Kesuksesan penerapan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara lestari dan berkelanjutan tak lepas dari peran serta kementerian/lembaga terkait. Salah satunya adalah Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai salah satu lembaga pemerintah yang menyelenggarakan tugas informasi geospasial di Indonesia, termasuk di bidang kelautan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai menandatangani kesepakatan bersama antara KKP dan BIG dalam penyelenggaraan informasi geospasial kelautan pada Jumat (27/03/2015) mengatakan, informasi geospasial kelautan sangat diperlukan karena menjadi informasi utama dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Tak hanya itu, data teknis geospasial dibutuhkan untuk mendukung penegakan kedaulatan di laut, terutama dalam perundingan batas yurisdiksi negara Indonesia dengan negara tetangga. Masalah pencegahan dan pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing juga sangat bergantung pada pemanfaatan dan pengembangan basis data informasi geospasial yang baik dan lengkap.
“Dengan begitu penanganan illegal fishing juga akan menjadi lebih mudah dilakukan, itu sebagai bentuk upaya kita untuk menegakkan kedaulatan di laut”, kata Susi dalam siaran persnya.
Susi menjelaskan dengan adanya informasi geospasial kelautan yang lengkap dengan resolusi berdasarkan tingkat keperluannya, maka aktivitas pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia bukan lagi sebuah keniscayaan. Namun disadari bahwa keberadaan data informasi geospasial kelautan yang mencakup wilayah Indonesia masih belum terintegrasi dengan baik. Data spasial yang berkualitas dan terkelola dengan baik akan sangat berpengaruh bagi pengembangan ekonomi kelautan Indonesia di masa yang akan datang.
“Keberhasilan pengelolaan kelautan sangat berpengaruh pada tersedianya data spasial mengenai suatu tematik tertentu. Semisalnya, penentuan batas maritim di lautan dan pemetaan zona penangkapan ikan dan pengelolaan sumber daya kelautan,” kata Susi.
Selain itu, menurut Susi, pentingnya pengelolaan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan telah menjadi isu global. Hal ini merujuk kepada fakta bahwa di beberapa belahan dunia, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya kelautan, seperti ikan, telah masuk kepada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Berbagai spesies ikan konsumsi semakin sulit ditemukan. Hal ini juga berdampak kepada masalah pada pemberdayaan nelayan-nelayan tradisional. Apabila eksploitasi ikan skala besar terus berjalan seperti yang ada saat ini, maka nelayan tradisional akan semakin terancam akibat sulitnya mendapatkan ikan.
“Kebijakan pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan menjadi prioritas kami karena semata-mata adalah untuk kesejahteraan nelayan”, kata Susi.
Sementara itu Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP, Lilly Aprilya Pregiwati dalam rilis menyampaikan, kesepakatan bersama antara KKP dan BIG yang ditandatangani menjadi penting dan strategis bagi kedua belah pihak. Sebagai lembaga pemerintah, keduanya memiliki konstribusi yang sangat penting dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sebagaimana visi Presiden Joko Widodo.
Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama meliputi penyelenggaraan informasi geospasial untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, pemanfaatan dan pengembangan basis data informasi geospasial terkait sumberdaya kelautan dan perikanan dan peningkatan infrastruktur informasi geospasial nasional di bidang kelautan dan perikanan. Selain itu, penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi geospasial terkait sumberdaya kelautan dan perikanan, dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang informasi geospasial untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
Dukungan Informasi Geospasial
Kepala BIG, Priyadi Kardono dalam pemaparannya usai penandatangan kerja sama (27/03/2015) mengatakan bahwa Indonesia yang merupakan negara maritim, dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093 km2 serta jumlah pulau 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat.
“Diperlukan data dan informasi geospasial untuk membangun berbagai wilayah di seluruh Indonesia, apalagi data informasi tentang kelautan dan perikanan,” kata Priyadi.
Ia menambahkan, dalam mendukung pembangunan wilayah kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia, BIG menyediakan data dan informasi geospasial berupa Peta Rupabumi Indonesia (RBI) berbagai skala, Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN), Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan berbagai skala. BIG juga mendukung program nawacita di bidang kemaritiman diantaranya pembangunan tol laut, dengan menyediakan informasi geospasial untuk mendukung pengembangan 24 pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia.
“BIG juga memetakan status batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Landas Kontinen (LK), Batas Maritim NKRI serta pemetaan pulau kecil terluar,” kata Priyadi.
Kepala BIG juga menjelaskan bahwa untuk mengimplementasikan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), BIG menyediakan referensi tunggal IGD, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang diselenggarakan Kementerian dan Lembaga dalam bentuk Rakornas, Rakorda dan Rakortek untuk mendukung Pokja IGT. Dalam hal dukungan untuk pembangunan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, di dalam Pokja IGT dibentuk, Pokja Pemetaan Mangrove, Pokja Pemetaan Pulau-Pulau Kecil dan Pokja Pemetaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.
Priyadi berharap ke depan dapat dilakukan peningkatan kerjasama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kemaritiman berbasis IG melalui percepatan penyediaan data IG untuk mendukung rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk itu perlu dukungan penganggaran yang memadai untuk penyediaan data IG pesisir dan laut.
“Kesemua ini dilakukan agar pengelolaan data dan informasi geospasial dapat dilaksanakan secara efektif baik di BIG maupun di K/L dan Pemerintah Daerah,” tambahnya.
BIG sendiri telah meluncurkan One Map IG Tematik untuk mendukung pembangunan pesisir, kelautan dan perikanan, diantaranya Satu Peta Mangrove, Satu Peta Padang Lamun dan Satu Peta Karakteristik Laut Nasional. Selain satu peta tersebut, BIG telah melakukan kegiatan antara lain Pemetaan Lahan Garam, Pemetaan Ekosistem Pesisir Mangrove (Kerapatan, Spesies, Karbon), Pemetaan Ekosistem Pesisir Terumbu Karang, Pemetaan Ekosistem Pesisir Habitat Lamun serta peta Pemetaan Ekoregion, Pemetaan Karakteristik Laut, Pemetaan Arah dan Kecepatan Arus. Kesemuanya ini merupakan data dan informasi geospasial untuk mendukung Tata Ruang Laut Nasional.
Sementara itu, Abdul Halim selaku Sekjen KIARA kepada Mongabay, pada Minggu, (29/03/2015) mengatakan, terhadap kerja sama tersebut harus bisa mengatasi ego-sektoral kelembagaan negara terkait pengelolaan kondisi geografis kelautan. Dengan satu peta dan data yang valid, kebijakan yang diambil akan lebih tepat, termasuk program pembangunannya untuk kelautan yang berkelanjutan.
“Penting juga dalam sektor penegakan hukum, kerja sama tersebut seharusnya bisa memberikan optimalisasi penegakan hukum di laut,” katanya.
Kolaborasi KKP dan BIG Mengelola Kelautan Berkelanjutan. Seperti Apa? was first posted on April 6, 2015 at 4:37 am.