Perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal perikanan, perdagangan, dan pariwisata di seluruh dunia, hingga saat ini masih belum ada. Padahal, WNI yang bekerja dengan profesi tersebut di luar Indonesia jumlahnya diperkirakan mencapai 18.400 orang. Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata mengungkapkan, persoalan perlindungan untuk ABK di luar negeri, seharusnya sudah dipikirkan oleh Indonesia sejak lama. Mengingat, ABK yang bekerja tanpa perlindungan Negara, berpotensi terjerumus dalam perbudakan di kapal. “Untuk itu, kita mendesak Indonesia segera menghapus perbudakan diatas kapal perikanan dengan meminta Pemerintah Indonesia segera meratifikasi Konvensi ILO (International Labour Organization) 188 Tahun 2007 (KILO 188),” ujarnya pada akhir Desember 2017 di Jakarta. baca : Mulai Hari Ini, Nelayan dan ABK Peroleh Perlindungan HAM Dengan dilakukan ratifikasi, menurut Marthin, perlindungan terhadap ABK yang bekerja di luar negeri bisa dilakukan Indonesia dengan leluasa. Selain ABK, perlindungan juga akan dirasakan oleh WNI yang bekerja di sektor perikanan di luar negeri. Jumlah WNI yang bekerja, kata dia, diperkirakan mencapai 2,7 juta orang. “Mereka adalah WNI yang bekerja sebagai nelayan, baik menjadi ABK, nahkoda, ataupun ahli pancing. Mereka semua bekerja di laut pada 550 ribu kapal ikan,” jelas dia. 323 ABK WN Myanmar, Laos dan Kamboja di PT. PBR Benjina tiba di PPN Tual, Sabtu (04/04/2015) dengan menggunakan 6 kapal Antasena milik PT. PBR dan di kawal oleh KRI Pulau Rengat dan Kapal Pengawas Hiu Macan 004 milik PSDKP, sambil menunggu proses pemulangan oleh pihak Ke Imigrasian. Foto : KKP Marthin…
↧