Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2538

Menanti Rumah Untuk Anggrek Alam Di Hutan Pematang Damar

$
0
0

Adi Ismanto (34) tertegun melihat dua alat berat sudah berdiri angkuh merusak sekeliling Hutan Pematang Damar, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Bagaimana tidak, Hutan Pematang Damar yang sudah sejak tahun 2013 ini sudah diimpikan menjadi rumah bagi 80 jenis anggrek belum mendapatkan izin sebagai lahan konservasi sudah perlahan dihancurkan oleh perusahaan.

“Saya dan kawan-kawan kaget ada dua alat berat yang sudah masuk dan mulai membangun kanal di sekeliling Hutan Pematang Damar. Padahal ini adalah tempat yang sedang kami ajukan sebagai lahan konservasi anggrek kepada Bupati Muaro Jambi,” katanya.

Adi dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Gerakan Muaro Jambi Bersakat (GMJB). Sesuai dengan namanya dari organisasi masyarakat ini sakat yang dalam bahasa melayunya berarti anggrek dan pakis-pakisan hutan. GMJB yang beranggotakan 24 orang yang mayoritas berprofesi sebagai petani yang memiliki ketertarikan khusus dengan anggrek dan pakis-pakisan. Sejak 2008, awal terbentuknya GMJB berdiri atas keprihatinan  kondisi anggrek alam yang habitatnya terus berkurang akibat pembukaan hutan menjadi areal perkebunan.

Hutan Pematang Damar merupakan satu-satunya rumah bagi anggrek alam yang ada di Muarojambi. Foto : Elviza Diana

Hutan Pematang Damar merupakan satu-satunya rumah bagi anggrek alam yang ada di Muarojambi. Foto : Elviza Diana

“ Dulu Hutan Pematang Damar ini menjadi semacam hutan keramat bagi nenek moyang kami, tidak bisa sembarang orang bisa masuk ke hutan ini. Hutan ini menjadi sumber air untuk sawah-sawah yang meliputi empat desa di sekitarnya. Namun uang ternyata bisa merubah segalanya,” tambahnya.

Pada awalnya Adi dan warga lain yang hidup di pinggir hutan menjual anggrek kepada para pedagang dan para kolektor. Ternyata anggrek-anggrek yang mereka jual memiliki nilai yang tinggi, bahkan beberapa anggrek malah bisa dijual seharga Rp 1.000 per helai.

Namun keberadaan anggrek makin hari makin langka ini disebabkan maraknya pembukaan hutan menjadi kebun sawit dan akasia. Belum lagi banyaknya pemilik modal yang membeli kebun masyarakat. Kawasan Muaro Jambi dengan topografi yang datar memang sangat ideal dilirik pengusaha untuk pembukaan kebun. Belum lagi lokasinya yang dekat dengan pelabuhan Talang Duku sehingga memudahkan pengangkutan hasil panen nantinya.

“Kami berlomba cepat dengan alat berat yang hendak membuka hutan. Begitu ada informasi akan adanya pembukaan lahan, kami langsung menuju lokasi dan membawa anggrek-anggrek yang masih bisa diselamatkan. Kadang kami terlambat. Kami terap memunguti anggrek-anggrek dari pohon yang bertumbangan.” Jelasnya.

Anggrek-anggrek yang telah mereka selamatkan ini kemudian di rawat di rumah masing-masing anggota. Mereka pun mencatat nama setiap anggrek dengan penamaan lokal. Dan mencari nama latinnya dengan mencocokkan setiap foto anggrek dari buku koleksi anggrek yang mereka miliki. ”Kami bukanlah orang sekolahan, jadi untuk mencari nama masing-masing anggrek dengan melihat buku dan internet. Untuk mengingatnya kami menyiapkan nama lokal,” sebutnya.

Jenis Anggrek dendrobium species, salah satu anggrek yang ada di Hutan Pematang Damar, Muaro Jambi. Foto : Elviza Diana

Jenis Anggrek dendrobium species, salah satu anggrek yang ada di Hutan Pematang Damar, Muaro Jambi. Foto : Elviza Diana

Anggrek alam membutuhkan alam untuk tempat hidupnya, upaya yang mereka lakukan akan sia-sia jika anggrek tersebut tidak mendapati rumahnya. “Bagi kami, anggrek alam haruslah tetap berada di dalam hutan dimana ia seharusnya hidup. Bila ia dipelihara dengan campur tangan manusia, keindahan warna yang dipancarkan akan berbeda. Tak jarang malah angrek-anggrek ini malah mati,” Edwar Sasmita selaku Ketua GMJB menegaskan niat mereka menjadikan Hutan Pematang Damar sebagai lahan konservasi anggrek.

Pembuatan Kanal Menyebabkan Kekeringan

Pembuatan kanal untuk perkebunan sawit di hutan Pematang Damar mengancam keberlangsungan pertanian padi setempat. Pekan lalu, petani menjebol tanggul dan kanal, karena mengganggu aliran air yang menghubungkan sawah, hutan, dan sungai.

”Pembuatan jalan dengan alat berat menutup jalur air. Sawah kami jadi terendam. Kami menjebol jalan itu untuk melancarkan jalan air,” ujar Tukiran, Ketua Kelompok Tani Bina Usaha, Desa Jambi Kecil, Maro Sebo, M

Menurut Tukiran, persawahan tadah hujan seluas hampir 200 hektar di wilayah itu sangat bergantung pada hutan Pematang Damar yang selama ini berfungsi sebagai kawasan resapan air. Sejak terputusnya areal pertanian dan hutan oleh kanal sawit, limpasan air di musim penghujan tidak terkendali. Begitu juga pada musim kemarau, sawah dikhawatirkan kering.

Ia menegaskan, pemerintah semestinya menjaga wilayah itu sebagai kawasan pertanian, bukan malah mengalihfungsikannya menjadi kebun sawit bagi kepentingan swasta. Padahal, produksi padi di wilayah itu tinggi. Sawah tadah hujan di Desa Jambi Kecil misalnya, seluas 185 hektar, menghasilkan produksi 500 ton gabah per tahun.

Dua alat berat yang sudah beroperasi ini sudah membuka jalan dan kanal sepanjang 1 kilometer menuju Hutan Pematang Damar. Salah satu alat berat masuk dari Desa Jambi Tulo untuk membangun kanal yang mengelilingi hampir 200 hektar kebun sawit yang dikelola PT Agro Bumi Lestari. Alat berat lain masuk dari Desa Mudung Darat.

Tak hanya menimbulkan persoalan di sektor pertanian, tokoh masyarakat Desa Jambi Kecil, Suhadi, mengatakan, pembukaan kebun sawit di hutan ini menimbulkan masalah bagi penduduk di desa sekitar, berupa banjir dan kekeringan. Desa itu antara lain Jambi Kecil, Jambi Tulo, Bakung, dan Mudung Darat.

”Hutan Pematang Damar satu-satunya daerah resapan air bagi desa kami,” ujar Adi Ismanto

Menurut Adi Wakil Ketua GMJB, diperlukan kebijakan daerah terkait pengelolaan hutan Pematang Damar sebagai areal konservasi. Tujuannya agar hutan tak semakin rusak. ”Untuk menjaga fungsi ekologis dan menghindari terjadinya konflik horizontal di tingkat masyarakat,” tuturnya.

Hutan rawa Pematang Damar terletak di Kecamatan Maro Sebo dengan luasan sekitar 240 hektar. Selain menjadi penyangga kehidupan, hutan ini merupakan habitat asli anggrek alam dan kalong besar. Hutan Pematang Damar, merupakan satu-satunya kerajaan bagi anggrek alam yang tersisa. Ratusan jenis anggrek tumbuh subur menempel di batan-batang pohon. Bahkan satu pohon bisa hidup beberapa rumpun anggrek dari bermacam-macam spesies.

Salah satu jenis anggrek yang sangat istimewa di Muaro Jambi adalah anggrek macan (Grammatophylum specosum). Anggrek ini berbeda dengan lainnya, karena berukuran besar, ada yang bahkan mencapai ketinggian empat meter. Anggrek macan ini termasuk jenis langka dan masuk dalam daftar tumbuhan dilindungi.

 Menunggu Persetujuan Bupati

 Sejak awal tahun 2015, GMJB sudah mengajukan usulan ke Bupati Muarojambi untuk menetapkan Hutan Pematang Damat menjadi lahan konservasi anggrek. Hutan Pematang Damar yang luasnya sekitar 240 hektar ini dikelilingi sawah-sawah tua yang sebagian tidak digarap lagi. Hutan ini menjadi penyangga kehidupan bagi desa-desa sekitar. Dan juga menjadi daerah resapan air yang mencegah terjadinya bencana lingkungan seperti banjir dan kekeringan.

Masyarakat setempat memanfaatkan  rotan dan rumbia sebagai bahan untuk membuat tikar dan ambung. Tidak hanya itu, hutan rawa ini juga menjadi tempat hidupnya ikan lokal seperti ikan gabus. “Konservasi bagi kami juga harus memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar dan juga pemda. Hutan Pematang Damar dengan keanekaragaman hayatinya bisa menjadi daya tarik wisata pendukung selain Candi yang letaknya berdekatan. Diharapkan ini akan meningkatkan roda perekonomian juga untuk masyarakat setempat,” sebut Edward.

Senada dengan itu, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Muaro Jambi, Nur Subiantoro menambahkan hutan Pematang Damar potensial dikembangkan sebagai lokasi wisata alam dan minat khusus yang terpadu dengan kompleks percandian Muaro Jambi. “Jaraknya berdekatan, sehingga bisa kita manfaatkan dalam paket wisata,” tuturnya.

Hingga saat ini usulan tersebut  mendapat respon yang positif dari Bupati Muaro Jambi.  Ri’adus Solihin  Anggota DPRD Muarojambi dari Komisi B menyebutkan pemerintahan kabupaten sudah memberikan sinyal kuat untuk menetapkan hutan tersebut menjadi kawasan konservai anggrek. Semoga saja bupati tergerak hatinya untuk menyelematkan anggrek dari kepunahan.

 


Menanti Rumah Untuk Anggrek Alam Di Hutan Pematang Damar was first posted on May 2, 2015 at 4:48 am.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 2538

Trending Articles