Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2538

Gubernur Jateng Harus Cabut SK Izin Pembangunan Pabrik Semen di Rembang

$
0
0

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo didesak untuk segera mencabut Surat Keputusan Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Desakan itu menjadi tindak lanjut sikap dari Organisasi Masyarakat Sipil yang menolak rencana pembangunan pabrik dan penambangan kapur oleh PT Semen Gresik atau sekarang menjadi PT Semen Indonesia di pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Penolakan dari gabungan organisasi sosial tersebut, karena rencana pembangunan diprediksi akan merusak ekosistem di sekitar pegunungan Kendeng Utara yang selama ini diketahui ada kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. Karenanya, selama ini warga sekitar sangat bergantung pada pegunungan Kendeng Utara karena sudah menjadi sumber penghidupan.

Dosen Manajemen Bencana Universitas “UPN” Yogyakarta Eko Teguh Paripurno, berpendapat bahwa izin pembangunan dan penambangan yang dikeluarkan Gubernur Jateng dinilai sangat bertentangan dengan UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air jo Keppres No.26/2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.

“Ini yang salah dalam konsep pembangunan di Indonesia. Harusnya, pembangunan itu akan mengurangi risiko bencana, tapi sebaliknya disini pembangunan akan memicu terjadinya bencana,” kata Eko saat menghadiri briefing media di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (09/04/2015).

Kendaraan berat bermuatan adukan semen hilir mudik melewati tenda perjuangan warga warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan  Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang , Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando.

Kendaraan berat bermuatan adukan semen hilir mudik melewati tenda perjuangan warga warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang , Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando.

Menurut Eko, risiko bencana yang muncul dari sebuah pembangunan bisa terjadi karena perusahaan atau investor yang menggulirkan pembangunan mengabaikan semua aspek lingkungan yang sudah ada. Walaupun, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sudah dilakukan oleh mereka.

“Yang terjadi kan Amdal dalam proyek di Rembang ini dibuat dengan terburu-buru. Ini yang mengkhawatirkan. Walau ada Amdal, tidak menjamin ekosistem lingkungan di Pegunungan Kendeng bisa terjaga,” ujarnya.

Karena tidak ada jaminan pula, Eko mengungkapkan, keberadaan CAT Watuputih yang seharusnya dilindungi, justru menjadi terancam. Kondisi itu yang sangat ditakutkan oleh masyarakat setempat karena selama ini masyarakat sudah bergantung pada pegunungan Kendeng sebagai sumber kehidupan.

Selain untuk bertani, kata Eko, warga memanfaatkan CAT Watuputih untuk kebutuhan air bersih. Karenanya, sangat berbahaya jika pembangunan pabrik dan penambangan batu kapur yang dilakukan PT Semen Indonesia menimbulkan kerusakan ekosistem.”Yang terjadi, produksi air di CAT Watuputih akan berkurang dan itu berdampak besar pada sistem kehidupan yang adai kawasan tersebut dan sekitarnya,” tandas dia.

Di kawasan pegunungan Kendeng sendiri, Eko menuturkan, terdapat 49 gua, 4 sungai bawah air dan 109 mata air. Semuanya sangat berpengaruh untuk lingkungan sekitar dan masing-masing akan saling memengaruhi dan sangat bergantung satu sama lain.

“Meski demikian, hingga saat ini belum diketahui berapa hitungan pasti dari kerugian material maupun non material yang diakibatkan dari pembangunan ini. Yang jelas, kita harus sama-sama berjuang untuk membatalkan rencana pembangunan tersebut,” jelas Eko.

Pulau Jawa Menuju Kolaps

Rencana pembangunan pabrik dan penambangan batu kapur oleh PT Semen Indonesia menggambarkan bagaimana eksploitasi Pulau Jawa untuk kepentingan industri masih saja terus dilakukan. Walaupun, pada kenyataannya Pulau Jawa masa kini sudah tidak sanggup lagi untuk dieksploitasi.

Dalam pandangan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, jika pembangunan masih terus dilakukan, maka risiko kerusakan alam akan cepat terjadi. Tanpa eksploitasi saja, kerusakan alam saat ini sudah berlangsung lama terjadi.

“Walhi Nasional sudah melakukan riset sejak 2006 dan sudah menuju kesimpulan bahwa Pulau Jawa saat ini menuju kolaps. Harus ada perhatian dari Pemerintah dan tindakan nyata untuk menyelamatkannya,” kata Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kajian dan Pengembangan WALHI Nasional pada kesempatan yang sama.

Khalisah menjelaskan, indikator kuat bahwa Pulau Jawa sudah tidak sanggup menanggung beban eksploitasi pembangunan, adalah karena bencana alam dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Bahkan, dari hasil riset yang dilakukan pada 2013, bencana alam yang terjadi di Indonesia sudah mencapai 1.392 kali atau meningkat  239 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Kondisi itu, kata Khalisah, patut untuk direnungi bersama karena akan berdampak signifikan untuk kehidupan selanjutnya. Bukan tidak mungkin, di masa mendatang generasi selanjutnya tak akan bisa lagi menikmati kenyamanan lingkungan hidup khas negara tropis di Indonesia.

“Pembangunan apapun saat ini harus dikaji ulang dan kalaupun dilakukan harus dilakukan dengan mempertimbangkan risiko bencana. Presiden Jokowi juga harus memberikan jaminan tersebut karena di bawah kepemimpinannya, Indonesia akan secara masif menggelar berbagai pembangunan fisik,” tutur Khalisah.

Warga Sekitar Tetap Menolak

Joko Priyanto, salah satu warga yang tinggal di kawasan sekitar pegunungan Kendeng mengaku sudah tak mau lagi berkompromi dengan investor maupun pemerintah terkait rencana pembanguunan pabrik dan penambangan batu kapur oleh PT Semen Indonesia. Menurutnya, pembangunan tersebut akan merugikan dia dan warga di sana yang sudah sangat bergantung dan menjadikan pegunungan Kendeng sebagai sumber penghidupan.

Aksi seni kemerdekaan perempuan warga Rembang menolak keberadaan pabrik Semen Indonesia. Foto : Tommy Apriando

Aksi seni kemerdekaan perempuan warga Rembang menolak keberadaan pabrik Semen Indonesia. Foto : Tommy Apriando

“Walau janjinya kami akan disejahterakan, namun bagi kami tetap tidak bisa dimengerti karena konsep sejahtera yang dimaksud mereka dan kami itu tidak sama. Bagi mereka, kami akan sejahtera jika pabrik dibangun, sementara bagi kami sebaliknya karena kami sudah merasa nyaman dengan mata pencaharian bertani,”ungkap Joko.

Meski sebagian besar berprofesi sebagai petani, namun Joko memastikan, warga di sana sudah merasa bahagia dan sejahtera, baik dari material maupun non material. Dia mencontohkan, produksi pertanian yang dihasilkan dari kawasan sekitar pegunungan Kendeng sudah dirasakan manfaatnya karena bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) untuk Kabupaten Rembang.

“Dari Desa Gundem saja, setiap tahunnya PAD yang disumbangkan untuk kabupaten mencapai Rp2 miliar. Itu bagi kami sudah lebih dari cukup menggambarkan bahwa pertanian memang mata pencaharian warga yang mensejahterakan,” tandas dia.

Rekomendasi Komunitas Bersama

Selain mendesak Gubernur Jateng untuk mencabut SK penambangan, komunitas bersama yang terdiri dari gabungan beberapa organisasi itu juga merekomendasikan agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengawasi langsung PT Semen Indonesia. Karena, Pemprov Jateng dan Pemkab Rembang terbukti sudah tidak bisa menjalankan amanat untuk menjaga ekosistem.

Kemudian, Mahkamah Agung RI juga harus mengawasi kinerja majelis hakim yang sedang menangani perkara laporan masyarakat terkait pembangunan di Kendeng dan saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN) Semarang. Dan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) beserta Kepolisian RI dan TNI didesak untuk ikut terlibat dalam pengawasan renana pembangunan tersebut.


Gubernur Jateng Harus Cabut SK Izin Pembangunan Pabrik Semen di Rembang was first posted on April 11, 2015 at 2:00 am.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 2538

Trending Articles