Pada Selasa kemarin (24/03/2015), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan mengabulkan gugatan warga negara (citizen law suit) yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) yang menolak privatisasi pengelolaan air.
PN Jakpus memutuskan tergugat yaitu Presiden, Wakil Presiden, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, Gubernur DKI Jakarta, DPRD DKI, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya dan turut tergugat Palyja dan Aetra lalai memberikan hak atas air yang merupakan hak asasi manusia.
Pengadilan juga memutuskan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS) yg merugikan negara dan warga Jakarta, serta menyatakan PKS antara PAM dan Turut Tergugat batal dan tidak berlaku.
Juga diputuskan untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta, mengembalikan pengelolaan air minum ke Pemprov DKI Jakarta, Mencabut surat Gubernur DKI dan Surat Menteri Keuangan RI yg mendukung swastanisasi.
Pengadilan juga memutuskan agar pemerintah melaksanakan pemenuhan hak atas air sesuai prinsip hak atas air dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta Komentar Umum tentang Hak Atas Air.
Sebagai bagian dari KMMSAJ, Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Hak Atas Air (Kruha) Muhammad Reza mengatakan pemerintah harus segera mengambil alih pengelolaan air untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Ada perintah dalam putusan itu agar negara mengambil alih pengelolaan air minum. Itu sudah sangat jelas,” katanya.
Dalam undang-undang, negara menguasai sumber air dan mengelola air untuk kemakmuran sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Dalam praktek dikuasai negara, tapi tidak dikelola untuk kemakmuran rakyat, bahkan diserahkan kepada swasta. Jadi hubungan negara dan rakyat itu terpotong oleh swasta. Pemerintah mengabaikan tugas utama untuk pemenuhan atas air kepada rakyat dan menjadi proyek yang dijual oleh swasta,” katanya.
Dengan putusan tersebut, pengadilan memberikan penegasan payung hukum kepada pemerintah untuk menjalankan tugasnya, yang selama ini terjebak memberikan hak pengelolaan air kepada swasta.
Pasca putusan pengadilan tersebut, pemerintah harus segera memenuhi kewajiban mengelola air dengan menyusun rencana kerja secara detil demi untuk pemenuhan kebutuhan hak asasi warga atas air.
“Seharusnya pemerintah susun rencana detil bagaimana mereka memenuhi hak asasi atas air. Kalau di Jakarta, bagaimana pemerintah memenuhi kebutuhan air sekitar 17 juta orang warga. Rencana kerja termasuk biaya dan pemenuhan, menjaga sumber airnya, bagaimana melindungi dari campur tangan ketiga seperti perusak sumber daya air dan swasta,” kata Reza.
Dia melanjutkan pengelolaan air harus dilakukan oleh pemerintah. Bila ada sisa kuota pengelolaan air, baur diberikan kepada pihak swasta secara terbatas dan ketat.
“Pengelolaan air di jakarta harus melibatkan masyarakat yang menentukan pemenuhan, kualista standar dan biayanya. Ada program. Harus sesuai dengan standar dan HAM. Air bisa diminum dan diakses 24 jam, harus diakses di semua tempat, harus bisa dijangkau. Tidak boleh pengeluaran per kapita untuk air lebih besar dari 3 persen. Tidak boleh memutus hak atas air kepada rakyat miskin yang tidak bisa membayar,” tegas Reza.
Rencana kerja pemerintah tersebut harus ada tahapan jelas, kongkrit, dan terukur oleh masyarakat. Jangan sumir, jangan berlindung dengan alasan, misalnya pemerintah tidak punya anggaran. Karena APBN sangat kecil untuk belanja air,” lanjutnya.
Maka tugas dari masyarakat untuk terus mengawal pemenuhan hak asasi atas air tersebut oleh pemerintah.
Hormati Putusan Pengadilan
Sedangkan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), operator penyediaan dan pelayanan air bersih untuk wilayah Barat DKI Jakarta, menyatakan menghormati putusan PN Jakpus, meski kecewa karena putusan berisi pembatalan dua Perjanjian Kerjasama Pelayanan Air di Bagian Timur dan Barat DKI Jakarta yang sudah berjalan selama 17 tahun.
“Palyja telah memutuskan untuk mengajukan banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Oleh karenanya, Perjanjian Kerjasama Palyja tetap berlaku penuh sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan hukum Indonesia, pengajuan banding atas putusan ini menangguhkan pelaksanaan dari putusan tersebut,” kata Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Palyja, Meyritha Maryanie.
Palyja sendiri akan tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan kebutuhan air kepada masyarakat di bagian barat Jakarta sesuai dengan yang telah diatur dalam kontrak kerjasama.
Pasca Putusan Pengadilan, Pemerintah Harus Segara Ambil Alih Pengelolaan Air. Kenapa? was first posted on March 25, 2015 at 5:15 am.