Alangkah indahnya bila pada setiap peringatan hari besar keagamaan, manusia diingatkan untuk selalu menjaga keseimbangan serta kelestarian alam. Pesan ini tercermin dalam rangkaian peringatan Hari Raya Waisak yang diadakan oleh Majelis Niciren Syosyu Buddha Dharma Indonesia (MNSBDI) Surabaya.
Melalui kegiatan menanam 1.000 bibit pohon mangrove di Wonorejo, pantai timur Surabaya (pamurbaya), ratusan umat Buddha di Surabaya diajak untuk kembali mengingat ajaran Sang Buddha, mengenai balas budi kepada tanah air dan lingkungan.
Humas MNSBDI Surabaya, Aldi Thiopradana mengatakan, dipilihnya kegiatan menanam mangrove menyambut Hari Raya Waisak pada 2 Juni mendatang, selain merupakan isu yang cukup penting di Surabaya juga menjadi wujud rasa terima kasih umat kepada tanah air yang memberi kehidupan.
“Sang Buddha mengajarkan, salah satunya adalah aku menjadi mata, tiang dan bahtera bagi bangsaku. Itu sebetulnya ungkapan bahwa sebagai murid Buddha, kita harus meneladini beliau, yang memiliki rasa cinta tanah air yang kuat. Artinya kita hidup di tanah dan air yang kita tinggali, semestinya kita sebagai manusia mengerti membalas budi,” papar Aldi.
Kerusakan hutan mangrove yang terjadi dalam 10 tahun terakhir akibat pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi tambak dan abrasi pantai, menjadi perhatian banyak masyarakat dengan kegiatan tanam mangrove di lahan kosong yang ada.
“Memang ini menjadi isu penting karena Surabaya memiliki daerah di tepi pantai, maka akan lebih baik kita sebagai masyarakat berinisiatif membantu pemerintah kota mempercepat menanami mangrove,” lanjut Aldi yang berencana mengadakan aksi serupa secara rutin.
Aldi menambahkan, bila seluruh elemen masyarakat ikut terlibat menjaga serta memelihara kawasan hutan mangrove, keseimbangan alam akan terjaga karena tanah air memberikan balasannya kepada manusia yang mau merawat lingkungan.
Kepala Dinas Pertanian Kota Surabaya, Joestamadji mengatakan sebagian dari 700 hektar hutan mangrove di pamurbaya rusak. Padahal target hutan mangrove di Surabaya mencapai 3.300 hektar.
“Mangrove di Surabaya memang banyak yang berkurang jumlahnya. Kalau efektif mangrove yang sudah ada di Surabaya sekitar 700 hektar, dan kami identifikasi 2 hektar yang rusak parah, sekitar 200 hektar rusak ringan,” ungkap Joestamadji.
Sampah plastik menjadi salah satu penyebab utama matinya tanaman mangrove di pamurbaya, terutama yang masih berusia muda. Sampah plastik menutupi akar mangrove sehingga mangrove sulit berkembang dan mati.
“Kebanyakan mangrove di tepi sungai mati karena terlilit sampah. Saat air pasang sampah masuk kesini,” ujarnya.
Keberadaan mangrove sangat penting bagi kota Surabaya, selain sebagai hutan kota, mangrove juga berfungsi sebagai sabuk pengaman dari abrasi, banjr rob maupun tsunami, serta mencegah longsoran pada pinggir sungai.
Penanaman mangrove pada lahan yang masih kosong sangatlah dibutuhkan, namun penanganan masalah sampah juga mendesak untuk dilakukan. Meski telah mencoba memasang jaring di beberapa titik termasuk di pintu air untuk menjaring sampah, keberadaan sampah plastik tetap menjadi ancaman kerusakan hutan mangrove.
“Upaya membersihkan sudah dilakukan, solusi mengatasi sampah yang paling mudah adalah himbauan tidak membuang sampah ke sungai, namun sayangnya budaya masyarakat kita masih baik dalam hal membuang sampah,” paparnya.
Selain penanaman pohon mangrove, Joestamadji juga menghimbau masyarakat ikut membantu memunguti sampah yang terlihat di kawasan hutan mengrove, khususnya sampah plastik. Dua gerakan itu dipercaya akan mampu sedikit mengurangi persoalan sampah maupun kerusakan di hutan mangrove.
“Kegiatan menanam ini pasti akan berdampak, terutama bertambahnya luasan hutan. Namun perlu juga ditambah dengan membersihkan sampah plastik,” tandasnya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengapresiasi dukungan serta kepedulian masyarakat terhadap hutan mangrove di Surabaya, karena keberadaan mangrove sangat penting bagi kota Surabaya.
“Saya terima kasih karena semakin banyak warga Surabaya yang peduli terhadap kawasan ini, kawasan ini sangat berarti bagi Kota Surabaya,” katanya.
Risma mengaku akan terus melakukan rehabilitasi hutan mangrove pamurbaya, melalui kegiatan penanaman serta pemeliharaan mangrove.
“Memang dulunya kerusakannya sangat berat, jadi kita terus melakukan rehabilitasi dan pemeliharaan secara rutin,” tandas Risma.
Menyambut Waisak Dengan Balas Budi ke Alam. Seperti Apa? was first posted on May 18, 2015 at 1:26 pm.