Sekitar 1000 orang perempuan warga Pulau Nusa Penida, Bali berkumpul di di kawasan pasang surut antara Pulau Nusa Lembongan dan Ceningan, Kabupaten Klungkung, Bali menghaturkan tarian untuk semesta dan Dewa Baruna, pada Sabtu (03/10/2015) pagi.
Sesaat menjelang tarian sakral usai, seorang perempuan yang menari di barisan belakang berteriak memecah keheningan, rebah, dan segera dibopong seorang penjaga menjauh.
Beberapa detik kemudian diikuti seorang perempuan lain. Berteriak lebih kencang. “Dewa Baruna, Dewa Baruna, ampura,” suaranya bergetar sambil membanting tubuh dan memejamkan mata. Ia minta maaf pada sang penguasa laut.
Wanita itu, Made Wati, mengalami kerasukan (trance) atau kerauhan dalam bahasa Bali. Seorang yang kerauhan diyakini mendapat energi atau spirit dari dewa-dewa untuk menyampaikan sesuatu pada masyarakat. Kali ini mengingatkan tentang laut.
Upacara yang bertepatan dengan Tumpek Kandang, upacara penghormatan pada binatang dalam agama Hindu di Bali ini bagian dari rangkaian Nusa Penida Festival yang dilaksanakan pemerintah dan warga setempat.
Suasana mencekam. Panitia meminta semua penari duduk tenang sembari menunggu pemangku atau pemimpin upacara memercikkan tirta atau air suci ke mereka yang kerauhan. Beberapa harus dibopong mendekati pusat ritual karena mereka ingin menari dalam kondisi trance dan menyampaikan pesan-pesan sang Baruna.
Beberapa saat setelah sebagian penari sudah agak tenang, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta mengambil pengeras suara. Ia barangkali terpengaruh dengan apa yang disampaikan oleh penari ketika kerauhan.
“Momentum Mulang Pakelem dan Rejang ini mengingatkan kita. Jangan memainkan laut sewenang-wenang, mari jaga. Nusa Penida itu blue paradise, sumber kehidupan yang harus dijaga,” katanya bersemangat.
Ia mengaku merasakan bentang alam berubah cepat. “Di masa kecil, tempat bermain tak seorisinal dulu. Mari tancapkan komitmen menjaga laut jangan sampai rusak dan menyesal seumur hidup,” Suwirta berkata di ujung pengeras suara.
Pria asal Nusa Lembongan ini meyakini laut karena sumber kehidupan dan andalan wisata. Laut rusak maka wisatawan akan minggat tak lagi mengunjungi.
Festival ini perhelatan kedua setelah pernah diselenggarakan di Pulau Nusa Penida. Di kawasan ini ada tiga gugusan pulau yang berada di tenggara Pulau Bali. Kawasan ini sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada tahun lalu.
Perairan Nusa Penida yang juga meliputi Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan ini memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan hampir 150 hektar terumbu karang dengan 296 jenis karang.
Kawasan ini termasuk global triangle center dengan 576 jenis ikan, 5 di antaranya jenis baru. Area ini menjadi cleaning station ikan mola-mola atau sunfish. Penetapan ini bagian dari target 20 juta kawasan konservasi laut nasional sampai 2020.
Penetapan KKP ini melalui proses panjang hingga keluar Keputusan Bupati Klungkung tentang pengesahan dokumen rencana pengelolaan jangka panjang 20 tahun dan zonasi KKP Nusa Penida.
Meliputi kawasan seluas lebih 20 ribu hektar. Zona inti ditetapkan hampir 500 ha, zona perikanan berkelanjutan hampir 17 ribu ha, dan zona budidaya rumput laut 464 ha. Juga ada zona pariwisata bahari sekitar 1200 ha, dan lainnya.
Menteri Pariwisata Arif Yahya yang membuka festival tahun ini mendukung slogan blue paradise yang digagas warga dan Pemkab Klungkung. Menurutnya surga biru relevan dengan jargon blue economy untuk mendorong potensi bahari.
“Pengembangan ekonomi budaya dan alam bisa menyejahterakan jika dilestarikan. Terumbu karang paling gampang dibom lalu dijual tapi harganya murah. Kalau dibiarkan di laut nilainya 10 kali lipat,” ia mencontohkan.
Nusa Penida Festival bertema bahari ini memperlihatkan bagaimana warga mendokumentasikan pesisir dan potensi lautnya melalui foto, lomba kapal layar, lomba mengikat rumput laut bagi petani, transplantasi karang, penanaman bakau, dan lainnya.
Selain itu, memadukannya dengan kesenian tua di Nusa Penida yang sangat banyak memiliki kesenian sakral yang khas. Misalnya ada Sanghyang Jaran dan Baris Jangkang yang juga lekat dengan spirit bahari di masa lalu.
Untuk mendekatkan isu konservasi lingkungan ini pada generasi kini, ada parade ogoh-ogoh (boneka raksasa dari kain atau bahan lain) berbentuk fauna dilindungi dan menjadi daya tarik di Nusa Penida. Misalnya Mola-mola, Pari Manta, Penyu, dan lainnya. Setelah diarak remaja saat parade, ogoh-ogoh ini juga menarik perhatian bayi dan anak-anak yang memainkannya dan berusaha ikut mengangkat sambil bersorak.
Seribu Penari Rejang Menari Untuk Menjaga Laut Nusa Penida was first posted on October 5, 2015 at 12:16 am.