Tertangkapnya kapal asal Thailand Silver Sea 2 di perairan Sabang, Aceh, beberapa waktu lalu, menjadi penegas bahwa aktivitas penangkapan ikan dengan cara tidak sah (illegal, unreported, unregulated / IUU Fishing) masih berjalan di Indonesia. Kondisi itu sangat memprihatinkan dan harus diihilangkan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berpendapat, kasus Silver Sea 2 harus menjadi perhatian semua pihak yang ada di Indonesia. Karena, kapal tersebut sudah jelas terbukti melakukan pelanggaran di wilayah perairan Indonesia.
“Jangan sampai, kejadian kaburnya kapal asal Tiongkok, Hai Fa, kembali terulang. Sekarang semua elemen harus sama-sama bergerak. Kita harus kawal proses hukum kapal Silver Sea 2 ini,” ucap Susi di Jakarta, Jumat (02/10/2015).
Menurut Susi, agar kasus Hai Fa tidak terjadi pada Silver Sea 2, harus ada pembenahan dari segi regulasi hukum. Dalam artian, harus ada kesepakatan antara penegak hukum saat menindak pelaku IUU Fishing di perairan Indonesia.
“Sekarang ini, penanganan pelaku IUU Fishing itu harus melalui jalur hukum seperti pengadilan. Padahal, dengan kondisi sekarang, ada kesempatan untuk melawan bagi si pelanggar,” tutur dia.
Dengan kondisi yang terjadi sekarang, Susi berpendapat, penindakan paling tepat terhadap para pelaku IUU Fishing adalah dengan membakar langsung kapalnya. Cara tersebut bisa dilakukan sebelum ada keputusan untuk menenggelamkan kapal pelanggar.
“Lebih baik memang seperti itu. Begitu tahu ada kapal asing yang masuk (wilayah) perairan Indonesia dan terbukti mencuri ikan, maka langsung saja bakar kapalnya. Kalau masuk ke ke pengadilan dulu, nanti kapalnya akan melawan,” tegas dia.
Namun, untuk bisa melangkah kesana, Susi meminta ada kesepakatan antara penegak hukum seperti KKP, Kepolisian Air dan Udara (Polairud) serta TNI Angkatan Laut. ”Iya harus ada kesepakatan dulu ya dengan mereka,” tandas dia.
Merujuk pada regulasi hukum seperti Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, KKP sebenarnya memiliki kewenangan untuk membakar atau menenggelamkan kapal yang melakukan IUU Fishing. Tetapi, kewenangan tersebut masih tumpang tindih karena penegak hukum lain di wilayah perairan juga memiliki regulasi sendiri.
Kondisi tersebut, menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Asep Burhanudin, menjadi polemik yang sulit dipecahkan. Padahal, jika merujuk pada UU Perikanan saja, KKP ada kewenangan jelas selama memiliki minimal dua alat bukti.
Direktur Pol Air Sukajadi, dalam kesempatan yang sama menjelaskan, kesepakatan menindak pelaku IUU Fishing memang harus dibuat untuk menyesuaikan kondisi terkini. Namun, untuk bisa mencapai kesepakatan tersebut, prosesnya pasti tidak mudah dan butuh perjuangan panjang.
“Melaksanakan proses hukum seperti itu dengan menindak di atas air adalah tindakan yang sangat berisiko dan harus dilakukan dengan hati-hati. Karena, tindakan itu harus dilakukan dengan disertai alat bukti yang jelas,” ungkap dia.
Silver Sea 2 Melawan
Seperti sudah diduga sebelumya, kapal asal Thailand, Silver Sea 2 mengajukan gugatan pra peradilan kepada TNI Angkatan Laut yang menangkap kapal tersebut di perairan Sabang. Gugatan tersebut dilakukan oleh pemilik kapal, Supachai Singkalvanch dan dijadwalkan akan diputuskan pada Senin 0(5/10/2015) mendatang bertepatan dengan peringatan HUT TNI yang ke-70.
Dirjen PSDKP Asep Burhanudin menjelaskan, pihaknya siap dan tidak merasa takut dengan dengan gugatan yang dilayangkan Silver Sea 2. Tetapi, dengan gugatan tersebut, KKP beserta TNI AL justru semakin termotivasi untuk mengumpulkan bukti lebih atas pelanggaran yang dilakukan SS2.
“Kita menduga, SS2 ini ada afiliasi dengan perusahaan yang sudah dibekukan karena terlibat kasus IUU Fishing di Maluku, PT Pusaka Benjina Resources (PBR),” tutur Asep.
Pernyataan Asep tersebut kemudian dibenarkan Wakil Ketua Satuan Tugas IUU Fishing Yunus Husen. Menurut dia, dugaan keterlibatan kapal SS2 dengan PBR masih terus diselidiki. Bisa saja, keterlibatannya hanya sebatas memasok ikan atau bisa juga lebih.
“Kita masih terus melakukan penyelidikan melalui penggunaan scientific evidences sebagai bukti tindak pidana perikanan, yaitu analisis morfologi dan DNA ikan hasil tangkap,” ungkap Yunus. Dengan menggunakan metode tersebut, dia berharap bisa didapat kejelasan ikan hasil tangkapan Silver Sea 2 diambil di perairan Indonesia atau tidak.
Seperti diketahui, kapal SS-2 ditangkap oleh KRI Teuku Umar sekitar 80 mil dari perairan Sabang, Aceh pada Kamis (13/8/2015) lalu. Kapal tersebut diketahui memiliki bobot 2.285 ton dan terdaftar atas nama Silver Sea Reefer Co.Ltd yang berbasis di Bangkok, Thailand.
Ukuran kapal tersebut panjangnya mencapai 81,73 meter dengan kapasitas 2.200 ton untuk mengangkut ikan. Saat TNI AL menangkap SS2, diketahui ada barang bukti ikan curian sebanyak 1.930 ton.
Regulasi Penindakan Pelaku IUU Fishing di Lautan Masih Tumpang Tindih was first posted on October 3, 2015 at 4:09 am.