Seekor komodo koleksi Kebun Binatang Surabaya (KBS) ditemukan mati di kandangnya, Minggu (24/5) pukul 07.00 WIB, oleh keeper atau penjaga kandang bernama Suraji. Kematian satwa langka berumur 22 tahun ini disebabkan adanya pembengkakan pada organ jantung, setelah tim medis Kebun Binatang Surabaya melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah organ yang dicurigai.
Humas Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS Ryan Adi Djauhari saat dihubungi Mongabay, Rabu (27/05/2015) membenarkan adanya komodo yang mati itu. Menurut Ryan, kematian komodo indukan atau F-0 ini merupakan kematian yang wajar akibat usia tua dan penurunan fungsi organ satwa.
“Hasil otopsi menunjukkan adanya pembengkakan pada jantungnya, itu wajar karena komodo ini masuk dalam masa tidak produktif atau masa tua, sehingga ada penurunan fungsi organ yang dimiliki,” terang Ryan.
Komodo tertua di KBS bernama K-8 dengan nomor chip 0001435BB9, merupakan koleksi yang diperoleh dari Flores, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2000, yang digunakan sebagai generasi indukan. Namun kondisi komodo yang saat itu berusia 7 tahun telah memiliki tanda cacat yakni ekor yang buntung, sehingga sistem reproduksinya tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sebelumnya kondisi komodo K-8 terekam medik sehat. Adanya pembengkakan jantung diketahui setelah tim medis melakukan otopsi dan penelitian secara intensif.
“Saat ditemukan mati kita langsung melakukan sterilisasi lokasi, kita juga mengambil sample air, air liur dan sebagainya untuk diteliti, makanya kita tidak langsung menginformasikan penyebab kematian supaya tidak timbul praduga yang salah,” kata Ryan.
Dia membantah informasi yang sempat beredar, bahwa komodo mati akibat diracun atau dibunuh. Manajemen KBS telah mengirim sejumlah organ ke laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, untuk diteliti lebih lanjut.
“Praduga diracun atau dibunuh tidak benar, selama ini kita sudah melakukan perawatan dengan benar, kematiannya memang karena usia tua,” tandasnya.
Pengelola KBS terus melakukan upaya pembenahan dan perbaikan kualitas kehidupan satwa koleksinya, meski tidak dapat dilakukan seluruhnya secara bersamaan. Pemantauan secara intensif terus dilakukan terhadap anakan komodo yang lain, untuk mengetahui perkembangan serta rekam mediknya.
“Hal yang kita lakukan tadi pagi (27/05/2015), kita pasang microchip pada 12 ekor komodo yang masih kecil, tujuannya untuk memantau perkembangan komodo,” ujar Ryan yang menyebut semua satwa Apendik 1 itu telah dipasangi microchip.
Tidak hanya komodo serta satwa Apendik 1 lainnya, seluruh satwa koleksi KBS juga akan dipasangi microchip secara bertahap.
“Harapannya semua satwa kita pasangi microchip, tapi semua bertahap, tidak bisa langsung semuanya,” tambahnya.
Saat ini total koleksi komodo yang tersisa berjumlah 79 ekor, 6 diantaranya komodo indukan berusia rata-rata 20-an tahun. Manajemen KBS imbuh Ryan, sedang melakukan pengembangan kandang termasuk berencana menambah kandang baru untuk komodo. Hal ini untuk mencapai jumlah ideal pada satu kandang komodo, sehingga pemantauan dan perawatan dapat lebih baik.
“Kalau sekarang untuk kandang memang kurang meskipun masih bisa. Tapi kedepannya dengan populasi yang terus bertambah, kandang tidak cukup,” lanjutnya.
Beberapa waktu yang lalu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, melemparkan gagasan akan membangun Taman Komodo di salah satu lokasi di Surabaya timur. Tujuannya selain untuk menjarangkan populasi komodo di Kebun Binatang Surabaya, juga untuk menciptakan destinasi wisata yang baru di Surabaya.
“Rencananya akan dibuat semacam taman komodo, lokasinya masih dicarikan yang tepat,” ungkap Risma.
Komodo Tertua KBS Surabaya Mati was first posted on May 28, 2015 at 1:57 am.