Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak ingin main-main dalam menegakkan kedaulatan maritim dan menjadikan pelaku perikanan dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di Indonesia, dengan memberantas illegal unreported and unregulated (IUU) fishing.
Keseriusan itu ditunjukkan KKP dengan menggelamkan 19 kapal eks asing yang terbukti melakukan pelanggaran berat. Seluruh kapal tersebut ditenggelamkan di beberapa perairan nusantara, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2015.
Publikasi KKP menyebutkan 19 kapal tersebut terdiri 5 kapal berasal dari Vietnam, 2 kapal dari Thailand, 11 kapal dari Filipina dan 1 kapal dari Tiongkok. Dari semuanya, 6 kapal ditenggelamkan di perairan Pontianak, Kalimantan Barat; 11 kapal ditenggelamkan di perairan Bitung, Sulawesi Utara; 1 kapal di perairan Tanjung Balai Asahan, Belawan, Sumatera Utara; dan 1 kapal di perairan Idi, Aceh.
Rinciannya yaitu KM. BKM 9 (103 GT, Thailand), 2). KM. BTH 96110 TS (75 GT, Vietnam), 3). KM. BTH 98092 TS (24 GT, Vietnam), 4). KM. BTH 98782 TS (35 GT, Vietnam), dan 5). KM. BTH 96783 TS (35 GT, Vietnam), dan 6). KM. GUI XEI YU 12661 (300 GT, RRT).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menegaskan bahwa penenggelaman kapal eks asing dilakukan bukan karena ingin menyombongkan diri di dunia internasional. Namun, agar dunia internasional melihat keseriusan Indonesia dalam memberantas illegal fishing.
“Kita ingin menunjukkan kepada siapapun di dunia ini bahwa Indonesia serius menjaga kekayaan sumber daya lautnya dan akan dipergunakan untuk kebaikan dunia perikanan dan kelautan Tanah Air,” ujar Susi dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2015 di Kantor KKP, Jakarta, Rabu .
Melalui penegakkan dan pemberantasan illegal fishing, Susi yakin, kesejahteraan nelayan akan mengalami peningkatan ke depannya.”Tanpa kita tangani illegal fishing, kita tidak mungkin bisa mensejahterakan nelayan yang ada di seluruh Indonesia,” jelas menteri dari Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat itu.
Bersamaan dengan penenggelaman 19 kapal, TNI AL juga melaksanakan prosesi yang sama dengan menenggelamkan 22 buah kapal yang pelaksanaannya dipusatkan di Ranai, Kepulauan Riau.
907 Kapal Eks Asing Dicabut Izinnya
Sementara itu menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanuddin, 19 kapal yang ditenggelamkan tersebut merupakan bagian dari 907 kapal eks asing yang diketahui melakukan pelanggaran di atas laut dari total 1.132 kapal eks asing yang dianalisis dan dievaluasi oleh KKP.
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal tersebut, kata Asep, yaitu tidak mengaktifkan Vessel Monitoring System (VMS) saat berlayar, anak buah kapal (ABK) berasal dari warga asing, terjadinya praktik perbudakan di atas kapal, praktik manipulasi data dengan menurunkan ukuran kapal di dokumen (mark down), berlayar tanpa Surat Laik Operasi (SLO), dan lainnya.
“Mematikan VMS itu jelas melanggar karena tidak bisa dimonitor oleh kita. Namun dari semua kapal tersebut, hanya 19 kapal yang dinilai sudah melakukan pelanggaran berat dan perlu ditindak secara tegas. Makanya kita tenggelamkan mereka di laut,” ungkap Asep.
KKP menggunakan teknik peledakan dengan dinamit berdaya ledak rendah, agar agar saat kapal ditenggelamkan tetap dalam kondisi yang baik. Sehingga, diharapkan kapal-kapal yang ditenggelamkan menjadi habitat baru bagi ikan-ikan di perairan tersebut.
“Sehingga (bisa) berkontribusi terhadap kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan nelayan,” tutur Asep.
Pengadilan Perikanan Dipertanyakan
Meski berhasil menenggelamkan 19 kapal eks asing, namun ternyata di mata Menteri Susi Pudjiastuti itu masih belum cukup. Pasalnya, dia menilai seharusnya ada lima kapal eks asing lain yang turut ditenggelamkan, karena terbukti sudah melakukan pelanggaran perikanan dengan melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Tetapi, meski terbukti dan diproses secara hukum, Pengadilan Perikanan Ambon justru memberi hukuman sangat ringan dengan denda sebesar Rp100 juta untuk masing-masing kapal.
Kelima kapal asal Tiongkok milik PT Sino, diantaranya kapal Sino 15, Sino 26, dan Sino 27, tidak memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), tapi biasa berlayar di wilayah perairan Indonesia dan diketahui sudah melakukan illegal fishing.
“Padahal SIPI untuk kelima kapal tersebut juga sudah dicabut. Jadi ini harusnya bisa dipidana sesuai dalam pasal 93 Ayat 1 UU Perikanan. Pelanggaran bisa dipidana maksimal enam tahun dan maksimal denda sebesar Rp2 miliar,” tegas Susi.
Karena itu Susi berharap ke depan penegakan hukum untuk kapal illegal fishing bisa dilaksanakan sebaik mungkin dan dengan hukuman yang tepat.
Inilah Bukti Indonesia Serius Menjaga Sumber Daya Lautnya was first posted on May 22, 2015 at 2:03 am.