-lipat. Itu benar, tapi faktanya tidak terjadi di semua wilayah peraira Indonesia,” jelas Alan.

Selain faktor El Nino, fakta lain yang ikut mengubah peta wilayah perikanan Indonesia, adalah munculnya konflik yang melibatkan pengusaha dan masyarakat. Konflik tersebut muncul karena memperebutkan wilayah perairan yang menjadi sumber perikanan.

“Itu faktonya saja. Semua intinya harus diliakukan perubahan, salah satunya dengan restorasi ekosistem pesisir. Jadi walau ada perubahan iklim, pesisir tetap bisa menjadi tempat rekrutmen ikan-ikan baru,” tandas dia.

Sementara itu Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Dodo Gunawan menungkapkan, perubahan iklim yang terjadi saat ini memang sudah semakin meningkat. Kondisi itu, salah satunya diperlihatkan dengan hadirnya El Nino.

“El Nino ini untuk ketahanan pangan akan sangat mengganggu sekali, khususnya untuk beras. El Nino akan menyebabkan kekeringan lahan pertanian dan itu akan menghambat produksi beras. Belum lagi yang lainnya,”cetus dia.

 El-Nino telah menyebabkan  kekeringan hingga  warga gagal panen atau tak bisa menanam di Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Tommy Apriando

El-Nino telah menyebabkan kekeringan hingga warga gagal panen atau tak bisa menanam di Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Tommy Apriando

Menurut Dodo, mempertahankan ketahanan pangan di tengah peningkatan perubahan iklim memang menjadi perhatian utama Pemerintah Indonesia saat ini. Untuk itu, dikeluarkan regulasi untuk melindungi ketersediaan pangan, khususnya beras.

“Seperti Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional. Memang, perubahan iklim sudah terjadi dan manusia harus melakukan adaptasi. Inilah salah satu bentuk adaptasi itu,” papar dia.

Pendapat yang sama juga diungkapkan Prof Dwi Andreas Santoso. Menurutnya, perubahan iklim yang terjadi sekarang harus bisa disikapi dengan sangat bijak oleh semua pihak. Dia memandang, perubahan iklim jangan sampai membuat Indonesia terpuruk.

“Ketahanan pangan itu penting. Bagaimana Indonesia bisa bertahan di tengah iklim yang berubah ini. Itu langkah yang harus dipikirkan oleh semua pihak,” tandas dia.


Benahi Sektor Kelautan untuk Kedaulatan Pangan Nasional was first posted on October 6, 2015 at 2:19 am.

Mulai Pekan Depan, Kapal Pelaku IUU Fishing Akan Langsung Ditenggelamkan

$
0
0

Sebanyak 16 kapal perikanan ilegal (illegal, unreported, unregulated / IUU fishing) yang ditangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama TNI Angkatan Laut dipastikan akan ditenggelamkan pekan depan. Walaupun, ke-16 kapal tersebut proses hukumnya masih terus berjalan.

Kepastian itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepada wartawan, Selasa (06/10/2015). Menurutnya, meski saat ini belum ada kepastian jadwal penenggelaman kapal-kapal tersebut, namun dia meminta maksimal pada pekan depan sudah dilaksanakan.

“Kita memang tidak mau menunggu proses hukum lagi. Sekarang sudah saatnya setiap kapal yang masuk teritori kita tanpa izin dan atau melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, maka itu akan ditenggelamkan,” ujar Susi.

Kapal yang mencuri ikan diledakkan di  Perairan Belawan pada Selasa, 18 Agustus 2015. Foto:  Ayat S Karokaro

Kapal yang mencuri ikan diledakkan di Perairan Belawan pada Selasa, 18 Agustus 2015. Foto: Ayat S Karokaro

Dasar hukum untuk melaksanakan penenggelaman sendiri, menurut dia, adalah Undang-Undang Nomor 45/2009 tentang Perikanan. Merujuk pada UU tersebut, KKP bersama TNI AL bisa langsung melaksanakan eksekusi penenggelaman kapal jika minimal sudah memiliki dua bukti yang kuat.

“Bukti ini kan sudah jelas dan kuat. Mereka melanggar aturan teritori kita dan mereka juga terbukti sudah mengambil ikan di wilayah perairan kita. Itu juga sudah jelas karena saat ini nelayan asing dilarang untuk mengambil ikan di Indonesia,” tutur Susi.

Karena sudah memiliki dasar hukum yang kuat, perempuan pemilik maskapai perintis Susi Air itu memutuskan untuk langsung memotong kompas birokasi. Sebelumnya, penenggelaman kapal harus dilakukan setelah keluar keputusan pengadilan, tapi sekarang itu tidak berlaku lagi.

“Ya tidak apa-apa kalau memang pemilik kapal-kapal tersebut mengajukan gugatan hukum, toh kapalnya kan sudah ditenggelamkan,” sambung Susi.

Adapun, 16 kapal yang akan ditenggelamkan pekan depan, di antaranya terdiri dari 7 (tujuh) kapal berasal dari Vietnam, yakni KG 9352 TS, KG 91490 TS, KG 9387 TS, KG 93577 TS, KM. BV 9980 TS, KM. BV 9952 TS, KM. BV9261 TS. Kapal-kapal tersebut berukuran 88 gross tonnage (GT) hingga 139 GT.

Kemudian, ada dua kapal berbendera Indonesia, yaitu KM Ethan Gofir-02 dan KM Bintang Terang. Keduanya berukuran 23 GT dan 11 GT. Menurut Susi, walau ukuran dua kapal Indonesia lebih kecil, tapi tetap ditangkap karena terbukti melakukan pencurian ikan.

Selain itu, kapal yang akan ditenggelamkan juga termasuk 4 (empat) kapal asal Filipina yang ditangkap TNI AL. Keempatnya adalah KM. F/B RELL-RENN-8, KM. F/B RELL/RENN-6, KM. F/B LB C-N-C dan KM. F/B RR-8A. Keempatnya memiliki ukuran dari 14 GT hingga 54 GT.

“Selain itu ada tiga kapal yang bendera Indonesia, diantaranya KM. Berkat Anugerah 01 ukuran 195 GT, KM. Mitra Bahari 11 ukutan 102 GT dan KM. Tenggiri 15 ukuran 33 GT. Jadi 4 kapal ini masih berbendera Filipina, dan 3 sudah berbendera Indonesia namun benderanya ya bendera abal-abal saja,” tandas Susi.

PN Sabang Tolak Silver Sea 2

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanudin mengungkapkan, Pengadilan Negeri (PN) Sabang, Provinsi Aceh pada Senin (05/10/2015) resmi menolak gugatan praperadilan yang diajukan kapal asal Thailand Silver Sea 2 (SS2).

Kapal Silver Sea 2 asal Thailand ini ditangkap oleh KRI Teuku Umar, Kamis (13/8/2015) dini hari. Foto : Junaidi Hanafiah

Kapal Silver Sea 2 asal Thailand ini ditangkap oleh KRI Teuku Umar, Kamis (13/8/2015) dini hari. Foto : Junaidi Hanafiah

Asep menjelaskan, dalam amar putusan yang dikeluarkan tersebut, PN Sabang menolak permohonan Supachai Singkalvanch, kuasa hukum Direktur Silver Sea Reefer Co.Ltd, Mr Venus Pomprarest yang ditujukan kepada Pemerintah RI cq. Mabes AL RI cq.Panglima Armabar cq. Danlanal Sabang.

“Gugatan diajukan karena kita dianggap telah melakukan penangkapan, penahanan dan penyitaan dokumen kapal tidak sesuai koridor hukum,” ungkap Asep.

Selain putusan praperadilan yang ditolak, PN Sabang juga masih memproses gugatan praperadilan yang diajukan kapal SS2 terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan cq. Dirjen PSDKP cq. Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belawan.

Sementara itu Deputi Kedaulatan Maritim dan Sumber Daya Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegrogeseno mengungkapkan, gugatan praperadilan yang dilakukan kapal SS2 merupakan hal yang wajar. Namun, gugatan tersebut tetap tak mempengaruhi proses hukum yang sedang dilaksanakan kapal tersebut karena melakukan pelanggaran.

“Tidak ada masalah kalau memang ada gugatan. Namun, mereka sudah bersalah. Karenanya, kalau nanti ada kasus serupa, langkah yang bisa ditempuh yang kirim saja dulu kapalnya ke dasar laut alias ditenggelamkan,” papar dia.


Mulai Pekan Depan, Kapal Pelaku IUU Fishing Akan Langsung Ditenggelamkan was first posted on October 7, 2015 at 12:07 am.

Miris… Satwa Dilindungi Makin Habis Karena Dikonsumsi

$
0
0

Indonesia dilimpahi keanekaragaman hayati flora dan faunanya. Banyak sekali jenis hewan dan tumbuhan eksotis yang hanya ada di negara khatulistiwa ini. Tetapi makin banyak pula yang terancam punah. Tidak terkecuali satwa eksotis dan endemik di Sulawesi Utara, seperti monyet hitam Sulawesi (yaki/Macaca nigra), tarsius, kuskus dan ular piton.

Satwa-satwa tersebut masih banyak diburu untuk dijadikan satwa peliharaan. Tetapi tidak hanya itu, ternyata ada satu kebiasaan khas masyarakat di Sulut yang menyebabkan tingginya perburuan tersebut, yaitu perilaku mengkonsumsi satwa liar.

Daging yaki siap dimasak untuk konsusmi. Foto : Facebook PPST

Daging yaki siap dimasak untuk konsusmi. Foto : Facebook PPST

Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) Sulut menyebutkan populasi yaki menurun 80 persen dalam 30 tahun terakhir. Diyakini, penyebabnya adalah pengrusakan habitat serta tingginya tingkat konsumsi. Intervensi manusia tadi berdampak pula kepunahan populasi anoa dan babirusa di Sulawesi Utara.

“Terakhir anoa dan babirussa masih bisa dijumpai sekitar tahun 1990-an. Kepunahan anoa dan babirusa di Sulawesi Utara ini akibat tinginya tingkat perburuan. Anoa dan babirusa masih dapat ditemui di area hutan Nantu, Gorontalo, namun di sana mereka masih terancam perburuan untuk dibawa dan di jual di pasar-pasar tradisional di Sulawesi Utara,” tulis Billy Gustafianto, Staff Education and Information dalam rilis yang diterima Mongabay pada Senin (5/10/2015).

“Salah satu satwa endemik Sulawesi Utara yaitu tarsius siau bahkan masuk dalam daftar 25 primata paling terancam di dunia, akibat tingginya tingkat perburuan untuk dikonsumsi sebagai cemilan sambil minum minuman keras,” tambah dia.

Satwa lainnya yang juga sering diburu untuk dikonsumsi memang belum dilindungi oleh hukum Indonesia. Tetapi, masih dikatakan Billy, menangkap satwa liar di alam secara terus menerus juga merupakan ancaman serius.

Ia khawatir, penurunan populasi satwa liar turut berdampak pada kehidupan manusia. Sebab, setiap jenis satwa liar diketahui memiliki peran ekologis untuk menjaga keseimbangan alam.

Daging yaki dijual di Pasar Tondano, Sulawesi Utara. Foto: dari Facebook PPST

Daging yaki dijual di Pasar Tondano, Sulawesi Utara. Foto: dari Facebook PPST

Padahal, menurut Billy, perilaku konsumsi satwa liar sebenarnya membahayakan bagi masyarakat. Karena, daging satwa liar mengandung berbagai bakteri dan parasit yang dapat membahayakan kesehatan. Ia menyebut sejumlah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan pada manusia, seperti hepatitis, rabies, infeksi cacing, dan lain sebagainya.

“Ada banyak jenis satwa liar yang populasinya menyusut drastis dan semakin terancam punah, sehingga negara pun memberlakukan sejumlah peraturan untuk melindungi mereka. UU No 5 Tahun 1990, pasal 22, memaparkan larangan berburu, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam PP No 7 tahun 1999. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya peraturan-peraturan ini.”

Kampanye cinta satwa dalam rangka peringatan Hari Satwa Sedunia di Tondano, Minahasa, Sulut pada Minggu (04/10/2015) yang dilakukan aktivis pecinta satwa Sulut. Kampanye bertema “Mari Torang Sayang Deng Peduli: Jaga Bae-Bae Kong Jang Makang”. Foto : PPST

Kampanye cinta satwa dalam rangka peringatan Hari Satwa Sedunia di Tondano, Minahasa, Sulut pada Minggu (04/10/2015) yang dilakukan aktivis pecinta satwa Sulut. Kampanye bertema “Mari Torang Sayang Deng Peduli: Jaga Bae-Bae Kong Jang Makang”. Foto : PPST

Oleh karena itu, PPST bersama dengan aktivis pecinta satwa di Sulut seperti Animal Friends Manado Indonesia (AFMI), JAR Entertain, Komunitas Toudano Minahasa mengadakan kampanye cinta satwa.

Kampanye dalam rangka peringatan Hari Satwa Sedunia digelar pada Minggu (04/10/2015) dilakukan dalam bentuk pawai, teatrikal hingga pertunjukan musik yang menyuarakan rasa cinta pada satwa. Kampanye yang dipusatkan di Tondano, kabupaten Minahasa ini, mengusung tema “Mari Torang Sayang Deng Peduli: Jaga Bae-Bae Kong Jang Makang”.

JAR Entertain turut mengisi kegiatan teatrikal, sementara pertunjukan musik dipentaskan oleh band-band lokal, seperti Banana Split dan Lamb of Bottle.

Aksi teatrikal dari Komunitas Tondano Minahasa pada kampanye cinta satwa dalam rangka peringatan Hari Satwa Sedunia di Tondano, Minahasa, Sulut pada Minggu (04/10/2015) yang dilakukan aktivis pecinta satwa Sulut. Foto : PPST

Aksi teatrikal dari Komunitas Tondano Minahasa pada kampanye cinta satwa dalam rangka peringatan Hari Satwa Sedunia di Tondano, Minahasa, Sulut pada Minggu (04/10/2015) yang dilakukan aktivis pecinta satwa Sulut. Foto : PPST

Stop Makan Anjing dan Kucing

Tak hanya menyerukan stop konsumsi satwa liar, dalam peringatan Hari Satwa Sedunia, aktivis pecinta satwa juga mengajak masyarakat di Sulawesi Utara untuk tidak lagi makan daging anjing dan kucing. Mereka menilai, kedua hewan ini adalah hewan peliharaan, bukannya ternak untuk kepentingan konsumsi.

Bahkan, sejak Juni 2015 silam, AFMI telah membuat petisi di change.org yang mengajak masyarakat untuk menghentikan penyelundupan, perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing di Indonesia.

Dalam petisi yang kini sudah mendapat dukungan sebanyak 8.872 tandatangan, dikatakan, mengkonsumsi daging anjing dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti rabies, kolera, toxocariasis hingga kandungan racun akibat penggunaan racun untuk menangkap kedua hewan tersebut.

“Hewan ternak selalu diawasi oleh tim kesehatan. Anjing dan kucing tidak sama sekali,” demikian tertulis dalam petisi yang ditujukan pada Menteri Pertanian dan Peternakan, Menteri Kesehatan serta Menteri Pariwisata.

Selain berbahaya untuk kesehatan, AFMI menyatakan, perdagangan, penyelundupan, pembunuhan anjing dan kucing dilakukan dengan cara yang kejam. “Diracun, dimasukkan dalam karung lalu dipukul sampai mati, bahkan dibakar, dikuliti dan dimasak secara hidup-hidup. Sungguh kejam. Sangat kejam,” seru AFMI.

Mereka berharap, pemerintah menerapkan larangan lengkap tentang penjualan, penyelundupan, perdagangan dan konsumsi anjing dan kucing di seluruh Indonesia, dengan menegakkan KUHP 302 dan UU Perlindungan Hewan.

“Masyarakat yang modern butuh penegakkan UU Perlindungan Hewan. Kami juga mohon dukungan semua pecinta hewan dan suporter untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak bisa membela diri sendiri,” ajak AFMI.


Miris… Satwa Dilindungi Makin Habis Karena Dikonsumsi was first posted on October 7, 2015 at 5:56 am.

Pengamat : Penurunan Emisi Dari Energi Dalam INDC Indonesia Belum Jelas. Kenapa?

$
0
0

Pemerintah Indonesia secara resmi telah menyampaikan komitmen untuk berkontribusi dalam penurunan emisi global pasca 2020 dalam Intended Nationally Determined Contribution (INDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menjelang Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-21 di Paris, Perancis pada akhir November 2015 nanti.

Dalam INDC tersebut, Indonesia menyampaikan rencana penurunan emisi 29% dengan tahun dasar 2030 dari skenario business as usual (BAU) dan tambahan 12% dengan bantuan internasional.

Penurunan emisi tersebut ingin dicapai Indonesia dengan menekankan ketahanan iklim sebagai hasil dari program adaptasi dan mitigasi yang komprehensif dan strategi pengurangan resiko bencana, dengan melakukan pembangunan rendah emisi negeri ini akan fokus pada sektor energi, pangan dan sumber daya air serta memperhatikan Indonesia sebagai negara kepulauan.

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa melihat sebagai langkah awal, INDC Indonesia cukup baik. “Tetapi masih membutuhkan banyak perbaikan untuk menjadikan janji aksi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang jelas dan transparan,” kata.

IESR melihat dalam INDC Indonesia, ada beberapa kelemahan dalam aspek kejelasan dan transparansi dalam komponen mitigasi, antara lain mengenai prediksi emisi sesuai BAU yang disebutkan 2881 giga ton setara karbon (GtCO2-eq) pada 2030.

“Dokumen INDC tidak memberikan penjelasan proyeksi emisi dengan atau tanpa adanya INDC. Salah satu milestone yang perlu mendapatkan perhatian adalah keberhasilan Indonesia dalam menurunkan 26-41% emisi GRK dari BAU pada 2020 akan menentukan keberhasilan dalam menurunkan 29-41% emisi GRK pada 2030,” kata Fabby yang juga koordinator Climate Action Network South East Asia (CANSEA).

Pemerintah juga tidak menjelaskan bagaimaan niatan (intention) ini akan diterapkan/diimplementasikan untuk mencapai penurunan emisi yang ditargetkan pada tahun 2030.

“Naskah INDC Indonesia tidak memberikan informasi tentang jenis aksi mitigasi yang akan dilakukan dalam bentuk kebijakan atau proyek. Dalam draft INDC yang disiapkan oleh Bappenas, sejumlah aksi untuk ke-5 sektor (lahan, energi, industri, transportasi, dan limbah) dijabarkan dengan cukup rinci dalam bentuk skenario implementasi pada periode 2020-2030. Sayangnya, informasi ini tidak tercantum dalam naskah INDC Indonesia yang disampaikan kepada UNFCCC,” lanjutnya.

Khusus mengenai energi dalam sektor mitigasi di INDC, Fabby melihat ada dua hal yang ditekankan yaitu mendorong target pencapaian energi terbarukan (renewable energy) dalam rencana umum nasional Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan trajectory 23 persen dari bauran energi pada 2025 dan menjadi 25 persen pada 2030.

Selain energi bersih, INDC Indonesia juga menyebutkan mendorong konservasi dan efisiensi energi,  yang sudah dicanangkan pemerintah melalui KEN pada tahun 2025 – 2050.

“Akan tetapi pemerintah tidak menjelaskan dalam INDC, berapa persen dan bagaimana energi terbarukan serta konservasi dan efesiensi energi untuk mendukung pencapaian penurunan emisi. Target energi terbarukan didalam KEN harus dituangkan dalam implementasi rencana subsektor, misal penyediaan bahan bakar untuk pembangkitan listrik,” lanjut Fabby.

Perpaduan energi dari matahari dan angin untuk keperluan listrik warung kuliner dan lampu jalan di Bantul. Foto: Tommy Apriando

Perpaduan energi dari matahari dan angin untuk keperluan listrik warung kuliner dan lampu jalan di Bantul. Foto: Tommy Apriando

Pemerintah sendiri telah menargetkan untuk menambah kapasitas suplai energi sebesar 35.000 MW, termasuk pembangkitan listrik dari energi terbarukan.  Indonesia memang harus segera membangun pembangkit listrik dengan jumlah dan kapasitas besar, karena telah mengalami defisit energi listrik sekitar 15-18.000 MW dalam 10 tahun terakhir.

“Untuk mengejar kebutuhan energi sesuai RPJMN 2015-1019, konsumsi listrik diharapkan naik dari 700 kwh menjadi 1200 kwh per kapita per tahun. Ada kenaikan konsumsi listrik sekitar 50 persen dari saat ini, sehingga harus ada pembangunan pembangkitan listrik sekitar 50 persen dari kapasitas sekarang. Tapi apakah mungkin membangun itu dalam waktu 5 tahun ke depan,” tanya Fabby.

Ini menjadi tantangan berat pemerintah, karena dari pengalaman pembangunan pembangkis listrik dalam lima tahun terakhir hanya berkapasitas 12.000 MW.

“Sedangkan proyek listrik ini 35.000 MW, berarti dua kali lipat kapasitasnya. Ini tugas berat. Saya tidak terlalu yakin. Tetapi yang penting, dalam lima tahun ke depan adalah menyelesaikan berbagai PR yang selama ini mengganjal, seperti penyediaan lahan untuk pembangkitan dan transmisi. Karena lahan menjadi ganjalan utama dalam pembangunan infrastruktur,” kata Fabby yang juga Pemerhati Isu Energi Thamrin School of Climate Change and Sustainability.

Mengenai komitmen pemerintah untuk menggunakan sumber-sumber  energi terbarukan,  dia menegaskan pengembangan energi terbarukan menjadi keniscayaan, meski dalam RPJMN, target peningkatan bauran energi hanya 5 persen. Target pembangkitan listrik dari energi bersih tersebut setara dengan 45 Gigawatt,

“Kapasitas itu harus naik paling tidak lebih dari hampir 4 kali lipat dari kapasitas sekarang dalam 10 tahun mendatang termasuk setelah 2020. Pemerintah harus mendorong pengembangan energi terbarukan khususnya dari mikrohidro dan panas bumi,” pungkas Fabby.


Pengamat : Penurunan Emisi Dari Energi Dalam INDC Indonesia Belum Jelas. Kenapa? was first posted on October 7, 2015 at 8:04 am.

Penyelundupan Benih Lobster Bernilai Jutaan Dolar AS Berhasil Digagalkan

$
0
0

Upaya penyelundupan 320 ribu benih lobster berhasil digagalkan petugas bea cukai dan kepolisian Yogyakarta di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, Selasa (6/10/2015). Penyelundupan tersebut diperkirakan akan dikirim ke negara pengembangbiakan bibit lobster seperti Vietnam.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerangkan, 320 ribu bibit lobster tersebut bernilai sangat besar jika dikembangbiakan di alam dengan alami. Karenanya, sangat tepat jika penyelundupan itu digagalkan oleh petugas bea cukai dan kepolisian.

“Negara bisa mengalami kerugian besar dari penyelundupan ini. Kita tidak akan melarang ekspor lobster jika memang sudah layak untuk diekspor dan bernilai ekonomi tinggi. Kalau masih dalam bentuk bibit ya jangan lah,” tutur Susi.

Nelayan menunjukkan anakan lobster yang dibudidayakan di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Nelayan menunjukkan anakan lobster yang dibudidayakan di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto : Melati Kaye

Susi menyebutkan, dengan membiarkan bibit lobster diekspor, maka itu sama dengan membiarkan budidaya lobster akan terpuruk. Apalagi, negara seperti Vietnam memang sangat menunggu dikirimnya benih lobster untuk dikembangbiakan sendiri.

“Kalau Vietnam itu bisa mengembangbiakannya sendiri dan menjualnya kalau sudah siap. Nilainya akan berlipat-lipat. Kalau sudah besar, per ekor bisa mencapai Rp700 ribu sampai Rp1 juta,” sebut dia.

Susi membandingkan, jika 320 ribu ekor benih lobster tersebut diekspor, berapa kerugian negara yang akan muncul. Kata dia, dari 320 ribu ekor tersebut, 30 persen saja dikembalikan ke alam dan dibiarkan berkembang, maka nilainya akan mencapai sekitar USD6 juta.

“Ini yang tidak akan kita biarkan. Jangan sampai lobster jadi berharga sangat rendah. Penyelundupan-penyelundupan seperti ini akan terus terjadi dalam penerbangan-penerbangan yang transit di Singapura,” jelas dia.

Sementara, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Narmoko Prasmadji, mengungkapkan, aksi penyelundupan benih lobster dilakukan oleh eskportir nakal. Cara tersebut mirip seperti yang dilakukan di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

“Kita bersyukur penyelundupan ini berhasil digagalkan. Karena, memang akan sangat merugikan negara juga dan para petani lobster,” sebut dia.

Menurutnya, penyelundupan dari Yogyakarta tersebut diperkirakan akan dikirim ke negara-negara seperti Vietnam dan Hong Kong.”Tapi jelasnya masih belum tahu. Sekarang sedang didalami kasusnya lebih detil,” ungkap dia.

Karena tidak jadi diekspor, Narmoko menuturkan, benih lobster yang berjumlah 320 ribu ekor itu selanjutnya akan dikembalikan ke laut untuk dikembangbiakan dengan normal. Namun, dia enggan merinci dimana benih-benih lobster tersebut akan disebar di Yogyakarta.

Gaet Australia

Popularitas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam memberantas pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia, rupanya menarik perhatian Pemerintah Federal Australia. Negeri Kanguru itu sengaja datang ke Jakarta, Indonesia untuk menemui Susi Pudjiastuti.

Pertemuan yang digelar siang hari itu, membahas tentang penanganan pencurian ikan (illegal, unreported, unregulated/IUU Fishing) yang terjadi di wilayah perairan Indonesia, termasuk di wilayah perbatasan kedua negara.

Menteri Susi Pudjiastuti seusai pertemuan mengatakan, kerja sama yang diresmikan dalam nota kesepahaman (MoU) itu dimaksudkan untuk meningkatkan pengawasan aksi IUU Fishing yang terjadi di wilayah perairan Indonesia, utamanya di kawasan timur yang berbatasan dengan Timor Leste dan Papua Nugini.

“Pertemuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama antara kedua negara dalam penanganan IUU Fishing. Kita menyadari bahwa aksi pencurian ikan akan terus ada selama pengawasan dan patroli tidak diilakukan,” ungkap Susi.

Secara keseluruhan, Susi mengungkapkan, kerja sama tersebut dilakukan untuk mengawasi aksi IUU Fishing di kawasan Asia Pasifik. Namun, karena Papua Nugini dan Timor Leste berbatasan langsung dengan Indonesia di bagian timur, maka pengawasan difokuskan disana.

Susi menjelaskan, kerja sama dengan Australia penting dilakukan, karena pengawasan kapal-kapal dan pelaku IUU Fishing tidak bisa dilakukan sendirian oleh Indonesia saja. Dengan melibatkan Australia, maka pengawasan di Indonesia bagian Timur, khususnya yang berbatasan dengan dua negara tersebut bisa lebih baik.

“Kerja sama ini sudah terbukti baik karena saat kita menangkap kapal Silver Sea, kita mendapat bantuan dari Australia berupa foto-foto. Tanpa mereka, kita tidak bisa melihat jelas seperti apa kapal tersebut,” ungkap dia.

“Kita ingin memastikan bahwa pencurian ikan tidak akan terjadi lagi di wilayah perairan Indonesia, khususnya yang berbatasan dengan Papua Nugini dan Timor Leste,” tambah dia.

Menteri Pertanian dan Sumber Daya Air Australia Barnaby Joyce MP mengaku sangat bangga bisa bekerja sama dengan Indonesia. Menurutnya, popularitas Susi Pudjiastuti di negaranya sangat tinggi dan itu membantunya untuk mengikat keja sama pengawalan patroli IUU Fishing di perairan perbatasan Timor Leste dan Papua Nugini.


Penyelundupan Benih Lobster Bernilai Jutaan Dolar AS Berhasil Digagalkan was first posted on October 8, 2015 at 3:00 am.

Wahh…. Ternyata Ada 16 Pulau Yang Sudah Dikelola Asing

$
0
0

Fakta mengejutkan terungkap ke publik tentang status kepemilikan 16 pulau beserta gugusannya yang ada di Indonesia saat ini. Ke-16 pulau tersebut, diketahui sudah dikuasai oleh orang asing sejak 2014. Fakta tersebut diungkap oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

Adapun, 16 pulau yang kepemilikannya sudah berpindah tangan itu berlokasi di DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Menurut KIARA, fakta tersebut sangat mengejutkan karena itu bertentangan dengan konstitusi, yakni Pasal 28 dan 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pulau Gee, Halmahera Timur, Maluku Utara. Pulau-pulau kecil ini dinaggap sebelah mata oleh pemerintah dan mungkin dianggap tak penting, hingga bisa begitu saja dieksploitasi hingga ludes, botak dan hancur lebur. Seakan, pulau ini hilang tak masalah yang penting sudah dikuras terlebih dahulu. Foto: AMAN Malut

Pulau Gee, Halmahera Timur, Maluku Utara. Pulau-pulau kecil ini dinaggap sebelah mata oleh pemerintah dan mungkin dianggap tak penting, hingga bisa begitu saja dieksploitasi hingga ludes, botak dan hancur lebur. Seakan, pulau ini hilang tak masalah yang penting sudah dikuras terlebih dahulu. Foto: AMAN Malut

Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim menjelaskan, dengan adanya fakta tersebut, semakin jelas bahwa praktek privatisasi dan komersialisasi wilayah pesisir pulau-pulau kecil masih terus berlangsung. Kondisi itu, sangat memprihatinkan jika melihat visi dan misi pemerintahan saat ini.

“Logika berpikir para pengambil kebijakan di Tanah Air tidak masuk akal. Menyandingkan penanaman modal asing dengan kepentingan nasional adalah bentuk kesesatan berpikir. Sebaliknya, kepentingan nasional akan dikebiri atas nama investasi,” ungkap Abdul Halim.

“Dalam konteks inilah, Menteri Kelautan dan Perikanan harus mengajukan upaya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di dalam Prolegnas 2016,” tambah dia menyebut nama Menteri KP Susi Pudjiastuti.

Menurut Abdul Halim, apa yang dilakukan Susi Pudjiastuti tersebut sudah tepat, karena pengelolaan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan sekitarnya harusnya mendapat izin dulu. Ketentuan tersebut, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Di dalam UU tersebut, disebutkan kalau pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri dan itu tercantum dalam Pasal 26 A ayat 1.

“Ironisnya, juga disebutkan bahwa penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mengutamakan kepentingan nasional,” demikian kata Abdul.

Dijelaskan dia, dari 16 pulau yang statusnya berpindah ke tangan orang asing, lima pulau kecil di antaranya sudah dikelola oleh investor sejak 2014 dengan nilai investasi totalnya mencapai Rp3,074 triliun. Kemudian, ada juga lima pulau yang akan direalisasikan pada 2015 dan 6 pulau lainnya dalam tahap penjajakan.

Pulau Potensial

Abdul Halim memaparkan, di dalam Nota Keuangan APBN 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan anggaran sebesar Rp6.726,0 miliar. Salah satu program kerja yang ingin dijalankan pada tahun 2015 adalah program pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

“Pengelolaan pulau kecil ini juga tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Menindaklanjuti mandat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mendaftar sekitar 100-300 pulau potensial dan ditawarkan kepada investor,” ungkap Abdul.

Pulau Pudut, pulau kecil di dekat Tanjung Benoa, yang menjadi incaran investor untuk direklamasi. Foto: Ni Komang Erviani

Pulau Pudut, pulau kecil di dekat Tanjung Benoa, yang menjadi incaran investor untuk direklamasi. Foto: Ni Komang Erviani

Pada tahun 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp5 triliun atau sebesar Rp15.801,2 triliun. Salah satu program prioritas adalah pengembangan ekonomi di pulau-pulau kecil terluar. Indikator kinerja yang dipatok adalah jumlah pulau-pulau kecil terluar yang difasilitasi pengembangan ekonominya sebanyak 25 pulau.

“Munculnya Pasal 26A mempermudah penguasaan asing atas pulau-pulau kecil. Pasal 26A mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dalam skema investasi penanaman modal dengan dasar izin menteri,” papar Abdul.

Pada Pasal 26A ayat (4), terindikasi kuat adanya praktek jual-beli pulau oleh orang asing. Bahkan terdapat praktek di lapangan yang bertentangan, misalnya di Gili Sunut, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 109 keluarga tergusur karena investasi pulau kecil oleh PT Blue Ocean Resort asal Singapura. Sekali lagi, putusan hukum mengikat diabaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan

Bantahan Susi

Menteri Susi Pudjiastuti sempat memberikan bantahan terkait adanya pulau-pulau yang dikelola oleh pihak asing. Menurut pemilik maskapai perintis Susi Air itu, KKP sama sekali tidak berencana untuk menawarkan pengelolaan pulau-pulau kecil ke pihak asing.

“Namun, jika memang sudah ada (pulau-pulau) yang dikelola oleh orang asing, itu terjadi sebelum saya masuk ke KKP,” sebut Susi.

Menurut Susi, terjadinya pengelolaan oleh pihak asing, diharapkan tidak terjadi lagi di masa sekarang dan akan datang. Kendala utama yang masih terjadi, adalah karena KKP tidak memiliki wewenang untuk memiliki atau mengelola sebuah pulau.

“Pulau-pulau kecil itu milik pemerintah daerah. Jadi, kami tidak punya wewenang untuk menyewakan apalagi menjualnya,” pungkas dia.


Wahh…. Ternyata Ada 16 Pulau Yang Sudah Dikelola Asing was first posted on October 9, 2015 at 2:50 am.

Penggunaan Energi Indonesia Masih Boros, Perlu Roadmap Efisiensi Energi. Kenapa?

$
0
0

Pemerintah Indonesia berkeinginan serius untuk mengembangkan energi terbarukan dan energi bersih untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Selain sudah ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), hal tersebut tertuang dalam dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang dikirimkan Pemerintah Indoensia kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menjelang Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-21 di Paris, Perancis pada akhir November 2015 nanti.

Dalam INDC itu, disebutkan Indonesia telah membuat KEN dengan target 23 persen energi dari energi terbarukan pada 2025 dan kebijakan pengembangan sumber energi bersih.

Perpaduan energi dari matahari dan angin untuk keperluan listrik warung kuliner dan lampu jalan di Bantul. Foto: Tommy Apriando

Perpaduan energi dari matahari dan angin untuk keperluan listrik warung kuliner dan lampu jalan di Bantul. Foto: Tommy Apriando

Pengamat energi Jon Respati mengatakan komitmen pemerintah tersebut perlu diperjelas dengan kebijakan dan peta jalan (roadmap) pengembangan sumber energi yang lebih terperinci. Meskipun sudah ada peta jalan pengembangan energi dalam KEN, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) bakal membuat peta jalan sumber energi yang lebih realistis.

“Banyak kalangan di METI dan masyarakat konservasi energi masih memperdebatkan target angka dalam KEN. Itu perlu penjabaran lebih detil. METI akan membuat semacam roadmap energi, bukan untuk menandingi KEN, tetapi berisi persentase energi yang bisa dicapai secara bottom up. Bagaimana target pencapaian 23 persen itu bisa dicapai,” kata Jon yang merupakan Dewan Pembina METI yang dihubungi Mongabay akhir minggu kemarin.

Roadmap Konsumsi Energi

Selain itu, Masyarakat Konservasi Dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI) akan membuat peta jalan kebutuhan (demand) pemakaian energi yang efisien dan optimal. Karena pemakaian energi di dalam negeri masih terkesan boros dan tidak efisien.

“MASKEEI akan membuat roadmap energi dari sisi demand, pemakaian energi yang efisien dan optimal terutama dari sumber energi konvensional, seperti fosil. Pemakaian energi efisien itu sangat penting, bahkan harus didahulukan sebelum melakukan investasi produksi energi,” kata Jon yang merupakan Ketua MASKEEI.

Peta jalan penggunaan energi tersebut menjadi penting apabila Indonesia ingin mengelola kebutuhan energi nasional, dan menuju negara yang efisien dalam menggunakan sumber-sumber energinya.

“Contoh sederhananya (dalam penggunaan energi yang efisien) kita mengganti lampu pijar menjadi lampu LED (light emitting diode). Itu sudah menghemat listrik. Dan menciptakan sumber dan suplai energi baru yang lebih efisien,” katanya.

Tidak hanya pola hidup yang sehat dan ramah lingkungan. Rumah pun ramah lingkungan, salah satu menggunakan kaca sebagai pencahayaan untuk meminimalisir penggunaan lampu. Foto: Tommy Apriando

Tidak hanya pola hidup yang sehat dan ramah lingkungan. Rumah pun ramah lingkungan, salah satu menggunakan kaca sebagai pencahayaan untuk meminimalisir penggunaan lampu. Foto: Tommy Apriando

Pola konsumsi energi di Indonesia memang belum efisien, karena belum didukung oleh standar peralatan elektronik dan perilaku masyarakat sebagai pengguna energi. Hal itu terlihat dari tiga segmen terbesar pengguna energi listrik yaitu industri, komersial (gedung, mall dan perkantoran), dan rumah tangga.

“Lampu bohlam pijar (yang boros listrik) masih banyak digunakan oleh masyarakat di daerah. Pemerintah punya data pengguna melalui asosiasi perlampuan. Minimal itu harus jadi baseline (penggunaan listrik rumah tangga). Juga peralatan elektronik, seperti pompa air,” kata Direktur Academy for Clean Energy and Sustainability (ACES) Universitas Surya itu.

Untuk meningkatkan penggunaan efisiensi energi, perlu digalakkan standar maximum energi performance (MEP) berbagai peralatan listrik. “MEP sudah diterapkan dalam produk televisi. MEP akan diterapkan dalam produk AC (mesin pengatur suhu). Sekarang sedang digodok MEP untuk elektro machine seperti pompa air,” katanya.

Sedangkan untuk industri, efisiensi energi listrik dilakukan dengan pendekatan model bisnis efisiensi konsumsi energi yang menghemat ongkos produksi.  Jon menjelaskan ada perusahaan konsultan ESCO, energy sources company yang datang ke pabrik pengguna energi besar. Mereka menawarkan penurunan pemakaian energi degan audit energi dan proyek untuk mengefisienkannya

Jon menjelaskan untuk menuju negara yang hemat energi, memang perlu mengkampanyekan perubahan perilaku masyarakat dalam menggunakan energi. Pemerintah sendiri bakal mengkampanyekan hal tersebut.

“Sebetulnya pemerintah akan mencanangkan (kampanye hemat energi) pada peringatan hari energi (hari ulang tahun Kementerian ESDM, 28 September). Tetapi rencana itu ditunda sampai November, karena jadwa Presiden Jokowi yang klop,” jelasnya.

Tetapi yang paling penting, tambah Jon, bagaimana pemerintah dapat mendorong dan meningkatkan animo masyarakat dalam melaksanakan budaya efisiensi energi secara nasional.


Penggunaan Energi Indonesia Masih Boros, Perlu Roadmap Efisiensi Energi. Kenapa? was first posted on October 9, 2015 at 6:14 am.

Diskanla, BPSPL dan LSM Buleleng Adakan Pelatihan Penanganan Mamalia laut Terdampar

$
0
0

Perairan Indonesia khususnya perairan laut Buleleng merupakan salah satu habitat dan jalur migrasi berbagai jenis spesies mamalia dari bangsa cetacea (paus dan lumba-lumba).

Dua jenis mamalia laut ini merupakan satwa dilindungi karena populasinya yang makin sedikit dan punah karena berbagai sebab seperti perburuan.  Dalam migrasinya, paus dan lumba-lumba sering terdampar di pesisir pantai, dan pernah terjadi di perairan Indonesia.

Untuk memberi pemahaman dan cara penanganan mamaliat laut yang terdampar di pesisir pantai, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali didukung Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Buleleng dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, bekerjasama dengan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) melakukan kegiatan sosialisasi dan fasilitasi pemanfaatan spesies ikan terancam punah / pelatihan penanganan mamalia laut terdampar, pada 7 -  8 Oktober 2015.

Pelatihan mamalia laut terdampar yang diselenggarakan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali, Diskanla Kabupaten Buleleng dan BPSPL Denpasar, bekerjasama dengan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) di Buleleng, Bali, pada 7 -  8 Oktober 2015. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan Bali

Pelatihan mamalia laut terdampar yang diselenggarakan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali, Diskanla Kabupaten Buleleng dan BPSPL Denpasar, bekerjasama dengan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) di Buleleng, Bali, pada 7 – 8 Oktober 2015. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan Bali

Menurut Kepala dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, I Made Gunaja, kegiatan merupakan kegatan sebagai upaya bersama dalam memberikan sosialisasi tentang rencana pemanfaatan jenis ikan yang terancam punah, langka, endemik dan dilindungi di wilayah perairan Bali Utara.

‘’Melalui fasilitator lapangan akan memberikan cara-cara penanganan mamalia laut (lumba-lumba,red) yang merupakan salah satu jenis ikan yang terancam punah dan dilindungi di perairan ini,’’ jelasnya.

Karena itu, lanjutnya, untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi mamalia laut atau spesies ikan yang terancam punah lainnya untuk dapat hidup kembali di alam bebas dan menjaga kesinambungan spesies dimaksud, maka diperlukan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat, aparatur dan stakeholder terkait lainnya.

‘’Tentang  langkah-langkah apa yang harus mereka lakukan untuk mengurangi tingkat kematian spesies biota perairan atau mamalia laut terdampar jika terjadi di wilayah perairan laut mereka’’ kata Made.

Simulai dalam pelatihan mamalia laut terdampar yang diselenggarakan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali, Diskanla Kabupaten Buleleng dan BPSPL Denpasar, bekerjasama dengan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) di Buleleng, Bali, pada 7 -  8 Oktober 2015. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan Bali

Simulai dalam pelatihan mamalia laut terdampar yang diselenggarakan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali, Diskanla Kabupaten Buleleng dan BPSPL Denpasar, bekerjasama dengan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) di Buleleng, Bali, pada 7 – 8 Oktober 2015. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan Bali

Kegiatan tersebut diikuti 13 peserta perwakilan dari Diskanla Kab. Buleleng, aparatur desa Kaliasem dan Kalibukbuk, pelaku wisata lumba-lumba yang ada di Kawasan lovina, Kelompok Nelayan Kalibukbuk dan Kaliasem serta Pokmaswas di wilayah Pacung dan Bondalem.

Paus dan lumba lumba merupakan hewan aquatik yang sering terdampar di pantai-pantai di Indonesia. Meski belum diketahui secara pasti, penyebabnya diduga karena penggunaan sonar bawah laut dan polusi suara (seismik) yang mengganggu sistem navigasi satwa tersebut, perburuan mangsa (makanan) sampai ke perairan dangkal, karena terluka ataupun sakit.

Kejadian mamalia terdampar di perairan Indonesia cukup sering terjadi. Luasnya perairan, minimnya pengetahuan masyarakat dan pemerintah daerah tentang mekanisme penanganan mamalia terdampar, kurangnya koordinasi antar lembaga terkait mempengaruhi kecepatan dan ketepatan upaya penanganannya, sering kali menyebabkan kematian spesies mamalia laut tersebut.


Diskanla, BPSPL dan LSM Buleleng Adakan Pelatihan Penanganan Mamalia laut Terdampar was first posted on October 10, 2015 at 5:20 am.

Mongabay Travel : Asyiknya Bermain Sekaligus Konservasi Di Tebing Padalarang

$
0
0

Matahari mulai bersinar di ufuk timur, menerangi kawasan tebing karst yang berdiri kokoh sepanjang Kecamatan Padalarang hingga Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Hamparan dasar laut yang muncul ke permukaan bumi jutaan tahun lalu, kini membentuk deretan perbukitan kapur  yang begitu mempesona dipandang mata.

Gunung Hawu merupakan salah satu tebing kapur yang masuk wilayah karst Citatah, memiliki luas sekitar satu hektare. Tetapi ironisnya, keindahan gunung kapur itu sedang menuju kerusakan karena penambangan kapur yang masif.

Hal itulah yang  sedang dikampanyekan oleh Suku Badot, sebuah komunitas pelestari lingkungan setempat, untuk menyelamatkan Gunung Hawu dari gemuruh industri batu kapur yang semakin marak.

Alat berat yang digunakan untuk aktivitas penambangan karts yang beroperasi di kawasan Gunung Hawu, Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Keberadaan pertambangan tersebut mengganggu ekosistem di kawasan tersebut.Foto : Bayu Aulia/Perimatrik Mapala Telkom

Alat berat yang digunakan untuk aktivitas penambangan karts yang beroperasi di kawasan Gunung Hawu, Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Keberadaan pertambangan tersebut mengganggu ekosistem di kawasan tersebut.Foto : Bayu Aulia/Perimatrik Mapala Telkom

Yoga (27), salah satu dari sembilan pelopor terbentuknya komunitas Suku Badot yang peduli terhadap konservasi lingkungan. Sejak terbentuk tahun 2013 lalu, Suku Badot tidak hanya melakukan kegiatan konservasi lingkungan saja, tetapi juga mengemban misi yaitu save taman bermain dan ruang terbuka hijau dikawasan tersebut.

Ketika ditemui Mongabay di Gunung Hawu di Kampung Cidadap, Padalarang, Bandung Barat, pada Sabtu (03/10/2015), Yoga  mengatakan  pertambangan tersebut bermula sejak tahun 1970-an dimulai dari pertambangan tradisional hingga akhirnya menjadi pertambangan modern sekarang ini.

Padahal menurut peneliti, kawasan karst di Padalarang memiliki keistimewaan yakni adanya jembatan alami (natural bridge) yang terjadi akibat proses terbentuknya gua vertikal di Gunung Hawu dengan nama Goa Karang Hawu. Di belahan dunia lain juga terdapat natural bridge yang berada di Amerika , seperti natural bridge Virginia dan Arches National Monument di Utah.

“Kepedulian kami diuji tatkala dihadapkan dengan pesoalan ekonomi warga sekitar yang menggantungkan hidupnya pada pertambangan batu kapur. Kami menyadari bahwa tidak bisa begitu saja menghentingkan pertambangan tanpa diimbangi solusi kongkrit. Harus adanya campur tangan semua pihak disini dan pasti akan menjadi persoalan yang pelik. Maka dari itu kami bertekad dan berupaya semampu kami akan terus melakukan konservasi dan berkegiatan alam bebas di Gunung Hawu untuk melestarikan  lingkungan sekitar demi keseimbangan ekosistem,” kata Yoga pria berambut panjang itu.

Seorang pemanjat melakukan pemanjatan di tebing gua di citatah, Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (02/10/2015), dengan latar belakang pabrik - pabrik besar yang mengolah marmer dan bahan komestik dari kapur yang ditambang dari Kawasan Karst Citatah. Foto : Donny Iqbal

Seorang pemanjat melakukan pemanjatan di tebing gua di citatah, Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (02/10/2015), dengan latar belakang pabrik – pabrik besar yang mengolah marmer dan bahan komestik dari kapur yang ditambang dari Kawasan Karst Citatah. Foto : Donny Iqbal

Konservasi lingkungan yang dilakukan Wardo sapaan akrab Yoga itu dimulai sejak 2013. Meskipun berkegiatan di lahan tidur milik pemerintah,t ak menyurutkan niat komunitas Suku Badot untuk terus melakukan kegiatan outdoor activity sebagai kegiatan rutin setiap akhir pekan.

Sungguh menjadi ironi memang ketika disekitaran Gunung Hawu terdapat tambang – tambang batu kapur yang beroperasi hampir setiap hari. Menurut Wardo terdapat 30 penambangan liar dan 11 penambangan yang mengantongi izin dikawasan karst tersebut.

Selama 2 tahun, Suku Badot bergelut dengan kemustahilan seperti dugaan banyak orang akan usahanya yang lambat laut akan memudar juga. Salah satu strategi Wardo dalam melakukan sosialisasi kawasan tersebut yaitu dengan menggaet beberapa mahasiswa pencinta alam diantaranya Perikmatrik Universitas Telkom, Mahapeka UIN Bandung dan beberapa kampus lainya se- Bandung Raya.

Harapan dari usahanya yang ditempuh  Wardo dan komunitas lainnya yakni demi mempertahankan kawasan Gunung Hawu  agar tak tergerus oleh aktivitas pertambangan batu kapur yang tidak mempedulikan kaidah konservasi.

“ Adanya Suku Badot memang tidak menyebabkan perubahan apapun. Namun, indikator keberhasilan kami adalah dengan banyaknya orang yang berkunjung ke sini, banyak juga orang yang nanti  sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam, demi keseimbangan yang berkelanjutan” ujar wardo.

Kegiatan alam bebas

Panjat Tebing (rock climbing) merupakan salah satu dari sekian banyak olah raga alam bebas yang disuguhkan di Gunung Hawu. Untuk melakukanya dibutuhkan skill khusus yaitu teknik – teknik pemanjatan yang kemudian ditunjang dengan peralatan khusus.

Seorang pemuda sedang melakukan pemanjatan di tebing Hawu, Padalarang,Kab.Bandung Barat, Jawa Barat, pada Minggu (03/10/2015). Tebing setinggi 70 meter sering dijadikan objek pendakian bagi para penggiat alam yang menyukai hobi panjat tebing. Foto : Donny Iqbal

Seorang pemuda sedang melakukan pemanjatan di tebing Hawu, Padalarang,Kab.Bandung Barat, Jawa Barat, pada Minggu (03/10/2015). Tebing setinggi 70 meter sering dijadikan objek pendakian bagi para penggiat alam yang menyukai hobi panjat tebing. Foto : Donny Iqbal

Wardo mengatakan panjat tebing merupakan salah satu olah raga terlengkap. Pasalnya dibutuhkan kejelian berpikir untuk mencari jalur yang akan dilalui. Tidak hanya menuntut kejelian otak saja, diperlukan pula fisik yang prima untuk melakukan pendakian atau pemanjatan sampai top. Untuk bisa menikmati sensasi melakukan panjat tebing ini, dikenakan biaya yang cukup terjangkau yaitu cukup dengan mengeluarkan uang sebesar Rp. 100 ribu dengan fasilitas manjat yang aman dan dijamin anti mainstream.

Seorang pengunjung berfoto berlatar belakang orang yang sedang melakukan high line di kawasan tebing Hawu, Padalarang,Kab.Bandung Barat, Jawa Barat. Foto : Yoga/Komunitas Suku Badot

Seorang pengunjung berfoto berlatar belakang orang yang sedang melakukan high line di kawasan tebing Hawu, Padalarang,Kab.Bandung Barat, Jawa Barat. Foto : Yoga/Komunitas Suku Badot

Wardo mengatakan outdoor activity  yang menjadi daya tarik Gunung Hawu lainya yaitu high line. Olahraga ekstrim ini dilakukan dengan cara berjalan diatas tali yang disambungkan dari ujung tebing satu ke tebing lainya.  Dengan ketinggian 50 meter diatas tanah olahraga ini sudah bisa bikin ciut nyali dan memacu adrenalin.  Sementara itu Komunitas yang langganan melakukan high line adalah Pushing Panda dan Skygers.

Selain itu, bermalam di atas tebing menggunakan hammock (ayunan yang terbuat dan dirancang dari kain/jaring khusus) menjadi sensasi tersendiri bagi para penikmat kegiatan luar ruang. Hammocking merupakan adaptasi dari masyarakat Suku Maya di Amerika Latin dimana mereka membuat hammock dari bahan alami yang berasal dari akar dan kulit pepohonan agar terlindung dari ancaman binatang buas.

Seiring waktu, hammocking digandrungi banyak orang karena konsep leave no trash (tidak membuat sampah) sebagai etika berkegiatan di alam. Demikian dengan teknisnya, hammocking harus mengedepankan keamanan (safety first). Beberapa alat seperti harnest, carabiner, tali prusik dan webbing merupakan alat yang wajib menyertai kegiatan hammocking.

Tidak perlu khawatir apabila tidak meiliki peralatan tersebut. Pasalnya Suku Badot menyediakan paket bermalam hammocking senilai Rp125 ribu per malam. Jika sedang beruntung kita dapat menikmati malam dengan beratapkan miliaran bintang yang tak beraturan di langit – langit  Hawu.

Ketika matahari kian meninggi, Wardo dengan cekatan memasang instalasi pengaman di tebing yang dianggap cocok untuk bergelantungan tanpa mengidahkan terik matahari yang mengigit kulit. Waktu pun menunjukan pukul 15.00 WIB kala itu, ketika 6 hammock sudah terpasang rapih.

Seorang pengunjung duduk di hammock yang terpasang rapi ditebing Hawu. Pengunjung bisa bermalam disana untuk mencoba sensasi tidur diatas ketinggian. Foto : Yoga/Komunitas Suku Badot

Seorang pengunjung duduk di hammock yang terpasang rapi ditebing Hawu. Pengunjung bisa bermalam disana untuk mencoba sensasi tidur diatas ketinggian. Foto : Yoga/Komunitas Suku Badot

Menjadi kanak – kanak kembali

Hembusan angin sore menerpa tubuh. Memulihkan ingatan masa lalu saat alam kini sudah tak lagi semesra dulu.  Tak ada kicauan burung sore itu yang biasanya bergema diantara tebing – tebing karst kawasan Padalarang, hanya sesekali kawanan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) menampak diri di atas tebing. Bahkan kawanan tersebut tak segan turun dan menghampiri kumpulan manusia saat lapar mendera perutnya.

Rupanya waktu itu bertepatan dengan acara ngopi senja. Acara yang  diselenggarakan Suku Badot setiap sebulan sekali yang ditandai dengan dibagikanya selembaran bulletin berisi mandat pelestarian lingkungan. Wardo menuturkan agenda acara ini diperuntukan untuk para pencinta kopi sebagai memperkenalkan kopi khas Indonesia yang diracik sendiri. Yang menarik disini tersajinya diskusi asyik berdurasi 30 menit membahas tentang permasalah hutan yang beralih fungsi, gunung – gunung yang dikomersilkan, udara yang terkena polusi industri dan air yang tercemar limbah.

Letak Gunung Hawu yang jauh dari bisingnya perkotaan menyebabkan kami sedikit bisa bernafas lega dari hiruk – pikuk kesibukan rutinitas yang tak tahu kapan harus jeda. Mungkin waktu itu Mongabay bersama pengunjung Hawu lainnya menjadi populasi kecil manusia yang mendadak suka kopi Indonesia.

“ Disini bebas, jangan malu untuk bernostalgia menjadi kanak – kanak kembali, walapun memang perlu kedewasaan lebih untuk melakukannya” kata Wardo.

Seorang pengunjung sedang mencoba permainan tradisional egrang di Kawasan Hawu, Padalarang,Kab.Bandung Barat, Jawa Barat. Permainan tersebut coba disosialisasikan kembali oleh Suku Badot agar tidak punah oleh permainan modern. Foto : Yoga/Komunitas Suku Badot

Seorang pengunjung sedang mencoba permainan tradisional egrang di Kawasan Hawu, Padalarang,Kab.Bandung Barat, Jawa Barat. Permainan tersebut coba disosialisasikan kembali oleh Suku Badot agar tidak punah oleh permainan modern. Foto : Yoga/Komunitas Suku Badot

Suku Badot memiliki program sosial yaitu menghidupkan kembali permainan –  permainan tradisional Jawa barat. Egrang merupakan permainan bambu, cara bermainya yaitu bambu yang sama panjang kemudian diberi pijakan dengan jarak tertentu. Permainan ini cukup popular dikalangan anak – anak pada saat musim panen tiba. Diperlukan keahlian untuk mengatur keseimbangan agar bisa berdiri menggunkan egrang.

Wardo mengatakan bermain layang – layang pun menjadi salah satu permainan yang dilakukan di Gunung hawu. Keprihatinannya muncul saat anak usia dini tidak mau lagi berinteraksi bersama teman sebayanya. Mereka lebih memilih permainan modern yang kurang memberikan ruang interaksi. Padahal, hematnya game online  berpengaruh terhadap psikologi dan perkembangan anak tersebut.

Orang dewasa dan anak - anak menunjukan hasil kreasinya membuat dan menghiasi layang - layang yang nantinya akan mengudara dikawasan Gunung Hawu, Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat. foto : Komunitas Suku Badot

Orang dewasa dan anak – anak menunjukan hasil kreasinya membuat dan menghiasi layang – layang yang nantinya akan mengudara dikawasan Gunung Hawu, Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat. foto : Komunitas Suku Badot

Gunung Hawu adalah sebuah miniatur kawasan yang keberadaanya ingin dilestarikan. Eksploitasi alam seyogyanya harus dilandasi  hati nurani, bukan kepentingan pribadi. Mau sampai kapan manusia akan terbelenggu euforia kemajuan zaman yang sebetulnya kebahagian semu tanpa ada aksi nyata. Mau sampai apatisme ini terhadap lingkungan terbelenggu dalam jiwa.  Aksi tanpa teori adalah anarki, teori tanpa aksi adalah omong kosong. Mari mulai dari kita!


Mongabay Travel : Asyiknya Bermain Sekaligus Konservasi Di Tebing Padalarang was first posted on October 11, 2015 at 8:50 am.

Beginilah Nasib Kima Di Takabonerate

$
0
0

Taman Nasional (TN) Laut Takabonerate yang berada di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, sebagai kawasan atol ketiga terbesar ketiga di dunia, seluas 200 ribu hektar lebih, dikenal memiliki kerang kima terlengkap di Indonesia. Dari tujuh spesies yang ada di Indonesia, seluruhnya bisa ditemukan di kawasan ini.

Kini, populasinya semakin berkurang karena aktivitas berlebihan warga untuk konsumsi dan dikomersilkan.

Kima (Tridacna) adalah  genus  kerang-kerangan berukuran besar penghuni perairan laut hangat. Kima termasuk dalam famili Trinacdiae. Di seluruh dunia saat ini dikenal 9 jenis kima.

Tujuh jenis yang ada di Indonesia antara lain Tridacna gigas, T. derasa, T. squamosa, T. maxima, T. crocea, T. Crocea, Hippopus hippopus, dan H. Porcellanus.  Kedua spesies lainnya adalah Tridacna tevoroa dan Tridacna rosewateri. Selama ini, T. tevoroa hanya ditemukan di Kepulauan Fiji dan Tonga di Pasifik, sementara T. rosewateri hanya ditemukan di Mauritius dan Madagaskar.

Meski dikenal memiliki spesies kerang kima yang lengkap di Taman Nasonal Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan, populasi kerang raksasa ini mulai berkurang seiring dengan meningkatnya aktivitas pengambilan dari warga untuk keperluan konsumsi dan komersil. Meski demikian, sejumlah penyelam masih dapat menemukan keberadaan kerang kima ini di spot-spot tertentu. Foto: Syamsu Rizal

Meski dikenal memiliki spesies kerang kima yang lengkap di Taman Nasonal Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan, populasi kerang raksasa ini mulai berkurang seiring dengan meningkatnya aktivitas pengambilan dari warga untuk keperluan konsumsi dan komersil. Meski demikian, sejumlah penyelam masih dapat menemukan keberadaan kerang kima ini di spot-spot tertentu. Foto: Syamsu Rizal

Meski belum bisa dipastikan, kedua jenis kerang kima lainnya ini, sebenarnya diperkirakan juga berada di Indonesia, dimana sempat ditemukan dan diidentifikasi oleh kelompok swadaya Konservasi Taman Laut Kima Toli-Toli di Kecamatan Lalonggasumeeto, Konawe, Sulawesi Tenggara pada 2011 silam.

Kima umumnya hidup di terumbu karang, menancap di antara ka­rang hidup dengan bagian yang terbuka (dorsal)  ke atas sehingga permukaan da­ging mantel sering nampak berwarna hijau-biru atau kuning-coklat indah.

Menurut Ronald Yusuf, salah seorang staf TN Takabonerate, sebagian besar pengambilan kerang kima di Takabonerate dilakukan oleh nelayan sekitar untuk kebutuhan konsumsi. Ada keyakinan yang berkembang di masyarakat Bajo bahwa biota laut ini memiliki khasiat tertentu bagi kesehatan.

“Ada keyakinan warga, khususnya dari suku Bajo bahwa makan daging kima bisa memperbanyak air susu bagi ibu-bu yang baru melahirkan. Daging kima, yang memang enak ini juga telah menjadi makanan wajib untuk disajikan di pesta-pesta sunatan atau perkawinan,” ungkap Ronald, awal September 2015 silam, di Pulau Tinabo, Selayar.

Daging kima juga banyak diperjualbelikan di luar dan tidak hanya pada dagingnya, tapi juga cangkangnya yang biasa digunakan untuk hiasan-hiasan, seperti asbak, hiasan aquarium dan aneka aksesoris lainnya.

Di antara kima yang paling langka adalah kima raksasa (Tridacna gigas). Di Takabonerate sendiri jenis ini masih ditemukan, meski jumlahnya semakin berkurang. T. gigas yang juga dikenal dengan nama wawat ini dapat mencapai ukuran panjang 137 cm dan berat 230 kg. Bahkan konon ada yang bisa mencapai panjang 2 meter. Kima dengan ukuran 100 cm diperkirakan telah hidup mencapai 100 tahun.

“Kima raksasa ini yang paling rentan untuk diambil nelayan karena bentuknya yang besar sehingga mudah menarik perhatian nelayan. Paling besar bahkan bisa mencapai 2 meter lebih meter,” tambah Ronald.

Satwa dilindungi

Larangan pengambilan kerang kima ini sendiri sebenarnya sudah lama diberlakukan Takabonerate, tepatnya sejak tahun 1999, sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No.7/1999 terkait jenis-jenis biota yang dlindungi, dimana 7 jenis kerang kima termasuk di dalamnya.

Aturan yang lebih dulu juga sebenarnya ada, yaitu SK Menteri Kehutanan No. 12/Kpts-II/1987 dan Undang-undang No.5/1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang menyebutkan kima sebagai salah satu biota laut yang wajib dilindungi.

Anakan kima (Tridacna sp) dalam fasilitas nursery di Coral and Kima Garden, Nusa Dua, Bali.  Sekitar 1000 anakan kima direncanakan disebar di kawasan perairan Nusa Dua sebagai usaha restorasi perairan tersebut. Foto : Syafyudin Yusuf/NDRF

Anakan kima (Tridacna sp) dalam fasilitas nursery di Coral and Kima Garden, Nusa Dua, Bali. Sekitar 1000 anakan kima direncanakan disebar di kawasan perairan Nusa Dua sebagai usaha restorasi perairan tersebut. Foto : Syafyudin Yusuf/NDRF

“Tapi memang kita tidak bisa mengawasi semuanya, meski berbagai upaya-upaya telah kami lakukan.”

Penetapan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa populasi kima di alam sudah sangat menurun terutama disebabkan pemanfaatan manusia.

Secara global kampanye perlindungan kerang kima ini dimulai sejak awal tahun 1990-an, dimana seluruh jenis kima yang ada dimasukkan ke dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau Konvensi Internasional tentang Perdagangan Flora dan Fauna Langka, dan sebagai biota yang dilindungi oleh Organisasi Perlindungan Satwa Internasional (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources/ IUCN).

Keberadaan kerang kima sendiri, menurut Ronald, penting karena terkait keberlangsungan biota lain yang ada di sekitarnya.

“Kima itu setelah makan biasanya akan memuntahkan sisa-sisa makanannya yang kemudian bisa menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan yang ada di sekitarnya. Kima memberikan peran penting bagi ekologi terumbu karang seperti sebagai tempat memijah untuk berbagai organisme karang lainnya.”

Secara ekologis kima adalah hewan yang bertugas untuk menyaring air. Adanya kima menjadi penanda bahwa perairan tersebut masih baik dan tidak adanya bahan pencemar.

Kima mengambil makanan dengan cara membuka cangkang, lalu mulutnya berupa shipon akan menyedot air, menyaringnya lalu membuangnya. “Inilah mengapa kima menjadi bagian penting dari ekologi dalam menjaga kebersihan perairan,” jelas Ronald.

Selama ini, selain melakukan patroli, pihak TN juga melakukan pengecekan ke perahu-perahu nelayan serta sosialisasi langsung ke masyarakat, baik terkait jenis-jenis biota yang tak boleh ditangkap ataupun alat tangkap yang diperkenankan.

“Pada kenyataannya, masyarakat secara sembunyi-sembunyi masih melakukan pengambilan kima secara berlebihan. Nelayan bisa mengambil biota unik ini dengan cara mencongkelnya dengan benda tajam.”

Penyebab lain penyebab semakin berkurangnya populasi kima adalah pada tingginya penggunaan bom ikan dan kompresor, tidak hanya merusak kerang kima tapi juga pada rusaknya terumbu karang yang ada di sekitarnya.

Fenomena berkurangnya Kima ini menurut, Kamaruddin Azis, peneliti dari COMMIT, sebenarnya terjadi di mana-mana. Di beberapa daerah, seperti perairan Makassar, kima bahkan hampir tak bisa ditemukan lagi.

“Kalau di Takabonerate ini masih agak banyak ditemukan dibanding tempat lain selain karena memang sudah ada pengawasan dan proteksi, juga karena kawasan ini memang luas. Saya melihat di Takabonerate adanya kecenderungan sudah semakin bertambah, di tempat lain bahkan sudah mulai menghilang sama sekali,” katanya.

Pihak Takabonerate ini sendiri tidak memiliki data jumlah yang pasti tentang populasi kerang raksasa ini. Kesulitannya pada tak adanya data awal yang pasti serta tidak adanya alat ukur yang pasti bisa digunakan.

“Selama ini kami dapat informasi dari nelayan sendiri ataupun dari penyelam bahwa populasinya memang sudah berkurang, tidak seperti dulu lagi.

Menurutnya, tingkat kerusakan terumbu karang dan lokasi dimana kima semakin berkurang umumnya berada di sekitar pulau-pulau berpenghuni, seperti  di Pulau Rajuni.

“Di awal-awal saya datang ke Pulau Rajuni sekitar tahun 2000, masih banyak kima yang bisa saya temukan, terumbu karang pun masih sangat bagus. Kini tinggal 20 persen saja yang tersisa.”

Seorang penyelam sedang mengamati terumbu karang buatan yang ditanam di perairan Nusa Dua, Bali.  Terumbu karang buatan ditanam sebagai usaha restorasi kawasan perairan Nusa Dua yang rusak karena penambangan terumbu karang. Foto : Nusa Dua Reef Foundation (NDRF)

Seorang penyelam sedang mengamati terumbu karang buatan yang ditanam di perairan Nusa Dua, Bali. Terumbu karang buatan ditanam sebagai usaha restorasi kawasan perairan Nusa Dua yang rusak karena penambangan terumbu karang. Foto : Nusa Dua Reef Foundation (NDRF)

Cara paling efektif untuk mengukur trend kerang kima ini, menurut Ronald, sebenarnya bisa dilakukan melalui pencatatan hasil tangkapan masyarakat di pasar-pasar tradisional di sekitar pulau.

Hanya sayangnya, tak ada pasar di sekitar Takabonerate, dimana nelayan selesai mengambil kerang langsung dibawa ke luar.  “Ini yang tidak bisa kita deteksi,” tambahnya.

Bernilai ekonomis tinggi

Perburuan kerang kima sebenarnya telah berlangsung lama dan terjadi di banyak negara perairan lainnya, sebagaimana dikatakan Andi Baso Tancung, seorang peneliti kelautan, dalam opininya di media Fajar.

Menurut Baso, di Jepang, khususnya di Okinawa, daging kima dari spesies berukuran kecil, seperti Tridacna crocea dan T. maxima dibuat sushi dan sashimi. Sedangkan otot adduktor dari T. squamosa dan Hippopus hippopus dimakan mentah setelah diberi garam atau dikeringkan dan dijual dengan harga yang cukup tinggi.

“Di negara lain, seperti di Taiwan, Hongkong, Cina dan di Amerika Serikat, otot adduktor kima yang dijual dalam keadaan kering memiliki harga yang lebih tinggi daripada cumi-cumi dan sotong kering,” katanya.

Otot adduktor kima ini, tambah Baso, merupakan primadona tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an di Jepang, Cina, Taiwan, dan Singapura. Negara-negara tersebut diperkirakan sebagai pengimpor daging kima yang cukup besar. Diperkirakan kebutuhan otot adduktor kima di Taiwan saat itu sekitar 30 ton pertahun.

“Dapatlah diperkirakan berapa banyak kima yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Padahal dalam seluruh daging kima hanya mengandung 15-20 persen otot adduktor. Sementara satu otot adduktor yang berukuran 200-300 gram memiliki potensi pasar yang paling tinggi dibanding 100-200 gram.”

Taman Kima di Pulau Tinabo

Semakin langkanya kerang kima di Takabonerate ini ternyata telah menjadi kekhawatiran pihak taman nasional. Konservasi kima telah lama dilakukan, namun mulai intens sejak setahun terakhir. Puncaknya pada awal 2015 lalu dimana mereka menginisiasi lahirnya taman kima di perairan Pulau Tinabo.

“Ini bentuk konservasi, penyelamatan spesies yang diambil oleh masyarakat serta sebagai media edukasi sekaligus wisata bawah air,” ungkap Akhmadi, staf TN Takabonerate lainnya.

Sebelumnya, sepanjang tahun 2012-2103 telah merelokasi sebanyak 800 kima yang disita dari warga utuk dikembalikan ke habitatnya.


Beginilah Nasib Kima Di Takabonerate was first posted on October 12, 2015 at 1:30 am.

Macan Tutul Turun ke Kawasan Wisata Kawah Putih. Ada Apa?

$
0
0

Seekor anak macan tutul (Panthera pardus) ditemukan berada di sekitar kawasan wisata Kawah putih Bandung, pada Minggu (11/10/15). Kepala sesi III BKSDA Jabar Siswoyo kepada Mongabay melalu sambungan telepon mengatakan, ia mendapatkan informasi dari masyarakat sekitar tentang keberadaan anakan macan tutul pada pukul 07.15. Saat itu ia memang sedang ada acara di dekat lokasi. Tepat di daerah Cimanggu, tak jauh dari kawasan Kawah Putih.

“Kami segera menuju lokasi bersama Polsek, beberapa dokter hewan juga kami datangkan untuk mengecek kesehatan. Awalnya kami membawa kerangka untuk mengevakuasi macan. Saat ke lokasi, memang terlihat ada satu anakan macan tutul di bawah gubuk kandang ayam. Mungkin ia tertidur akibat kekenyangan. Jadi kami pantau dari dekat. Macan tak kami tangkap,” paparnya.

Lokasi keberadaan macan tutul anakan itu berada di 150 meter sebelah kanan, setelah pintu masuk kawasan wisata Kawah Putih.

Macan tutul (Panthera pardus), salah satu satwa dilindungi yang hidup di kawasan Gunung Ciremai. Satwa ini terancam karena terjadinya kebakaran di Taman Nasional Gunung Ciremai. Foto : CI Indonesia

Macan tutul (Panthera pardus), salah satu satwa dilindungi yang hidup di kawasan Gunung Ciremai. Satwa ini terancam karena terjadinya kebakaran di Taman Nasional Gunung Ciremai. Foto : CI Indonesia

Dari pantauan tim gabungan, kondisi macan tutul itu terlihat sehat. Tak ada luka dan cacat di tubuhnya. Tim menunggu beberapa saat sampai macan tutul anakan itu terbangun. Karena waktu sudah siang, macan tutul itu juga tak bisa keluar. Informasi yang didapat, macan tutul itu sempat memakan seekor ayam milik warga.

“Dokter hewan menyarankan agar macan tutul anakan itu tak dibius. Sebab kondisinya juga terlihat sehat. Jadi kami amati saja dari luar,” paparnya.

Saat itu, masyarakat sudah mulai berkerumun. Namun ia segera menghimbau agar masyarakat menjauhi lokasi. Sebab, jika terus dibiarkan macan tutul itu bisa stress.

Tak jauh dari lokasi anakan macan tutul itu, tim juga melihat ada seekor macan tutul dewasa bersama satu anakannya. Jaraknya sekitar 50 meter dan terlihat secara kasat mata. Hal itu lah yang membuat tim yang ada memutuskan untuk langsung melepasliarkan kembali macan tutul itul. Pelepasliaran terjadi pukul 12.15 WIB.

“Jadi tutup di kandang ayam itu kami buka. Setelah itu macan tutul lepas kembali. Dua jam kemudian tim lakukan pengecekan lagi. Macan tutul itu sudah tak terlihat,” katanya.

Lebih lanjut Siswoyo mengatakan, habitat macan tutul di sana memang bisa dikatakan rusak. Sebab, kawasan hutan lindung yang berada dalam penguasaan Perum Perhutani itu sebagian kini sudah beralih fungsi menjadi lahan untuk PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Lokasi yang dijadikan PHBM cukup luas.

“Alasan macan tutul itu turun bisa disebabkan karena sekarang musim kering panjang. Sumber air berkurang. Ia kekurangan juga pakan. Primata di sana jumlahnya juga sedikit. Babi hutan juga berkurang,” katanya.

Memang beberapa waktu yang lalu masyarakat sempat melihat keberadaan macan tutul. Berkali-kali melintas. Siswoyo berharap kejadian serupa tak terulang kembali.

“Apabila masyarakat menemukan keberadaan macan tutul lagi, kami berharap langsung lapor kepada kami. Tak melakukan tindakan anarkis. Kami juga menghimbau agar masyarakat tak beraktivitas dalam kawasan konservasi. Sebab itu bisa mengganggu habitat macan tutul,” paparnya.

Rencana ke depan, BKSDA akan memasang kamera trap di kawasan itu. Untuk memantau dan mendapatkan data mengenai populasi macan tutul.  Rencana pemasangan kamera trap akan dilakukan akhir November ini bekerjasama dengan berbagai pihak.

Macan tutul Jawa (Panthera pardus melas). Foto: CIFOR

Macan tutul Jawa (Panthera pardus melas). Foto: CIFOR

Sementara itu, kepala BKSDA Jabar Sylviana mengatakan, turunnya macan tutul ke pemukiman warga bisa disebabkan karena habitatnya rusak. Bisa juga disebabkan karena macan tutul itu kehausan sebab sumber air berkurang akibat musim kering yang panjang.

“Alhamdulilah kami langsung bertindak cepat. Ke depan monitoring akan lebih intens dilakukan. Meski baru kali ini terjadi macan tutul turun di sekitar kawasan Kawah Putih. Kami berharap masyarakat juga peduli. Kalau ada kejadian serupa, langsung lapor ke kami. Macan tutul harus kita lestarikan,” katanya.

Sulhan, dari Dewan Pertimbangan Forum Macan Tutul mengatakan, biasanya anakan macan tutul yang beranjak dewasa keluar karena ia mencari kawasan teritorial baru. sebab macan tutul tak bisa hidup berdampingan dengan macan tutul lainnya.

 


Macan Tutul Turun ke Kawasan Wisata Kawah Putih. Ada Apa? was first posted on October 12, 2015 at 2:31 am.

KKP: 2020, Tak Ada Lagi Ekspor Mentah Rumput Laut

$
0
0

Dalam lima tahun ke depan, ekspor rumput laut mentah (raw material) ditargetkan sudah tidak dilakukan Indonesia lagi. Sebagai gantinya, ekspor akan difokuskan pada produk rumput laut olahan yang dibuat dalam berbagai bentuk.

Untuk mencapai target tersebut, sejak sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta kepada para pengusaha dan pelaku industri rumput laut untuk mulai mengurangi ekspor dalam bentuk mentah.

“Ini harus bisa dilakukan. Perlahan saja dikuranginya. Tahun ini berapa, 2016 berapa, 2017 berapa, 2018 berapa. Dan akhirnya, pada 2020 nanti kita sudah tidak mengekspor rumput laut dalam bentuk mentah lagi,” ungkap Susi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Petani sedang memilih rumput laut. Foto: Anton Muhajir

Petani sedang memilih rumput laut. Foto: Anton Muhajir

Menurut Susi, tujuan dikuranginya ekspor rumput laut mentah, dimaksudkan agar Indonesia bisa berubah menjadi negara manufaktur dalam industri rumput laut. Dengan menjadi negara produsen, itu juga bermanfaat banyak untuk para pelaku usaha dalam industri rumput laut nasional.

“Dengan diolah dulu menjadi produk, maka nilai jual rumput laut juga akan meningkat berkali lipat. Nanti kan pasti kebagian untung juga. Itu positif. Pengusaha dan petani untung, negara juga diuntungkan,” tutur Susi.

“Kalau tidak, harga di kalangan petani tidak bisa lebih baik karena kita ekspornya mentah terus. Kalau tidak kami stop ekspor bahan mentah, kita seumur hidup akan jadi pemasok raw material,” sambung dia.

Susi menyebutkan, potensi lahan rumput laut yang dimilikli Indonesia saat ini, luasnya mencapai 12,1 juta hektare. Namun, karena berbagai hal, lahan yang sudah dimanfaatkan luasnya baru mencapai 2,68% atau 352.825,12 hektare.

Dengan lahan seluas itu, volume ekspor Indonesia pada 2014 mencapai 206.452 ton dengan nilai USD279.540.000. Data tersebut meningkat dibandingkan 2013, dimana volume ekspor mencapai 181.924 ton dengan nilai USD209.701.000.

“Dengan fakta tersebut, rumput laut berpotensi besar untuk menghasilkan nilai yang lebih besar. Karenanya, kita mulai atur ekspor dalam bentuk mentah. Semuanya, bertujuan untuk mencapai kesejahteraan untuk pelaku usaha dan juga pembudidaya,” cetus Susi.

Susi mengungkapkan, Pemerintah Indonesia juga menilai ada peluang yang besar dalam industri rumput laut sekarang. Karenanya, Pemerintah melalui Surat Sekretaris Kabinet No. B-16/Seskab/3/2015 yang menjadi tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo untuk memfokuskan pengembangan rumput laut yang bagus dan diolah menjadi kosmetika, sabun, obat dan makanan.

Kesibukan petani rumput laut. Foto: Indra Nugraha

Kesibukan petani rumput laut. Foto: Indra Nugraha

Selain itu, dalam surat tersebut, Pemerintah ingin mengembangkan bursa di daerah potensi dengan penyebaran pabrik pengolahan di dekat daerah produsen. Cara tersebut, menurut Susi, dinilai sangat efektif untuk merangsang pertumbuhan sentra rumput laut menjadi lebih bagus lagi.

Anggaran Naik Berlipat

Untuk mengejar target nol ekspor raw material dari rumput laut pada 2020, KKP berupaya melakukan berbagai cara. Salah satunya, dengan meningkatkan anggaran untuk pengembangan rumput laut mulai tahun ini dan 2016.

“Tahun ini kita alokasikan Rp40 miliar, dan tahun depan (2016) kita sudah alokasikan Rp330 miliar untuk rumput laut. Semoga dengan anggaran yang terus meningkat, produksi dan kualitas rumput laut bisa meningkat lebih bagus lagi,” ungkap Susi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Subiyakto mengungkapkan, penambahan anggaran untuk rumput laut, akan dialokasikan untuk membangun 10 pabrik dan 8 gudang rumput laut. Kesemuanya, akan dibangun di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan sentra rumput laut.

“Dengan adanya dukungan pabrik dan gudang rumput laut baru, serta adanya dukungan dana yang lebih besar, kita ingin kualitas kultur jaringan dalam rumput laut yang dibudidayakan bisa lebih baik lagi. Kalau sudah demikian, nanti bisa diolah untuk berbagai produk bernilai jual tinggi,” papar Slamet.


KKP: 2020, Tak Ada Lagi Ekspor Mentah Rumput Laut was first posted on October 13, 2015 at 2:06 am.

Air Danau Buyan Mulai Menyusut, Warga Keluarkan Uang Ekstra. Kenapa?

$
0
0

Musim kemarau panjang yang terjadi tahun ini membuat petani  di kawasan Danau Buyan di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali ‘resah’. Pasalnya memasuki musim kemarau kawasan danau yang merupakan resapan air terus mengalami penyusutan sejak akhir Agustus 2015 lalu. Untuk  mengairi tanaman mereka, para petani harus mengeluarkan uang ekstra cukup tinggi.

Nyoman Lantur, petani stroberi di Desa Pancasari menjelaskan menyusutnya volume air danau sangat berdampak langsung kepada petani disekitarnya. Dampak yang sangat terlihat adalah penambahan pembiayaan atau modal membeli berupa mesin pompa dan pipa panjang untuk mempermudah penyedotan air dari danau ke areal perkebunan. Jika dihitung modal tambahan yang dikeluarkan mencapai Rp4 Juta hingga lebih.

Kawasan Danau Buyan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, tempat diadakannya Twin Lake Festival. Foto : Wikipedia

Kawasan Danau Buyan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, tempat diadakannya Twin Lake Festival. Foto : Wikipedia

“Ini mau bagaimana lagi, air danau sudah menyusut lama pak. Jadi biar tanaman stroberi tidak mati, saya beli mesin air agar tanaman tetap hidup,” ujarnya.

TIdak itu saja, kekeringan itu juga  mengakibatkan sumur warga mengalami penyusutan dan juga air berubah warna menjadi keruh. Jika dilihat  jarak antara danau dan pemukiman warga tidak terlalu jauh, berkisar mencapai satu sampai dua kilometer. Mereka menilai jika mencari air bersih sangat sulit, dan harus mencari ke beberapa rumah warga lainnya. Warga berharap hujan segera turun dan air kembali normal baik di sumur dan di danau Buyan.

“Ini air di sumur malah ikut surut. Ya kami tetap gunakan saja, karena tidak ada pilihan lain. Mudah-mudahan sumur tidak sampai mengering, kalau kering saya mesti beli air galon di warung,” ucap Ni Putu Merta.

Penyusutan air danau ini, konon bukan kali pertama terjadi melainkan setiap memasuki musim kemarau. Kondisi berkurangnya air hampir mencapai seperempat danau, dan praktis hanya meninggalkan lumpur tersisa.

Sejumlah penelitian menunjukan air Danau Buyan, bukan hanya sebatas sebagai sumber penghidupan melainkan digunakan sebagai kawasan daerah resapan air di Bali. Petani di sekitar danau tidak ketinggalan ikut menjaga kelestarian air, baik dari sampah dan pencemaran pihak tidak bertanggungjawab.

Sementara itu, Dosen Pertanian Universitas Udayana, Dr. Kartini kepada wartawan,  menuturkan kejadian penyusutan air danau Buyan telah diprediksi sejak jauh-jauh hari. Fenomena alam tersebut diakibatkan kondisi kekeringan yang belakangan menerpa sejumlah wilayah di Bali. “Penurunan air diperkirakan terjadi akhir Agustus lalu. Diduga karena kekeringan dan fenomena alam ini akibat sedimen sangat tinggi. Selain itu gulma mulai banyak, apalagi tanah di sekitar danau sudah sangat kering. Ini harus menjadi perhatian berbagai pihak,” tandasnya.

 


Air Danau Buyan Mulai Menyusut, Warga Keluarkan Uang Ekstra. Kenapa? was first posted on October 13, 2015 at 4:30 am.

Kurangi Ketergantungan Impor, Indonesia Produksi Pakan Ikan Murah Berkualitas

$
0
0

Dominasi produk pakan ikan impor di pasaran Indonesia yang harganya cukup terjangkau, diharapkan bisa segera berkurang. Hal itu, karena pakan ikan murah dengan kualitas bagus siap diluncurkan ke pasaran Indonesia. Produk tersebut diharapkan bisa memecah dominasi produk impor.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, pembuatan pakan ikan murah dimaksudkan untuk memasok kebutuhan pakan ikan yang dibutuhkan pembudidaya ikan air tawar yang ada. Selama ini, kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh produk impor, karena tidak ada produk lokal yang memenuhi standar nasional indonesia (SNI).

“Sekarang akan segera hadir produk pakan ikan murah dengan kualitas bagus. Kualitasnya sudah SNI ya. Produk tersebut dikhususkan untuk ikan lele dan mujair,” ucap Susi di Jakarta, akhir pekan lalu.

ikan dimasukkan ke pick up untuk diolah jadi sardin. Foto : Rhett A. Butler

ikan dimasukkan ke pick up untuk diolah jadi sardin. Foto : Rhett A. Butler

Diungkapkan dia, produk pakan ikan murah tersebut akan dijual di pasaran dengan harga Rp5.000 dan produksinya dilakukan oleh PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Harga tersebut, dinilainya sangat terjangkau karena harga di pasaran saat ini untuk pakan ikan berkisar antara Rp9.500 hingga Rp10.000.

“Dari hasil (penelitian) laboratorium juga, pakan ikan yang akan diluncurkan itu sudah sesuai SNI. Makanya, itu terobosan yang bagus dari Jafpa. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Jafpa ini yang bekerjasama dengan Asosiasi Gabungan Pakan Ternak,” cetus dia.

Untuk mendukung kelancaran produk tersebut, Susi mengaku akan membantu proses analisa pakan hingga tetap dalam standar SNI dan sekaligus memberikan nomor pendaftaran produk tersebut tanpa dikenaka biaya alias gratis.

‘’KKP mendukung produksi pakan murah melalui Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI), yang memanfaatkan bahan baku lokal,’’ kata Susi.

Dia menyebutkan, dengan kondisi harga pakan ikan saat ini cukup mahal, sebenarnya para pembudidaya diuntungkan dengan kenaikan harga ikan. Tetapi, kenaikan tersebut nyatanya tetap tidak mampu menutupi ongkos produksi yang besarnya bisa mencapai 70 persen dari keseluruhan.

Turun Rp1.000

Saat harga di pasaran sedang tinggi, para pengusaha pakan ternak ikan sepakat untuk menurunkan harga sebesar Rp1.000. Kesepakatan tersebut dilakukan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto mengatakan, penurunan harga pakan ternak ikan menjadi kabar bagus untuk pelaku usaha di industri perikanan budidaya. Adapun, pakan yang mengalami penurunan itu bervariasi, tapi total penurunannya mencapai Rp1.000.

Menurut dia, dengan penurunan harga tersebut, diharapkan bisa memberi angin segar untuk semua pembudidaya ikan. Pasalnya, selama ini margin pakan ternak ikan selalu diambil oleh pasar dan itu tidak berdampak baik untuk harga di pasaran.

“Jadi sekarang ini harganya yang rata-rata Rp9.500 akan turun jadi Rp8.500 dan begitu pula dengan harga di atas atau dibawahnya,” tutur dia.

Terkait dengan ketergantungan pada produk impor, Slamet mengungkapkan bahwa itu karena produksi dalam negeri masih belum bisa memenuhi kebutuhan nasional. Akibatnya, produk untuk pakan ikan dan bahan baku pakan terpaksa harus diimpor dari negara lain.

“Pakan kita kebanyakan masih impor memang. Untuk pakan benih saja 80 persen masih impor. Pakan ikan hias juga 50 persen impor. Begitu juga dengan bahan baku seperti tepung ikan, kedelai dan jagung masih harus diimpor,” tandas dia.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor, Slamet mendorong industri pakan dan bahan baku dalam negeri untuk meningkatkan produktivitasnya hingga bisa memenuhi kebutuhan pasar nasional.

“Dengan menambah produksi dalam negeri, ini bisa menambah suplai kebutuhan nasional. Dengan demikian, nantinya secara bertahap kuota untuk impor akan dikurangi,” tambah dia.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, kehadiran produk pakan ikan murah yang diproduksi PT Jafpa Comfeed Indonesia Tbk diharapkan bisa memicu daya saing produk dalam negeri.

“Bagaimanapun, sudah selayaknya jika produk dalam negeri bisa berjaya. Sehingga, ketergantungan pada produk impor bisa berkurang,” tutur dia.


Kurangi Ketergantungan Impor, Indonesia Produksi Pakan Ikan Murah Berkualitas was first posted on October 14, 2015 at 2:00 am.

Beginillah Kondisi Sektor Pertanian Di Jabar

$
0
0

Kemandirian pangan merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kemajuan di  sektor pertanian.  Akan tetapi penyusutan lahan pertanian akibat modernisasi dan alih fungsi lahan menjadi properti ataupun industri, masih terjadi. Tidak terkecuali di Jawa Barat, yang digadang – gadang sebagai wilayah lumbung padi terbesar nasional.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Jawa Barat pada 2013, pertanian di bumi Parahyangan ini menghasilkan 12,083 juta ton padi dengan luasan lahan sekitar 2 juta hektar sawah dan ladang. Dari 26 kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat yang merupakan daerah sentral produsen padi terbesar dihasilkan oleh  Kabupaten Indramayu 12 persen, Karawang 9 persen,  Subang 8 persen.

Provinsi Jawa Barat yang berpenduduk sekitar 46 juta jiwa membutuhan komsumsi beras rata – rata mencapai 89,6 per kapita dalam satu tahun.

“Tahun 2013 Jawa Barat mengalami surplus dan menjadi provinsi yang menghasilkan panen tertinggi se-Indonesia. Kebutuhan beras Jawa Barat mencukupi bahkan kita kelebihan dan bisa menyuplai ke Jakarta dengan jumlah penduduk 11 juta jiwa untuk kebutuhan komsumsi berasnya dari Jawa Barat sebanyak 60 persen.” kata Uneef Primadi, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Pemprov Jabar, di kantornya di Bandung pada dua minggu yang lalu.

Seorang petani mencangkul lahan garapan miliknya untuk mempersiapan panen selanjutnya setelah musim penghujan tiba di Desa cilengkrang, Bandung, Jawa Barat pada Senin (05/10/2015). Diperkirakan hujan akan mulai pada sekitar Februari akibat El Nino yang terjadi di Indonesia saat ini. Foto : Donny Iqbal

Seorang petani mencangkul lahan garapan miliknya untuk mempersiapan panen selanjutnya setelah musim penghujan tiba di Desa cilengkrang, Bandung, Jawa Barat pada Senin (05/10/2015). Diperkirakan hujan akan mulai pada sekitar Februari akibat El Nino yang terjadi di Indonesia saat ini. Foto : Donny Iqbal

Pemprov melakukan upaya peningkatan produksi padi, melalui kerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan dinas terkait berupaya menerapakan teknologi untuk pertanian. Salah satunya penerapan sistem panen legowo (meningkatkan populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam dan memanipulasi lokasi dari tanaman) yang bisa meningkatkan produktifitas 20 – 30 persen.

Pemprov juga telah mengalokasikan Rp100 miliar dari APBD dan APBN untuk meningkatkan produktifitas pertanian, salah satunya dengan program cetak sawah sebanyak 100 ribu hektar hingga 2018 mendatang. Kemudian akan dilakukan secara swadaya maupun oleh pemerintah.

Uneef memaparkan pemerintah memfasilitasi  alat pertanian modern kepada kelompok petani yang akan diberikan ketika sebelum dan sesudah panen. Pengkondisian sebelum panen pemerintah menyediakan bantuan berupa 2700 unit traktor roda dua,  40 unit traktor roda empat,  kultivator untuk lahan kering, lahan tanam.

Selain itu juga ada 70 unit rice transplanter (mesin penanam padi) mempercepat, dan mengeringkan padi, 1300 unit pompa air dan perbaikan jaringan irigasi untuk 220 ribu hektar.

Sedangkan alat pasca panen, pemerintah menyediakan combine harvester (mesin memanen) 324 unit, rice milling (penggiling padi) 73 unit, vertical grain dryer (pengering padi) 4 unit dan power flasher untuk padi yang rontok 17 unit

“Bantuan tersebut nantinya akan disebar ke kelompok tani yang ada di Jawa Barat khususnya. Tetapi untuk menerima bantuan alat tadi, kelompok tani yang menerima hibah itu harus kelompok petani yang berbadan hukum sesuai Kemenkumham dan disahkan oleh notaris,” kata Uneef.

Sedangkan data Badan Pusat Statitik (BPS) tahun 2013 terdapat 507.933  kelompok tani yang dibagi menjadi kelompok tani dewasa, wanita dan pemuda dari 26 kabupaten/kota  terdiri dari 236 kecamatan se-Jabar.

Uneef menerangkan pemerintah tidak hanya berperan teknisnya, tetapi juga mengembangkan benih dengan menggandeng beberapa universitas untuk melakukan observasi. Upaya tersebut dilakukan dengan mengebangkan inpari benih 14, 15, 16 yang tahan terhadap hama, kualitas rasa yang enak dan bisa meningkatkan produktivas lahan di Jabar.

Penyusutan lahan

“Penyusutan lahan pasti ada tapi kami melakukan antisipasi dengan indek penanam dan cetak sawah 100 ribu hektar yang dilakuakan secara swadaya maupun pemerintah sampai 2018. Kita juga ada harapan dari bendungan Jatigede membuka lahan yang bisa diairi sebanyak 98 ribu hektar jika sudah terisi dan itu rencana tahun 2016,” ujar Uneef.

Dia mengatakan untuk penyusutan lahan pertanian setiap tahun selalu terjadi karena berbagai faktor salah satunya faktor lonjakan penduduk. Kendati demikian dia menyebutkan selalu ada upaya untuk tetap meningkatkan hasil produktivitas  padi.

Uneef menuturkan  kendala banjir, kekeringan dan organisme pengganggu tanaman sering kali menyebabkan pasang surut peningkatan provitas padi. Tahun 2014 produktivitas padi mengalami penurunan sebesar 11,566 juta dan penyusutan lahan sebanyak  3.000 hektar.

Seorang petani mencangkul lahan garapan miliknya untuk mempersiapan panen selanjutnya setelah musim penghujan tiba di Desa cilengkrang, Bandung, Jawa Barat pada Senin (05/10/2015). Diperkirakan hujan akan mulai pada sekitar Februari akibat El Nino yang terjadi di Indonesia saat ini. Foto : Donny Iqbal

Seorang petani mencangkul lahan garapan miliknya untuk mempersiapan panen selanjutnya setelah musim penghujan tiba di Desa cilengkrang, Bandung, Jawa Barat pada Senin (05/10/2015). Diperkirakan hujan akan mulai pada sekitar Februari akibat El Nino yang terjadi di Indonesia saat ini. Foto : Donny Iqbal

Penurunan tersebut akibat sawah di kawasan pantura (pantai utara)  mengalami kebanjiran pada Desember – Januari 2014 seluas 96 ribu hektare. Ditambah 51.000 hektar puso di Indramayu  .

“Panen tahun 2015 kembali mengalami penurunan akibat dari musim kemarau yang berkepanjangan. Sebanyak 112 ribu hektar terkena dampak kekeringan, 42 ribu hektar mengalami puso dan daerah terparah terjadi di Indramayu yang memeliki luas sawah sekitar 17 ribu hektare,” tuturnya.

Perijinan harus diperketat     

Dedi Widayat , Dosen Budidaya Tanaman Universitas Padjajaran Bandung menyesalkan fenomena alih fungsi lahan di pertanian produktif. Seharusnya ada kebijakan yang tegas terkait alih fungsi lahan misalnya  lahan sawah tidak boleh dijadikan lahan yang  non pertanian.

“Harusnya dipelajari betul kondisi lahan agro ekologis di kabupaten/ kota di Jawa Barat itu bagusnya berapa, misalnya RTH nya berapa , lahan sawahnya berapa dan itu harus dipegang teguh, jangan sampe perizinannya itu sembarangan. Setiap ada ijin pembangunan bangunan properti dan industri dilahan produktif pertanian diijinkan , intinya harus diperketat perijinannya,” ujarnya.

Sedangkan Uneef memaparkan sudah aturan dan SK oleh Bappeda masing – masing kota/kabupaten dan perijinan dari RT/RW untuk mengatur pengalihfungsian lahan, tetapi masih bisa dilaksanakan menyeluruh. Pengalih fungsi lahan juga disebabkan dengan adanya sistem adat yakni warisan.  Untuk menyelamatkan lahan pertanian, pemerintah hanya mampu  membakukan lahan 600 ribu hektare.

Dedi menyinggung program pemerintah membangun bendungan untuk irigasi pertanian belum berpengaruh signifikan. Harus ada kepastian ketersediaan air pada daerah tangkapan air. “Jangan membangun bendungan apabila catcment area-nya tidak diperhatikan. Hal tersebut hanya akan menghamburkan biaya saja. Jangan ketika musim hujan kebanjiran  dan musim kemarau kekeringan itu  yang harus dipelajri dengan baik,” keluhnya.

Dia mengatakan bendungan Jatigede pun tidak hanya melakukan pengisian air dan dibiarkan penuh begitu saja tanpa ada perhatian terhadap catcment area di sekitar sungai Cimanuk yang berhulu di Kabupaten Garut. Harus diperhatikan pula aspek kelestarian lingkungan agar ketersedian air ada jika banyak daerah resapan airnya.

Dedi menjelaskan salah satu upaya meningkatkan produktivitas dengan jalan intensifikasi yaitu suatu usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara mengoptimalkan lahan yang sudah ada.

“Semua praktek budidaya pertanian yang berkaitan dengan peningkatan produksi harus  melihat kelanjutan pertanian dan keseimbangan lingkungan, tidak bisa memaksa tanah ini dibikin produksinya tinggi  tapi hanya sesaat. Namun, harus lestari jika tahun ini hasilnya segini ya tahun depannya juga harus segini jangan menurun,” ucapnya saat ditemui di Fakultas Pertanian Unpad.

Dedi memaparkan perlunya pemahaman teknologi yang betul kepada petani , tidak melulu menggembor – gemborkan misalnya petanian organik tanpa adanya  pemahaman yang benar, yang ternyata juga masih banyak yang keliru.

“Karena yang penting bagi kita  adalah keseimbangan. Bagaimana organik  itu digunakan tetapi harus diimbangi oleh kondisi sekarang ini. Untuk  meningkatakan produksi  tidak bisa hanya bergantung pada organic farming jadi harus diimbangi oleh teknologi yang ada. Bohong kalau kita bisa hidup hanya bergantung dengan organic farming,” katanya.

Dia mengungkapkan kadang para petani itu meninginkan hal yang instan dan cepat. Padahal keseimbangan menggunakan  pestisida ,pupuk organik atau non organik mesti dilakukan secara baik, benar dan bijaksana.

Perlu ada mekanisasi

Dedi mengatakan petani di kota  dianggap  miskin, padahal sebaliknya bila pertanian dilakukan dengan cara yang benar.  “Perlu pemahaman dan inovasi kepada petani karena sangat minimnya regenerasi. Sekarang kebanyakab petani yang tua ketimbang yang muda,” ujarnya.

Oleh karena itu dibutuhkannya mekanisasi pertanian, dengan penerapan teknologi yang mengoptimalkan hasil agar menarik minat petani muda. “Kedepan harapannya bisa mencari teknologi yang mudah, murah dan menghasilkan hasil yang tinggi untuk menekan biaya produksi petani yang tinggi karena tenaga kerja mahal,” pungkasnya.

 


Beginillah Kondisi Sektor Pertanian Di Jabar was first posted on October 15, 2015 at 2:12 am.

Selain 12 Kapal, KKP Akan Tenggelamkan Kapal Tanker

$
0
0

Sebanyak 12 kapal yang terbukti melakukan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia, dipastikan akan ditenggelamkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penenggelaman akan dilaksanakan pada Senin dan Selasa (19-20/10/2015) mendatang di tiga kota, Sabang (Aceh), Batam (Kepulauan Riau), dan Pontianak (Kalimantan Barat).

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, penenggelaman tersebut dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Cara tersebut, diyakini bisa memutus mata rantai kejahatan perikanan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia.

“Selama belum masuk ke pengadilan, kapal-kapal yang melakukan pelanggaran bisa ditenggelamkan langsung,” demikian diungkapkan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis (15/10/2015).

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan     Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto:  Ayat S  Karokaro

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto: Ayat S Karokaro

Dikatakan dia, penggelaman kapal dilakukan, karena pihaknya ingin memberi efek jera kepada pelaku illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing di perairan Indonesia. Jika kapal-kapal tersebut langsung masuk ke meja pengadilan, maka dikhawatirkan hukuman uu peyang diberikan tidak setimpal.

“Daripada kenapa-kenapa kalau ke pengadilan dulu, kita langsung tenggelamkan saja. Kan payung hukumnya juga sudah ada dan jelas. Kita tenggelamkan kapalnya, ABK-nya kita bawa ke darat,” tutur dia.

Tentang 12 kapal yang akan ditenggelamkan nanti, Susi menyebutkan, 8 kapal diantaranya berasal dari KKP dan 4 kapal dari TNI AL. Untuk kapal-kapal yang ditenggelamkan KKP, rinciannya adalah 1 kapal berbendera Thailand akan ditenggelamkan di Sabang, 1 kapal berbendera Thailand dan 2 kapal berbendera Vietnam akan ditenggelamkan di Batam.

“Sisanya, ada empat kapal yang akan ditenggelamkan di Pontianak. Untuk TNI AL ini teknis penenggelamannya diserahkan kepada mereka,” cetus dia. Adapun, empat kapal yang batal ditenggelamkan itu, seluruhnya kapal yang berbendera Filipina.

Kapal Tanker

Selain menenggelamkan 8 kapal, Susi Pudjiastuti juga mengungakapkan bahwa pihaknya akan menenggelamkan  2 (dua) unit kapal tanker, yaitu MT Galuh Pusaka dan MT  Mascott II. Kedua kapal tanker tersebut ikut ditenggelamkan karena terbukti sudah melakukan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia.

Akan tetapi menurut Susi, walau akan ditenggelamkan, hingga saat ini informasi mengenai dua kapal tanker tersebut masih terbatas. Sehingga, informasi mengenai keduanya akan terus didalami untuk mendukung proses hukum yang akan dilakukan nanti.

Adapun, kapal MT Galuh Pusaka ditemukan di Perairan Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau pada 30 Juni 2014 dalam keadaan tanpa awak. Diduga, kapal tanpa awak tersebut sengaja diterlantarkan untuk mendapatkan klaim asuransi perusahaan.

Selain melakukan perbuatan curang tersebut, dugaan lain yang dilakukan kapal MT Galuh Pusaka, adalah karena kapal tersebut tidak memiliki izin pengangkutan. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Asep Burhanuddin, izin kapal tersebut saat ditemukan sudah habis dan itu bisa diberikan sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun penjara atau denda paling banyak Rp200 juta.

“Selain itu, Galuh Pusaka juga tidak memiliki suat persetujuan berlayar, tidak melengkapi persyaratan navigasi, sengaja merusak atau membuat tidak berfungsi  sarana bantu navigasi dan fasilitas alur pelayanan, dan tidak melaporkan kapal dari perairan Indonesia,” papar dia.

Di samping Galuh Pusaka, kapal tanker lain MT Mascott II juga diduga kuat sudah melakukan pelannggaran. Menurut Asep, pelanggaran yang dilakukan adalah membawa muatan bahan bakar minyak tanpa dilengkapi dokumen pelayaran yang sah.

“Dengan demikian, Mascott ini diduga mengangkut BBM tanpa izin, melakukan usaha pengangkutan pelayaran tanpa izin, ekspor barang tanpa dokumen yang sah, dan pemalsuan dokumen,” tandas dia.

35 Kapal di Pengadilan

Selain 12 kapal beserta tambahan 2 kapal tanker, Asep Burhanuddin menjelaskan, sebenarnya masih ada kapal lain yang berstatus diduga melakukan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia. Kapal-kapal tersebut jumlahnya mencapai 35 kapal.

“Namun, kapal-kapal tersebut statusnya saat ini masih dalam tahap proses pengadilan. Jadi kita tidak bisa mengutak -atik mereka, apalagi sampai ditenggelamkan. Kita harus tunggu dulu proses hukumnya selesai,” ucap Asep.

Ke-35 kapal tersebut, kata dia, 8 (delapan) ada di Pontianak (Kalbar), 12 di Batam (Kepri), 4 (empat) di Bitung (Sulawesi Utara), 5 (lima) di Merauke (Papua), 3 (tiga) di Ranai, dan 3 (tiga) di Tarempa, Kepri.


Selain 12 Kapal, KKP Akan Tenggelamkan Kapal Tanker was first posted on October 15, 2015 at 8:25 am.

Kekeringan Memberatkan Petani Di Subang

$
0
0

Kemarau berkepanjangan dengan kondisi El nino yang masih melanda wilayah Jawa Barat mengakibatkan kekeringan terjadi di seluruh kabupaten/kota. Salah satunya Situ Cipagon, Kecamatan Cikaum, Kabupaten Subang yang mengalami kekeringan, sampai tanah pun retak-retak.

Siang itu, matahari sedang berada dalam posisi sempurna. Teriknya menggigit kulit yang berselimut baju lusuh berlengan pendek. Keringat yang membasahi sekujur tubuh tak menyurutkan semangatnya dalam mengolahan lahan seluas 100 bata. Permukaan situ yang mengering menjadi berkah tersendiri bagi Anwar (83). Meskipun diusia uzurnya dia tetap beraktivitas layaknya anak muda yang bertenaga kuda. Jemari keriputnya masih cekatan dalam memainkan pacul mengolah tanah.

“Air susah didapat sekitar 5 bulan lalu, saat musim gadu tiba air menjadi langka padahal sangat butuh untuk nanam palawija,” katanya kepada Mongabay saat ditemui dilahan garapanya Selasa, (13/10/2015).

Seorang petani memanfaatkan bendungan Situ Cipagon yang mengering di Kecamatan Cikaum, Subang, Jawa Barat,pada  Selasa (13/10/2015). Para petani menggarap palawija sebagai penunjang kehidupannya sambil menunggu musim penghujan tiba. Foto : Donny Iqbal

Seorang petani memanfaatkan bendungan Situ Cipagon yang mengering di Kecamatan Cikaum, Subang, Jawa Barat,pada Selasa (13/10/2015). Para petani menggarap palawija sebagai penunjang kehidupannya sambil menunggu musim penghujan tiba. Foto : Donny Iqbal

Sementara lahannya sawahnya yang lain seluas 300 bata di Kaligambir Kecamatan Purwadadi, Subang, menghasilkan padi sebesar 1.5 ton dengan 2 kali tanam pada panen tahun kemarin.

Namun, ketika memasuki musim gadu dia beralih menjadi menanam palawija, yang tidak membutuhkan terlalu banyak air, walaupun harus melakukaan penyemprotan rutin.

Dia menuturkan kadang modal yang dikeluarkan tak sembanding dengan apa yang didapatnya dari menjual palawija. Meski dengan kondisi seperti itu dia mengaku terus menggarapnya sebab tidak kegiatan lain selain bertani. Dilahannya tersebut dia bersama anaknya menanam jagung,kacang tanah, kacang panjang kangkung.

Hal serupa dikeluhkan juga oleh Boying (68) lelaki senja yangbersama istri masih terus menggarap lahannya seluas 300 bata. Saat ditemui Mongabay, warga asli desa Sindang Sari, Cikawung, Subang itu begitu terampil membagi peran masing – masing.

Hembusan angin sore sedikit melepaskan panas yang melekat dalam tubuh,  letihnya tersirat dari wajah yang bercucuran keringat. Kemudian Keduanya memutuskan untuk rehat sejenak di saung berukuran 3 x 3 yang beratap jerami tetapi cukup buat teduh dari amukan matahari. Diambilnya termos berisi air teh yang dia bawa dari rumah agar menghilangkan haus kala dahaga.

Boying menuturkan air sudah menjadi barang mewah dewasa ini, kekeringan yang terus menerus selama kurun waktu Juli hingga Oktober membuatnya harus mengeluarkan biaya tambahan Rp.2 juta menyewa jasa traktor, menyewa sedotan, benih dan nutrisi.

Dia merasa kewalahan dengan biaya tambahan mengairi lahan tersebut. Pasalnya, dari lahan yang ditanami timun itu baru bisa dipanen sekitar 60 – 75 hari kedepan. Panenannnyadijual ke tengkulak dengan harga yang sangat murah yaitu Rp.12ribu per kilogram. “Normalnya sih dibeli sekitar Rp. 20 ribu per kilogram, jika sedang musim panen seperti sekarang ini harga beli dari tengkulak juga ikut menurun,” paparnya.

Petani timun menyemprot tanaman palawija dilahan 300 bata di desa Sindang Sari, Cikawung, Subang, Jawa Barat, Selasa (13 /10 /2015). Timun menjadi tanaman alternatif saat kemarau karena masa panen yang relatif singkat 65-70 hari.  Foto : Donny Iqbal

Petani timun menyemprot tanaman palawija dilahan 300 bata di desa Sindang Sari, Cikawung, Subang, Jawa Barat, Selasa (13 /10 /2015). Timun menjadi tanaman alternatif saat kemarau karena masa panen yang relatif singkat 65-70 hari. Foto : Donny Iqbal

Boying memperkirakan timun yang akan dipanennya nanti sekitar 40 karung atau 40 kwintal timun. Dilahan seluas 300 bata, dia juga menanam kacang panjang dan kacang kedelai. Akibat mahalnya biaya perawatan serta kurangnya pasokan air maka penanaman kacang kedelai terpaksa dihentikan. Padahal sudah ditanami selama 2 bulan dan menghabiskan air sebanyak 2 gantang (20 liter) dengan biaya sewa pompa air sebesar Rp. 200 ribu.

“Jika bukan karena ibadah, kami mungkin sudah meninggalkan profesi petani dan beralih menjadi di pegawai negeri,” guyonnya saat ditemui Mongabay di saung miliknya.

Sulit Mencari Rumput

Dilain tempat, Lalang (65) mengatakan memiliki sawah seluas 200 bata di Tanjung Sari, Kecamatan Cikaum, Subang. Dia menuturkan memasuki musim kemarau banyak petani yang mengolah lahan untuk ditanam palawija. Namun, karena kemarau yang berkepanjangan banyak juga lahan yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya hingga menunggu musim penghujan tiba.

Dia tidak tertarik menggarap palawija seperti petani lainnya, karena tidak memilikinya. Dia memilih mengembala kambing sebagai kegiatan pengganti dari tani.

Lalang memiliki 6 ekor kambing yang rata – rata berumur 3 tahun. Setiap harinya dia membutuhkan pakan rumput sebanyak 2 karung.  Bantaran sungai yang biasa menjadi tempat favorit mencari rumput kini mengering dan rumput tidak tumbuh.

“Mencari rumput sekarang susah, harus jalan dulu sejauh 10 sampai 15 km. Itu maksimal dapet dua karung. Kalo sambil mengembala kambing biasanya berangkat pagi pulang sore, ” katanya saat ditemui Mongabay di bantaran sungai Ciasem.

Seorang penggembala sedang mengawasi sapi miliknya di kawasan pesawahan Cikaum, Subang, Jawa Barat, pada Selasa (13/10 /2015). Kemarau yang berkepanjangan berdampak pada pakan rumput untuk hewan yang semakin sulit diperoleh.  Foto : Donny Iqbal

Seorang penggembala sedang mengawasi sapi miliknya di kawasan pesawahan Cikaum, Subang, Jawa Barat, pada Selasa (13/10 /2015). Kemarau yang berkepanjangan berdampak pada pakan rumput untuk hewan yang semakin sulit diperoleh. Foto : Donny Iqbal

Kekeringan juga berimbas pada krisis air bersih. Di rumahnya di Desa Tanjung Sari air susah naik meskipun menggunakan pompa air, karena banyak petani yang menggali sumur bor untuk pertanian sehingga air menjadi berkurang ke daerah pemukiman penduduk.

Pertanian Di Subang

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten, Subang, Selasa (13/10/2015), produksi padi tahun 2014 mencapai 1,1 juta ton dengan luas lahan pertanian 84.570 hektare. Subang menduduki posisi ketiga sebagai penyuplai padi Se-Jawa Barat. Untuk tahun 2015 berdasarkan data yang masih tentatif, produksi padi Kabupaten Subang baru 865.436 ton padi per bulan September.

 

 


Kekeringan Memberatkan Petani Di Subang was first posted on October 16, 2015 at 9:01 am.

Kekeringan Di Bandung Ancam Pertanian Dan Ketahanan Pangan

$
0
0

Musim kemarau saat ini dengan kekeringannya, mengancam pertanian di sejumlah daerah termasuk di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tanaman padi yang belum genap umur, terancam puso karena minimnya sumber air. Hal tersebut, membuat petani terpaksa memanen padi, meski belum saatnya.

Hal ini dialami Enju (52), saat memanen sawah di Cisaranten Kidul, Kecamatan Gedebage Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Enju memanen lahan yang digarapnya seorang diri.

Menurut  Enju, masa tanam padi di lahan tersebut berlangsung ketika memasuki musim kemarau. “Kesediaan air semakin sulit di dapat, melihat padi sudah mulai kolot (tua) dan cukup untuk dipanen, ya dilakukan saja. Namun, kualitas padi tak bagus lebih cenderung kerut dan kecil,” ujarnya yang ditemui Mongabay, Rabu (16/09/2015).

Enju (52) pada Rabu, (16/09/2015) mengeluhkan tanaman padinya yang terkena dampak kekeringan yang terjadi di Cirinten, Kecematan Gede Bage Kab Bandung, Jawa Barat. Panen kali ini ia hanya menghasilkan 2 kuintal. Foto : Donny Iqbal.

Enju (52) pada Rabu, (16/09/2015) mengeluhkan tanaman padinya yang terkena dampak kekeringan yang terjadi di Cirinten, Kecematan Gede Bage Kab Bandung, Jawa Barat. Panen kali ini ia hanya menghasilkan 2 kuintal. Foto : Donny Iqbal.

Luas lahan yang digarapnya berkisar 100 bata atau 1400 meter persegi, hasil padi yang didapatnya diprediksikan hanya 4 karung saja. “ Biasanya setiap panen bisa menghasilkan 14 karung atau setara 7 kuintal. Sekarang turun drastis menjadi 2 kuintal. Itu pun belum pasti jika padinya banyak yang gepeng (kosong),” tuturnya.

Menurut Enju, sumber air di daerahnya tidak sulit dicari, ia mengandalkan sumber air di dekat Kantor Polda Jabar dan sungai Cinambo. Ia mengatakan sekarang sumber air di Polda mengering karena rebutan dengan petani lain. “Saya bingung mencari sumber air, semenjak ada pembangunan bangunan baru di sekitar sawah, sumber air susah di dapat,” ucapnya.

Ia melanjutkan untuk petani yang memiliki modal mengantisipasi kekeringan yang terjadi dengan menggunakan pompa air. ia menyebutkan untuk sehari biaya yang dikeluarkan sebanyak Rp60.000 dengan biaya tambahan bahan bakar sebanyak 4 liter. Menurutnya, langkah itu tidak begitu berpengaruh karena ketersedian air pun tak banyak.

Beberapa hari kedepan, Enju akan memanen lahan tersebut. “Dengan kondisi sekarang ini, ya mau bagaimana lagi selain memanennya. Sesudah panen sawah dibiarkan saja dulu sampai musim penghujan tiba,” katanya.

Untuk memberi pakan ternak kurban tetangganya pun Enju biasanya mencari rumput di sekitar sawah. Ia mengaku kesulitan untuk mencari rumput. “Mencari rumput sekarang susah, mengumpulkan 2 karung rumput pun tidak mudah,” ujarnya.

Untuk menambah penghasilannya, Enju bisa mengumpulkan 2 karung rumput dalam sehari untuk kemudian dijual dengan harga Rp.35.000. Kegiatan mencari rumput tersebut dilakukan ketika sepulang dari sawah.

Sejumlah anak bermain sepak bola di area bekas panen yang telah dipanen oleh petani di Kecamatan Gedebage, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Panen kali dinilai petani menurun hingga 30% dari panen sebelumnya. Foto : Donny Iqbal

Sejumlah anak bermain sepak bola di area bekas panen yang telah dipanen oleh petani di Kecamatan Gedebage, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Panen kali dinilai petani menurun hingga 30% dari panen sebelumnya. Foto : Donny Iqbal

Hal serupa dialami pesawahan Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Petani setempat, Asep (75) mengatakan terhentinya pasokan air sudah lama terjadi. Sungai sebagai sumber air juga telah mengering.  Kekeringan saat ini merupakan yang terparah sehingga membuat puso yang sangat merugikan para petani.

Berdasarkan pantauan Mongabay, sedikitnya 3.387 hektare sawah terancam gagal panen atau puso di kampung Ciluncat, Desa Tegal Sumedang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Paling parah terjadi di Kecamatan Baleendah 385 hektare  dan Ciparay seluas 450 hekater.

Bantuan Pemerintah

Kekeringan dan puso yang terjadi di Kabupaten Bandung berpotensi mengganggu cadangan pangan sekitar  2554.4 ton padi. Dinas Pertanian melakukan tindakan antisipatif dengan melakukan penyediaan bantuan berupa pompa air sebanyak 188 unit, perbaikan irigasi di 34 titik dan  pemberian bantuan benih sebanyak 7 ton.

“ Kekeringan bukan bencana karena sudah rutin terjadi ketika musim hujan kebanjiran  dan musim kemarau kekeringan. Namun, kita ingin ada bantuan dari pemerintah daerah  kepada petani yang terkena kekeringan dan puso yang berat meskipun bentuknya terbatas,” kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, A. Tisna Umaran saat ditemui di kantornya.

Aliran sungai di Kecamatan Rancamuncang, Gede Bage, Kota Bandung, Jawa Barat, mengalami sedimentasia akibat kekeringan. Foto : Donny Iqbal

Aliran sungai di Kecamatan Rancamuncang, Gede Bage, Kota Bandung, Jawa Barat, mengalami sedimentasia akibat kekeringan. Foto : Donny Iqbal

Menurut Tisna, hal yang paling efektif yang bisa dilakukan masyarakat dan yang paling prinsip bagi daerah- daerah yang langganan kekeringan adalah para petaninya jangan memaksakan menanam padi atau  jangan memaksakan tanam 3 kali. Pada masa normal pada Oktober sampai Mei dengan waktu persis 8 bulan bisa dilakukan panen dua kali, karena sebulan diantarnya digunakan untuk penyediaan lahan.

“Untuk bulan Juni sampai Agustus masuk musim kemarau, petani jangan memaksakan diri. Kalau mau ya menanam palawija saja yang tidak memerlukan banyak air. Yang bermasalah yang memaksakan diri dengan tetap menanam padi.. Penempatanan fasilitas pompa air dilakuakan seefektif mungkin di area kekeringan untuk membantu petani,” ujar Tisna.

Kabupaten Bandung sendiri memiliki keunggulan dekat dengan pasar, yaitu letaknya strategis untuk pemasaran hasil pertanian ke wilayah Bandung dan luar kota Bandung. Tetapi keunggulan tersebut harus diimbangi dengan hasil pertanian lebih murah dan lebih sehat. Tisna mengatakan pihak nya akan mengupayakan  kemajuan dan kemandirian pangan tersebut.


Kekeringan Di Bandung Ancam Pertanian Dan Ketahanan Pangan was first posted on September 18, 2015 at 5:55 am.

Air Bersih Tetap Jadi Masalah Utama di Pulau-pulau Kecil

$
0
0

Keberadaan pulau-pulau kecil di Indonesia hingga saat ini terkesan masih kurang diperhatikan oleh pemerintah, swasta, ataupun pihak lain. Padahal, pulau-pulau kecil keberadaannya dinlai sangat penting karena berapa di antaranya adalah titik terpenting untuk menjadi barisan pertahanan negara.

Demikian kesimpulan dari bahasan pulau-pulau kecil dalam gelaran UN Sustainable Development Solutions Network bertema “Solution Initiatives for Urban Development in Island and Coastal Environment” yang berlangsung di Depok, Jawa Barat, 16-17 September lalu.

Saat ini, pulau-pulau kecil di Indonesia jumlahnya mencapai 17.520 dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Staf Ahli Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Adipati, pulau-pulau kecil adalah pulau yang luasnya di bawah 2.000 kilometer persegi.

Pulau Gee, di Maluku Utara, yang habis hancur lebur karena investasi perusahaan tambang. Apakah ajakan investasi ke Indonesia, akan menambah jejeran pulau-pulau menjadi mati seperti ini? Apa upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi alam ini? Foto: AMAN Maluku Utara

Pulau Gee, di Maluku Utara, yang habis hancur lebur karena investasi perusahaan tambang. Apakah ajakan investasi ke Indonesia, akan menambah jejeran pulau-pulau menjadi mati seperti ini? Apa upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi alam ini? Foto: AMAN Maluku Utara

“Itu definisi pulau-pulau kecil di Indonesia. Saat ini keberadaannya banyak yang belum tertata dengan baik, terutama infrastrukturnya,” ucap Adipati.

Dia menyebutkan, dari seluruh pulau-pulau kecil yang saat ini ada, hampir semuanya memiliki masalah yang sama dalam tata kelola air. Menurutnya, ada yang bermasalah karena ketergantungan pada mata air, ketergantungan pada musim hujan, dan ada juga yang tergantung langsung pada air hujan.

“Biasanya, masalah yang ketiga adalah karena di pulau tersebut tidak ada mata air dan saat turun hujan pun tanah di pulau tersebut tidak bisa menyerap air hujan dengan baik. Jadilah, air hujan langsung diambil melalui wadah-wadah oleh warga,” papar Adipati.

Akan tetapi, Adipati mengungkapkan, faktor keterbatasan air karena ketiadaan mata air dan serapan air hujan yang baik jumlahnya hanya sekitar 20 persen saja dari total pulau kecil yang ada. Sementara, sisanya adalah karena faktor mata air (52 persen) dan ketergantungan musim hujan (28 persen).

“Pemerintah saat ini sedang fokus untuk menyediakan sumber air di pulau-pulau tersebut. Namun, sekarang masih ada kendala, karena Pemerintah belum memiliki manajemen aset. Padahal, itu menjadi masalah jika nanti pengadaan air dilakukan melalui alat,” jelas Adipati.

Pendapat Adipati tersebut senada dengan akademisi dari Universitas Udayana, Bali, Dharma Putra. Menurut dia, masalah utama dalam pengelolaan sumber air di sebuah pulau kecil, adalah pemeliharaan alat. Hal itu sudah terjadi di Pulau Nusa Penida, Bali.

“Di Nusa Penida itu sudah dipasang teknologi untuk pengadaan air. Tapi itu hanya bertahan enam bulan saja karena memang masyarakatnya tidak siap,” jelas Dharma.

Karena ketidaksiapan masyarakat tersebut, Dharma berpendapat kalau pemerintah harus mencari cara agar penyediaan air untuk masyarakat di pulau kecil bisa tersedia dengan baik tapi juga bisa memelihara alatnya.

Hujan Mikro

Sementara itu menurut akademisi dari Universitas Cendrawasih, Samuel, jika memang mengadakan alat dinilai terlalu mahal untuk menyediakan air bersih di sebuah pulau kecil, maka pilihan untuk membuat hujan mikro harusnya bisa menjadi salah satu solusi.

“Hujan mikro ini terjadi karena penguapan di pulau tersebut. Jadi ini sangat hemat dan tidak perlu perawatan ekstra seperti halnya sebuah alat berharga mahal. Di Papua sudah ada yang seperti itu, ada hujan mikronya,” ungkap Samuel.

Hujan mikro ini, menurut Samuel, berbeda dengan hujan makro yang biasa turun di musim hujan. Karenanya, jika sudah bisa menghasilkan hujan mikro sendiri, pulau tersebut tidak akan tergantung lagi pada hujan makro yang datang hanya saat musim penghujan saja.

Akan tetapi, walau sudah ada di beberapa pulau di Papua, namun Samuel hingga saat ini belum mempelajari secara ilmiah bagaimana proses hujan mikro terjadi di atas sebuah kawasan. Hal itu, karena hujan mikro yang terjadi di Papua berbeda seperti hujan mikro yang dibuat sengaja oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

“Harus ada penelitian lebih lanjut. Bagaimana agar hujan mikro bisa terjadi di sebuah kawasan. Apakah itu karena dipengaruhi oleh keberadaan hutan di kawasan tersebut atau tidak. Lalu, tanaman atau pohon apa yang bisa memicunya? Dan berapa jumlahnya?” cetus Samuel lebih detil.

Karena itu, Samuel berharap, penelitian tentang hujan mikro bisa dilakukan oleh kampus ataupun oleh lembaga kajian tertentu. Yang jelas, dia berpendapat kalau hujan mikro bisa menjadi solusi penyediaan air bersih di pulau kecil di Indonesia.

Menanggapi usulan hujan mikro tersebut, Guru Besar Emeritus Institut Teknologi Bandung Prof Bambang Hidayat berpendapat, hujan mikro bisa saja dikembangkan, tapi tentu tidak semua pulau kecil bisa melakukannya.

“Contohnya di Pulau Nusa Penida, Bali. Di sana tangkapan airnya sudah bagus. Jadi walau kecil pulaunya, di pesisir pantai sudah ada mata air yang rasanya tawar. Itu tinggal dikelola saja bagaimana agar bisa sampai ke masyarakat di sana,” jelas Bambang.

Oleh itu, Bambang mengatakan, sebelum diputuskan untuk menggunakan metode apa dalam menyediakan air bersih di pulau kecil, sebaiknya dilakukan dulu studi tentang geologi di pulau tersebut dan bagaimana sistem tata air yang pas untuk kondisi geologi setempat.

“Itu penting dilakukan. Hingga sekarang, masalah air bersih masih menjadi isu penting untuk pulau-pulau kecil. Kalau bukan kita yang memikirkannya, maka siapa lagi yang akan peduli?” tandas dia.


Air Bersih Tetap Jadi Masalah Utama di Pulau-pulau Kecil was first posted on September 19, 2015 at 12:37 am.
Viewing all 2538 articles
Browse latest View live