Keberadaan penyu di dunia saat ini sudah semakin langka. Tidak saja spesiesnya yang terus menyusut, populasi penyu dari spesies yang tersisa juga dewasa ini terus berkurang jumlahnya. Sebelum tersisa hanya 7 spesies saat ini, jumlah spesies penyu di dunia mencapai 30. Penyusutan itu terjadi karena perubahan zaman dan berbagai faktor lainnya.
Marine Species Conservation Coordinator WWF Indonesia Dwi Suprapti menjelaskan, penyusutan jumlah spesies penyu yang sekarang terjadi menjadi fenomena menyedihkan dan harus dicegah agar tidak berkurang lagi.
“Tugas itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Terutama, karena Indonesia menjadi rumah bagi 6 penyu dari total 7 spesies yang tersisa di dunia ini. Ini pekerjaan rumah yang berat,” ungkap Dwi Suprapti di Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Dia mengungkapkan, 6 (enam) spesies penyu yang ada di Indonesia adalah penyu hijau (chelonia mydas), penyu sisik (eretmochelys imbricata), penyu lekang (lepidochelys olivacea), penyu belimbing (dermochelys coriacea), penyu tempayan (caretta caretta), dan penyu pipih (natator depressus).
Dari 6 spesies tersebut, Dwi menyebutkan, saat ini 3 spesies statusnya sangat memprihatinkan. Terutama, spesies penyu sisik dan penyu hijau. Kedua penyu tersebut saat ini sudah bersatus hampir punah. Sementara, penyu belimbing kondisinya tak jauh berbeda, namun sudah lebih baik dari kedua saudaranya tersebut.
Penyebab utama terus menyusutnya populasi penyu di dunia, dan khususnya di Indonesia, adalah karena terjadinya alih fungsi lahan di pesisir pantai dan juga perubahan gaya hidup di masyarakat yang mendorong berlangsungnya perburuan terhadap penyu-penyu yang statusnya adalah satwa langka.
“Ini memang memprihatinkan. Kita harus bisa menyelamatkan penyu dari ancaman kepunahan. Mereka juga makhluk hidup yang harus diberi kesempatan untuk hidup,” tandas dia.
Secara spesifik, Dwi mengatakan, WWF Indonesia sudah berupaya melakukan penyelamatan terhadap penyu. Dan dia sendiri mengaku sudah terlibat aktif dalam penyelamatan penyu belimbing yang habitatnya masih terbatas di Pantai Jamursba Medi di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat dan di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatera.
“Penyu belimbing itu populasinya sekarang sudah di bawah 2000-an ekor. Itu berbeda dengan beberapa dekade lalu yang massih diatas 8.000 an ekor. Kami berupaya untuk menjaga populasi yang ada sekarang,” papar dia.
Semakin langkanya penyu belimbing yang merupakan spesies penyu terbesar saat ini, menurut Dwi, diakibatkan karena masih terjadinya perburuan telur penyu oleh masyarakat sekitar pesisir pantai dan atau terjadinya ketidaksengajaan tertangkap oleh alat tangkap kapal.
“Penyu belimbing itu kan tidak memiliki karapas dan dia bernafas dengan paru-paru. Jadi setiap lima jam harus naik ke permukaan untuk bernafas. Namun, jika dia terperangkap dalam alat tangkap seperti jaring, maka dia terancam tidak bisa bernafas lagi karena terjebak di dalam air,” cetus dia.
Sulawesi Utara
Terus menyusutnya populasi penyu juga diakui oleh Simon Purser, Wildlife Rescue Center dari Tasikoki, lembaga yang fokus menyelamatkan populasi penyu di dunia. Menurut dia, salah satu penyebab terus menyusutnya penyu, karena perilaku manusia yang sembarangan membuang sampah ke laut.
“Meski sumbangan sampah hanya 5 persen saja untuk total penyebab penyusutan populasi, namun sampah memang berpengaruh banyak. Dengan menelan sampah, terutama sampah plastik, maka ancaman hidup penyu semakin nyata,” jelas dia.
Ihwal berpengaruhnya sampah dalam penyebab penyusutan penyu, menurut Simon, karena penyu itu makanan utamanya adalah ubur-ubur. Sifat hewan laut tersebut yang ringan di dalam air saat bergerak, selintas wujudnya seperti plastik.
“Karenanya, kalau ada plastik yang mengapung di laut, karena terbawa gelombang atau ombak, maka gerakannya seperti ubur-ubur. Dan itu biasanya langsung dimakan oleh penyu,” tandas dia.
Oleh itu, baik Simon maupun Dwi sama-sama sepakat dan menghimbau kepada masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia, untuk bisa menjaga perilaku hidup keseharian untuk tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, keduanya juga meminta masyarakat untuk menjaga penyu karena sudah berstatus satwa langka.
Semua jenis penyu tersebut, kecuali penyu pipih, dimasukkan dalam hewan yang dilindungi baik oleh peraturan nasional maupun internasional. Badan konservasi dunia (IUCN) memasukkan penyu belimbing, penyu kemp’s ridley dan penyu sisik sebagai satwa sangat terancam punah (critically endangered). Sementara penyu hijau, penyu lekang dan penyu tempayan digolongkan sebagai terancam punah (endangered).
Sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), memasukkan semua jenis penyu dalam appendix I, yang artinya dilarang perdagangkan untuk tujuan komersial.
Di Indonesia, semua jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang berarti perdagangan penyu dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dilarang. Menurut UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Papua Barat Jadi Provinsi Konservasi
Keseriusan Provinsi Papua Barat terhadap konservasi semakin nyata dengan ditetapkan provinsi tersebut sebagai provinsi konservasi pada 19 Oktober lalu atau bertepatan dengan ulang tahun ke 16 provinsi Papua Barat.
Dengan menjadi provinsi konservasi, menurut Gubernur Abrahama O. Atuturi, pihaknya bersama masyarakat akan berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam. Selain itu, untuk memperkuat status, Pokja Provinsi Konservasi saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Ranperdasus) sebagai dasar pengimplementasiannya di Provinsi Papua Barat.
“Deklarasi Provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi ini adalah momentum kita bersama untuk selalu menjaga dan mengelola sumber daya alam Papua Barat secara bijak, lestari, dan berkelanjutan, sehingga senantiasa terpelihara untuk kehidupan kita pada saat ini maupun generasi nanti,” kata Abraham.
Di Papua Barat, WWF Indonesia – Program Papua saat ini bekerja di dua lokasi, yaitu di Kabupaten Teluk Wondama yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih dan di Abun, Kabupaten Tambrauw. Selain itu, WWF Indonesia juga tergabung dalam program konservasi Bentang Laut Kepala Burung (Bird Head Seascape) bersama Conservation International (CI) dan The Nature Conservacy (TNC).
Papua Barat memiliki wilayah Bentang Laut Kepala Burung yang kaya akan keanekaragaman hayati laut dan 90% luas kawasan Papua Barat merupakan kawasan hutan alam.
Yuk, Selamatkan Penyu dari Kepunahan! was first posted on October 23, 2015 at 7:26 am.