Pemerintah Indonesia akhirnya resmi menetapkan ikan jadi komoditas terkini yang masuk sebagai bahan pokok dan barang penting melalui Peraturan Presiden No 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Perpres di mata Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tersebut dianggap sangat tepat karena ikan saat ini semakin diminati banyak orang dan sudah menyebar luas ke berbagai negara.
“Walaupun ada negara yang tidak memiliki pantai atau lautan, namun ikan dari laut tetap menjadi komoditas favorit. Karenanya, negara tersebut mengimpor ikan dari negara lain,” ujar Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (P2HP KKP) Saut P. Hutagalung.
Menurut Saut, terus meningkatnya minat masyarakat dunia terhadap ikan tersebut, menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk segera menetapkan ikan sebagai bagian dari komoditas pokok nasional. Karena, jika sudah menjadi kebutuhan masyarakat dunia, konsumsi ikan dipastikan akan terus meningkat dari waktu ke waktu.
“Jika sudah demikian, maka potensi untuk terjadinya kelangkaan ikan bisa saja terjadi. Ini sama dengan yang dialami beras, yang sudah menjadi komoditas pokok sejak lama. Karena menjadi kebutuhan utama, beras banyak diburu dan sering kali terjadi kelangkaan,” jelas Saut.
“Memang belum terjadi kelangkaan sejauh ini. Namun, untuk mengantisipasinya, maka ikan ditetapkan sebagai kebutuhan pokok. Itu sudah benar,” lanjutnya.
Karena sudah menjadi kebutuhan pokok, Saut mengaku tak khawatir jika produksi ikan ke depan akan menurun. Terutama, karena ikan dari Indonesia selama ini selalu diekspor ke negara lain di Asia dan sejumlah negara di Eropa.
Saut menerangkan, langkah berikut yang akan diambil setelah ikan ditetapkan menjadi bagian dari kebutuhan pokok nasional, adalah dengan membuat perencanaan stok dan harga acuan ikan. Dengan melakukan hal tersebut, ketersediaan dan produksi ikan dari sekarang hingga masa mendatang akan lebih teratur dan terjamin
Terkait penetapan harga acuan ikan, Saut memaparkan bahwa hingga saat ini pihaknya masih belum memilikinya. Namun, dia berjanji secepatnya harga acuan ikan bisa segera dibuat dan diumumkan ke publik.
“Harga acuan ini sama dengan HET (harga eceran tertinggi) untuk sejumlah produk yang banyak diminati. Dengan harga acuan, diharapkan transaksi perdagangan ikan bisa lebih terpantau lagi,” tutur dia.
Dua Undang-Undang
Penetapan ikan menjadi barang kebutuhan pokok, ternyata tidak muncul begitu saja. Menurut Saut Hutagalung, prosesnya dimulai dari inisiasi KKP kepada Pemerintah Indonesia karena ikan saat ini sudah semakin banyak peminat dan berpotensi bisa memicu kelangkaan.
Setelah inisiasi dilakukan, kemudian ditelaah dan dipelajari. Kemudian, dua undang-undang dijadikan acuan untuk mengukur apakah ikan sudah pantas dijadikan barang kebutuhan pokok atau tidak untuk saat ini.
Dua undang-undang itu adalah UU No.18/2012 tentang Pangan dan UU No.7/2014 tentang Perdagangan. Setelah itu, ikan baru diputuskan masuk dalam kategori bahan pokok dan dituangkan dalam Perpres No.71/2015.
Dalam Perpres tersebut, ikan menjadi bagian barang pokok bersama beras, kedelai bahan baku tempe, cabai, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Pasokan Ikan Melimpah, Namun Permintaan Turun
Sementara itu, terkait kebutuhan Ramadhan tahun ini, Saut mengutarakan bahwa kondisinya saat ini terjamin. Hal itu, karena pasokan ikan tahun ini lebih baik dibandingkan pada Ramadhan tahun lalu. Tahun ini, pasokan ikan untuk Ramadhan jumlahnya mencapai 1,25 juta ton dan estimasi kebutuhan ikan sendiri jumlahnya hanya 1,1 juta ton saja.
“Namun, walau pasokan melimpah, permintaan ikan pada Ramadhan tahun ini menurun. Penurunannya mencapai kisaran 20 hingga 20 persen,” ungkap Saut.
Meski demikian, Saut memperkirakan, selama menjelang dan sesudah Lebaran, pasokan ikan segar akan mengalami penyusutan tajam baik dari ikan laut maupun ikan budidaya. Selama periode tersebut, ikan yang beredar di pasaran akan didominasi oleh ikan olahan.
“Namun itu sudah menjadi situasi yang normal. Karena memang nelayan maupun pembudidaya akan memilih untuk libur karena momen Lebaran,” tandas dia.
Sementara itu Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo, pada kesempatan terpisah, mengakui bahwa saat ini ketersediaan ikan sedang banyak. Kondisi tersebut karena memang nelayan banyak yang mengejar untuk kebutuhan Lebaran.
“Bahkan, menjelang Lebaran, sebenarnya akan terjadi puncak pasokan ikan. Tapi, itu akan habis seketika karena permintaan juga sangat tinggi. Ini menjadi siklus tahunan yang sudah biasa terjadi,” tutur dia.
Achmad mengatakan, selama pasokan ikan segar tidak ada karena Lebaran, ikan yang akan masuk ke pasaran lebih banyak berasal dari ikan olahan. Contohnya, ikan pindang, bandeng, ikan asin, atau ikan kemasan.”Akan banyak ikan olahan nantinya,” tandas dia.
Ikan Kini Resmi Jadi Komoditas Kebutuhan Pokok di Indonesia was first posted on July 9, 2015 at 3:51 am.