Perdana Menteri (PM) Norwegia Erna Solberg didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya berkunjung ke Dusun Senamat Ulu, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi pada Rabu (15/04/2015). Selain ke dusun, PM juga mengunjungi kelompok Orang Rimba yang bermukim di konsesi HTI PT Malaka Agro Perkasa (MAP), sekitar 40 menit berkendara dari Dusun Senamat Ulu.
Berdasarkan survei KKI WARSI, terdapat empat kelompok Orang Rimba yang hidup di dalam kawasan konsesi PT MAP seluas 24.485 hektar, yaitu Rombong Salim, Bujang Tampui, Badai dan Bujang Putih yang berjumlah 36 kepala rumah tangga dengan 137 jiwa.
Dalam kunjungan ini, PM Norwegia yang juga merupakan Duta Millenium Development Goals (MDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melihat kearifan lokal dan inisiatif masyarakat dalam mengelola hutan, sekaligus melihat kondisi masyarakat asli marginal yang hidup di hutan-hutan sekunder di Provinsi Jambi, yaitu Orang Rimba.
Erna Solberg sempat berdiskusi dengan empat kelompok orang rimba tersebut, dan menyatakan menjaga hutan bukan saja menjadi kepentingan bagi Orang Rimba, tapi juga masyarakat dunia. “Hutan tropis ini penting untuk kehidupan orang rimba dan juga penting untuk kehidupan masyarakat dunia. Dan kita perlu mengajak para pihak untuk melindunginya,” sebutnya.
Badai yang merupakan salah satu ketua kelompok yang berdiskusi menyebutkan kalau saat ini kehidupan mereka menjadi sulit dengan menyempitnya ruang jelajah dengan kehadiran perusahaan tersebut. “Dulu sebelum ada perusahaan ini, kami bisa mendapatkan hewan buruan. Sekarang untuk makan saja kami sulit, karena hewan buruan tidak ada lagi. Kalaupun ketemu pun tidak seberapa, kami juga harus menjual hewan itu untuk membeli beras,” katanya.
Pola pengelolaan sumber daya alam yang didominasi oleh pemegang modal, di antaranya adalah kelompok usaha Group Harum dengan anak perusahaannya PT Malaka Agro Perkasa (MAP), perusahaan hutan tanaman industri serta dua perusahaan perkebunan yaitu PT Sawit Harum Makmur (SHM) dan Citra Sawit Harum (CSH) yang lokasi konsesinya berada di dekat Desa Senamat Ulu.
Meski semuanya sudah mendapatkan legalisasi dari pemerintah, namun dalam pelaksanaannya diharapkan perusahaan mampu mengakomodir prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan dan mendorong pelibatan serta pengakuan masyarakat di dalam dan sekitarnya dalam pengelolaan kawasan konsesinya.
Sejauh ini memang keberadaan Orang Rimba di dalam kawasan relatif berjalan baik. Kebun-kebun Orang Rimba di dalam areal konsesi juga masih dibiarkan oleh perusahaan. “Namun untuk jangka panjangnya kita perlu mendorong supaya ada regulasi dan jaminan konkret dari para pihak untuk kelompok yang sudah sejak awal bermukim di sini. Ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah yang komit untuk perlindungan masyarakat adat. Bentuknya dapat berupa kerja sama yang jelas dan saling menguntungkan untuk kelompok Orang Rimba,” kata Direktur WARSI Diki Kurniawan.
Dipilihnya Kabupaten Bungo sebagai lokasi kunjungan kenegaraan ini karena kelompok masyarakat yang hidup di wilayah ini telah melakukan pengelolaan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Ini merupakan salah satu kekuatan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Sebelum dunia sibuk berbicara efek rumah kaca, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan REDD +, masyarakat di sini telah berbuat untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut. Konsep pengelolaan sumber daya alam di Senamat dan desa-desa sekitarnya menerapkan skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM).
Dengan pola ini, masyarakat telah mengatur pengelolaan kawasan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Di bagian hulu ada Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kemudian di bagian bawah daerah penyangga dikelola dengan skema Hutan Adat dan Hutan Desa. Selanjutnya adalah pengelolaan kawasan agroforest karet yang secara fungsi mirip dengan hutan alam. Kemudian ada kebun-kebun masyarakat dengan tanaman campuran dan areal persawahan yang dikelola dengan intensif.
“Konsep pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan masyarakat Batin III Ulu, secara umum sudah menerapkan pengelolaan sumber daya alam yang memberikan manfaat langsung pada masyarakat dari semua segi kehidupan. Secara ekonomi pengelolaan ini memberi manfaat ekonomi berlapis yang bisa diambil masyarakat dalam satu kurun waktu tertentu. Dari segi sosial, mampu mendukung kehidupan yang berkelanjutan, serta dari segi lingkungan sangat membantu untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” lanjut Diki.
Keberhasilan pengelolaan oleh Orang Rimba di konsesi PT MAP tersebut menjadi tujuan kunjungan kerja PM Norwegia yang di dampingi Menteri LHK Siti Nurbaya. “Beginilah realita kehidupan masyarakat kita, ada Orang Rimba yang sejak dulu mendiami kawasan tertentu, namun belum masuk dalam pengadministrasian pemerintah. Harapannya, dengan adanya komitmen besar dari pemerintah untuk pengakuan hak-hak masyarakat adat akan melindungi dan menjamin keberlangsungan pengelolaan kawasan kelola Orang Rimba yang tersebar di dalam hutan-hutan sekunder yang ada di Provinsi Jambi, baik dalam kawasan hutan yang sudah diberikan hak kelola kepada pihak tertentu maupun yang yang belum. Intinya kawasan kelola dan hak hidup mereka diakui oleh pemerintah,” ujar Diki.
Intervensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam mendorong lahirnya jaminan bagi masyarakat ada. Menuru Diki, model kelola hutan yang sudah berlangsung di masyarakat, sudah selayaknya mendapat pengakuan para pihak termasuk dalam mendorongnya masuk dalam skema perdagangan karbon ataupun inisiatif lain yang menjadikan masyarakat sebagai aktor penerima manfaat dalam skema pengurangan emisi.
Norwegia yang sejak awal sudah memperlihatkan keberpihakannya pada pengelolaan hutan lestari ditunjukkan dengan adanya Letter of Intent (LoI) pemerintah Indonesia dan Norwegia. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon dan pemerintah Norwegia akan membantu dalam hal pendanaannya.
Dikatakan Diki, PM Norwegia yang sejak 2013 telah ditunjuk oleh Sekjen PBB sebagai Co-Chair MDGs Advocacy Group, bertugas dengan salah satu ruang lingkupnya adalah mendorong percepatan pengentasan kemiskinan dan adanya kesetaraan hak antar semua pihak yang dimasukkan ke dalam program pembangunan di setiap negara, sebagaimana tujuan MDGs. Selain itu juga mendorong semua negara untuk terlibat aktif dalam penanggulangan dampak perubahan iklim dan memastikan kelompok rentan untuk mampu beradaptasi dan melakukan mitigasi.
Perlu Mendorong Jaminan Hak Orang Rimba
Kelompok masyarakat marginal seperti Orang Rimba merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perubahan pembangunan yang berlangsung. Penghidupan Orang Rimba masih meramu dan mengumpulkan hasil hutan, wilayah sebaran berdasarkan anak-anak sungai dengan ruang jelajah yang sudah tertentu dan belum ada konflik di antara sesama Orang Rimba dan masyarakat desa sekitarnya.
Keberadaan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan HTI skala besar di wilayah penghidupan Orang Rimba berpotensi berpotensi menimbulkan konflik bila pemerintah dan perusahaan tersebut tidak membantu penghidupan Orang Rimba dalam hal ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan layanan pokok lainnya.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyebutkan pemerintah saat ini memang fokus pada hak-hak kaum adat. Dan dia berjanji akan mendapatkan solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada Orang Rimba belakangan ini. “Pemerintah saat ini memang sedang fokus pada masalah hak-hak masalah adat. Untuk saat ini kami sudah merumuskan solsui terhadap permasalahan Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas. Dan yang di sini, kami tentu juga akan mencari jalan keluar atas permasalahan ini,” jelasnya.
PM Norwegia : Menjaga Hutan Tropis Tugas Bersama Masyarakat Dunia was first posted on April 19, 2015 at 6:00 am.