Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki setidaknya 17.000 pulau besar dan kecil, garis pantai sepanjang 95.181 km dan 3,1 juta km2 wilayah laut territorial, memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar. Salah satunya potensi kelautan tersebut adalah sumber energi yang berasal dari pasang surut, angin, gelombang, dan ocean thermal energy conversion (OTEC).
Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan energi terbarukan untuk mengurangi penggunaan energi fosil. Pembangunan listrik pedesaan, termasuk di pulau-pulau terdepan menggunakan sumber energi terbarukan telah menjadi bagian penting dari pembangunan berkelanjutan di daerah pedesaan. Salah satu program listrik pedesaan adalah dengan program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Ditjen. Energi Baru Terbarukan dan Konsevasi Energi (EBTKE)-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen. Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K)-Kementerian Kelautan dan Perikanan, GIZ-Energizing Development (Endev) Indonesia, Destructive Fishing Watch/DFW membutuhkan keberadaan fasilitator untuk menfasilitasi program PLTS di pulau-pulau terluar.
Untuk memperkuat kemampuan fasilitator untuk pengembangan PLTS di 25 lokasi pulau-pulau kecil terluar, maka diadakan pelatihan yang didukung oleh GiZ, KKP, DFW, YAPEKA, AE Consult. Pelatihan ini dihadiri 25 fasilitator dan staf UPT KKP dan staf EBTKE di Jakarta pada 20-25 April 2015 kemarin.
Robert Schultz dari GIZ- Energizing Development (Endev) Indonesia dalam pelatihan tersebut menyampaikan bahwa GIZ melalui Endev mendukung akses energi berkelanjutan di 24 negara termasuk di Indonesia. Dari pengalaman di 24 negara tersebut, Indonesia paling bagus performa programnya. Endev Indonesia telah mendukung pengembangan lebih dari 500 PLTMH, PLTS minigrid selama 4 tahun terakhir.
“Semangat kerjasama yang tinggi memungkinkan pencapaian program yang bagus di Indonesia yang didukung oleh dua kementerian yaitu Kementerian ESDM Ditjen EBTKE dan Kementerian KKP yang tentu saja banyak menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya. Endev juga bekerjasama dengan DFW sebagai pihak ketiga dan juga donor internasional sebagai pihak keempat dalam mendukung energy berkelanjutan di pulau-pulau terluar Indonesia ini”, ungkap Robert.
Pelatihan yang terbagi dalam, kunjungan lapangan, dan pelatihan lanjutan menjadi rangkaian kegiatan yang panjang bagi fasilitator dalam rangka peningkatan kapasitas terkait energi terbarukan dan pemberdayaan masyarakat. “Perlu tiga hal dalam pemberdayaan masyarakat ke depannya yaitu pikiran, tangan, dan hati ketika mengimplementasikan kegiatan di lapangan,” tambah Robert.
Sedangkan Agus Triawan Tri mewakili Dirjen EBTKE-Kementerian ESDM mengatakan bahwa energi telah menjadi kebutuhan dasar, dimana dengan pertumbuhan perekonomian 5-6 % per tahun, konsumsi energi tumbuh 8% per tahun.
Agus mengatakan ketergantungan energi fosil tinggi dengan 90% berasal dari energi tidak terbarukan padahal cadangan terbatas. Sementara sumber energi baru terbarukan belum dioptimalkan. Peningkatan konsumsi energi harus diimbangi oleh suplai energi yang memadai sehingga perlu diversifikasi energi.
Ditjen EBTKE merupakan unit di bawah Kementerian ESDM yang memiliki peran dan fungsi antara lain menambah ketersediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir aliran PLN khususnya daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil.
“Pulau-pulau terluar masih banyak yang belum terlistriki oleh PLN sehingga Kementerian ESDM sesuai tupoksinya mengambil langkah untuk mengembangkan PLTS, PLTMH, PLT Hybrid Energi Baru Terbarukan pada wilayah2 yang belum terlistriki oleh PLN seperti kawasan perdesaan, kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar. Dengan cara bangun infrastruktur energy baru terbarukan,” katanya.
Ditjen EBTKE menjadi penanggungjawab dalam pengembangan PLTS terpusat di pulau terluar yang didukung Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tahun 2014 Ditjen EBTKE telah membangun PLTS dengan total kapasitas 1,1 Mega Watt Peak (MWP) yang tersebar di 25 lokasi. Pada tahun 2015 direncanakan akan dibangun PLTS sebanyak 11 unit dengan kapasitas 525 KWP.
“PLTS sumber penerangan penduduk setempat, padahal juga dapat dikembangkan untuk usaha ekonomi produktif lainnya. Kendala masih dihadapi salah satunya terbatasnya SDM dalam operasional dan pemeliharaan PLTS. Sinergi diperlukan untuk keberlanjutan program yang telah dilaksanakan,” tambah Agus.
Rido M. mewakili Dirjen-KP3K Kementerian Kelautan Perikanan menyampaikan rasa salut atas terpilihnya 25 fasilitator yang dibantu seleksinya oleh DFW dan fasilitator tersebut berasal dari lulusan 12 perguruan tinggi serta 12 fasilitator wanita. Salut atas kegigihan wanita yang mau terlibat kegiatan ini di lokasi yang sulit untuk mendedikasi pembangunan pulau-pulau kecil terluar.
Rido menjelaskan program diawali kerjasama Dirjen KP3K-KKP dengan Dirjen EBTKE ESDM, dengan menurunkan tim untuk feasible study pada Desember 2013 dan 2014, kemudian pada Mei 2014 sudah mulai pembangunan PLTS di 25 pulau-pulau terkecil terluar.
“Anggaran yang dikeluarkan pada tahun 2014 sekitar Rp147 miliar. Tahun 2015 pulau-pulau kecil terluar sudah terang. Dan tahun ini akan dikeluarkan anggaran sekitar Rp.73miliar – Rp75 miliar untuk tujuh lokasi. Saat sekarang ini di pulau-pulau kecil juga akan menginisiasi pembangunan BTS 5 titik (Lirat, Liki, Bepondi, Maratua) dan jika berhasil akan dibangun diseluruh pulau-pulau terluar” tambah Rido.
Demi Menerangi 25 Pulau Terluar, Pemerintah Bangun 11 PLTS was first posted on May 1, 2015 at 3:43 am.