Desa Tumbak bukanlah nama besar di Sulawesi Utara. Ia hanya sebuah desa di Kecamatan Pusomaen, Kabupaten Minahasa Tenggara, yang harus ditempuh dengan perjalanan darat selama 3 jam dari kota Manado. Jarak dan waktu tempuh ditambah lagi akses jalan yang masih dalam perbaikan menjadi salah satu faktor penghalang untuk mengenalinya.
Namun, belakangan, kendala itu seakan tidak lagi menjadi soal. Sebab, nyaris tiap minggu, wisatawan dari dalam dan luar Sulut mendatanginya. Lewat publikasi di media massa, jejaring sosial atau penuturan dari mulut ke mulut, informasi mengenai potensi wisata di desa ini tersebar, dan berhasil menarik minat pengunjung dari Bunaken, destinasi wisata utama di Sulut.
Wisatawan memang tidak akan menyesal mendatanginya desa dengan berbagai keindahan alam, seperti kesegaran hutan mangrove seluas 200 hektar. Ditambah tujuh pulau kecil tak berpenghuni disekitar Desa Tumbak, yaitu pulau Ponteng, Baling-baling, Pakolor, Bangkoan, Kukusan, Belakang Kuda serta pulau Putih. Dari kejauhan, pulau-pulau tadi terlihat seperti potongan kue lapis yang didominasi warna hijau. Jaraknya tidak jauh, sekira 15-30 menit naik perahu.
Menurut Leonardo, salah seorang pemandu wisata di Desa Tumbak, warga setempat menamakan pulau berdasarkan bentuknya. “Misalnya, pulau Belakang Kuda karena bentuknya mirip punuk kuda. Sementara, pulau Putih karena pulaunya memiliki batu berwarna putih,” kata lelaki yang akrab disapa Leon ini kepada Mongabay Indonesia, pertengahan Juni 2015.
Sejak 2010, Leon bersama Yoan Parizot, seorang keturunan Perancis yang menikah dengan seorang warga dan menetap di Desa Tumbak dan, mendirikan tour organizer untuk kunjungan ke situs-situs wisata di sekitar desa Tumbak.
Berawal dari pendirian cottage keluarga Yoan di antara desa Tumbak dan pulau Bentenan, mereka melihat Desa Tumbak bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata dan cottage itu menjadi fasilitas menginap bagi pengunjung.
Mereka sepakat menamai komunitas pemandu wisata “Pulau Tumbak Wisata”, dengan tujuan mengenalkan desa Tumbak dengan pulau-pulau yang menjadi target wisata. Paket wisata pulau-pulau itupun dibuat termasuk jasa penginapannya.
“Awalnya, open trip hanya untuk 10 orang saja. Kemudian di buat regular, ternyata banyak yang minat. Salah satu faktornya, underwater di Tumbak dirasa lebih bagus karangnya dibanding tempat lain. Akhirnya, di buka one day trip, berangkat dari Manado pagi lalu pulang sore. Sekarang, sekali trip kalau dirata-rata bisa 40 sampai 50 pengunjung,” terang Leon.
Terdapat 3 pulau yang menjadi destinasi unggulan di desa Tumbak, yaitu pulau Bentenan, Baling-Baling dan Ponteng. Di pulau Bentenan wisatawan disuguhkan dengan pemandangan hutan mangrove, termasuk padang savana yang menarik untuk berfoto selfie.
Berfoto di padang savana memberikan kesan berbeda. Hamparan rumput hijau serta hembusan angin yang membelai rambut, membuat suasana pulau Bentenan terasa sejuk.
Beranjak ke pulau Baling-baling, wisatawan kembali dipersilahkan melangsungkan hajatan potret-memotret. Lokasinya tak lagi di padang Savana. Pengunjung harus mendaki bukit di pulau ini. Tiba di atas puncak, terdapat lokasi foto ciamik dengan pemandangan laut di belakangnya.
“Baling-Baling untuk fotografi karena kalau orang naik ke puncaknya dan foto di sana hasilnya akan bagus, nggak ada di tempat lain. Pulau ini jadi salah satu andalan di desa tumbak,” Leon menambakhan. “Ada beberapa kali tamu yang datang ke tumbak pagi-pulang siang hanya untuk foto di pulau Baling-Baling.”
“Sementara itu pulau Ponteng juga dijadikan lokasi wisata, karena punya spot diving dan snorkling, kedua-duanya masuk world class. Tingkat kerapatan karangnya lebih dari di taman laut lainnya di Sulawesi Utara.”
Pulau lain sejauh ini belum dimanfaatkan sebagai lokasi wisata, sebab kondisi daratannya dinilai belum ideal untuk menampung wisatawan. Namun, Leon menambahkan, nyaris di seluruh perairan desa Tumbak terdapat spot diving dengan pemandangan mempesona. Totalnya, 24 lokasi menyelam tersebar di perairan Tumbak, semisal spot Napo Kipas, Hutan Bakau Bohaga serta Bohaga Kecil.
“Terumbu karang ada berbagai bentuk dan warna-warni. Kemudian, di perairan Tumbak ada ratusan spesies ikan dari berbagai jenis, misalnya saja lionfish, clownfish, surgeon fish dan parot fish.”
Berdasarkan hasil penelitian Hartono Sormin, dkk, luas terumbu karang di desa Tumbak Madani sekitar 25 hektar. Dari garis pantai menuju lautan lepas panjangnya mencapai 200 meter, kemudian berbentuk landai menuju pulau Baling-baling dan Ponteng, menjadi habitat binatang laut pygmy seahorse.
“Selain itu, berdasarkan pengamatan fishwatch yang dilakukan Acroporis, di desa Tumbak Madani terdapat 53 famili ikan konsumsi dan ikan hias,” demikian tertulis dalam Jurnal Platax Januari 2013 dengan judul Deskripsi Sumberdaya Perikanan Desa Tumbak Madani Kapubaten Minahasa Tenggara.
Keindahan situs wisata di pulau maupun perairan sekitar desa Tumbak mendapat pengakuan dari sejumlah wisatawan. Seperti dikatakan Andro, pengunjung dari Manado, situs wisata di sekitaran desa Tumbak menjadi lokasi yang pas untuk selfie atau foto bersama rekan-rekan.
“Saya baru sekali datang ke sini karena dengar informasi dari teman. Ada banyak pulau indah untuk dikunjungi. Kondisi karangnya juga bagus. Saya baru kali ini datang dan ingin kembali lagi lain waktu,” ucap Andro.
Hal serupa dikatakan Fredrik pengunjung dari Samarinda. Ia mengaku kagum dengan sajian wisata di sana. Bersama anak dan istrinya, Fredrik menyempatkan diri untuk berfoto di puncak pulau Baling-baling. Tak hanya itu, mereka juga mengaku puas dengan pemandangan bawah laut di lokasi tersebut.
“Saya tahunya dari facebook. Penasaran juga. Pas nyampe sini puas. Karangnya masih bagus, ikannya juga. Anak-anak juga senang bisa menyelam dan ikut trip dari pulau ke pulau. Apalagi waktu foto bareng di Baling-baling,” ujar Fredrik dengan nada sumringah.
Ancaman Sianida dan Bom Ikan
Meski memiliki sumberdaya alam yang dapat menjadi modal wisata, namun perairan di desa Tumbak terancam oleh aksi pengeboman dan racun sianida oleh nelayan untuk menangkap ikan.
Yoan mengatakan meski mengetahui dampak buruknya, nelayan bersikap tidak peduli. Padahal polisi sudah sering menangkap para pelaku, bahkan ada juga pelaku yang sempat menjadi korban dari aktifitas mereka.
“Tapi susah diketahui berapa banyak jumlahnya. Hanya saja, dalam beberapa tahun, korban dari aktifitas pengeboman sekitar 10 orang. Tahun ini saja, ada 2 orang meninggal, 2 luka parah, ada yang lumpuh dan ada yang masuk penjara,” kata Yoan yang juga alumnus Universitas Marseile Perancis.
Untungnya, masih menurut Yoan, aktifitas pengeboman tidak terjadi di dekat ekosistem terumbu karang. Sehingga, kondisi karang di perairan desa Tumbak terbilang relatif baik. “Mereka mengebom di daerah yang tidak terlihat dari kampung,” ungkap Yoan.
Namun demikian, sejumlah wisatawan mengaku pernah mendengar dentuman bom saat menyelam di perairan Tumbak. Misalnya saja seperti dikatakan Rizal, warga Manado. Ketika sedang asik menyelam, tiba-tiba ia mendengar suara ledakan yang diduga berasal dari bom ikan.
“Duarrr..” begitu ia menirukan bunyi ledakan tersebut, “Saya kaget dan langsung menuju ke permukaan air. Untung saja gendang telinga saya tidak pecah.”
Meski tidak memiliki data pasti, namun diyakini sejak maraknya pariwisata di desa Tumbak aktifitas pengeboman ikan di sana mulai menurun. Masyarakat sekitar dinilai mulai sadar akan potensi wisata di daerah tersebut.
“Beberapa nelayan sudah berhenti dari aktifitas pengeboman ikan. Beberapa juga sudah merasakan hasil dari pariwisata. Mereka bisa bawa tamu-tamu yang kami bawa ke Tumbak,” jelas Leon.
Upaya menjaga lingkungan agar potensi wisata bisa dimaksimalkan juga melibatkan pemuda setempat. Leon dan Yoan sering melibatkan mereka ketika wisatawan mengunjungi desa Tumbak, selain itu memberi penyadaran lewat percakapan informal.
“Kami mengajak pemuda di sini untuk tidak lagi melakukan aktifitas merusak lingkungan. Ada potensi lain yang mereka bisa dapatkan tanpa bom dan racun. Lewat aktifitas pariwisata, selain mendapat uang dari situ, mereka juga bisa menjaga lingkungan,” tutup Leon.
Mongabay Travel : Asyiknya Selfie dan Menyelam di Desa Tumbak Sulut was first posted on July 24, 2015 at 4:43 am.