Menyandang predikat negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, namun hingga saat ini Indonesia masih kesulitan untuk mengelola wilayah lautnya secara baik. Meski aktivitas penangkapan ilegal yang dilakukan nelayan asing berhasil dihentikan, tetapi aktivitas penangkapan sumber daya laut tak ternilai hingga saat ini masih sulit dikendalikan. Lembaga konservasi Wildlife Conservatory Society-Indonesia Programme (WCS-IP) menilai, aktivitas penangkapan sumber daya laut seperti hiu dan pari yang populasinya terus mengalami penurunan, hingga detik ini masih terus berlangsung di hampir semua pulau di Indonesia. Aktivitas tersebut, juga masih sulit dihentikan, karena berkaitan dengan budaya turun temurun yang sudah ada di sejumlah suku di Tanah Air. Koordinator Hiu dan Pari WCS Efin Muttaqin di Jakarta, Minggu (25/2/2018) mengatakan, aktivitas yang sudah mendarah daging di berbagai suku, menjadi fakta yang tidak bisa dihilangkan di Indonesia. Dalam budaya di sejumlah suku, ikan hiu dan pari dinilai sebagai bagian penting dan menjadi bukti eksistensi kebudayaan mereka. baca : Diantara Pasar dan Jaminan Kebijakan: Mencermati Ancaman Eksistensi Hiu dan Pari di Indonesia Tetapi, menurut Efin, selain ada budaya dalam kehidupan suku, aktivitas penangkapan hiu dan pari juga sudah ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena didasari kebutuhan untuk konsumsi. Fakta tersebut, membuat aktivitas penangkapan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan dan perluasan wilayah perairan. “Yang lebih memprihatinkan, aktivitas yang dilakukan masyarakat itu dilakukan karena didorong permintaan pasar yang tidak lain adalah masyarakat sendiri. Jadi, pengusaha menangkap dan masyarakat mengonsumsinya,” ucapnya. Sebagai konsumen yang menjadi hilir dari pemasaran hiu dan pari, Efin menyebut,…
↧